Pepohonan rindang berada di sekeliling ku. Hawa sejuk terasa, bersamaan bunyi derup ombak menghantam karang. Aku tidak tahu sudah berapa lama ku bersandar di batang pohon. Setelah berlatih tubuhku terasa pegal sekali.
Aku menghela nafas, tak terasa sudah berapa lama aku berpisah dengan Mei Han. Setelah bertarung melawan si Naga Hitam, dan dunia sudah damai sejahtera. Kami para Naga tempur memutuskan untuk tinggal di pulau Naga, sedangkan Prajurit Naga tempur harus kembali ke dunia manusia.
Aku teringat saat perpisahan kami, dia merengek dan bilang 'kau jangan gegabah seperti dulu Kafu. Dirimu sudah kuat sekarang. Jangan pernah ingin jadi kuat lagi.'
Perkataan Mei Han memang benar. Kini dengan empat evolusi dalam diriku, berserta senjata perisai Naga Bumi. Aku sudah melampaui kekuatan yang ku incar. Walaupun begitu semua berbeda tanpa ada seorang Partner bersamaku. Mei Han, gadis berambut merah itu kini entah bagaimana kabarnya? Apakah dia masih segalak dulu, ataukah sudah berubah.
Aku masih teringat saat pertama kali bertemu dengannya. Seorang gadis polos, takut melihatku dan menangis ternyata menjadi partner ku. Aku sempat kecewa. Kenapa aku malah di kasih Prajurit Naga perempuan yang terlihat lemah macam dia. Bahkan setelah melawan Naga Patisen, aku memutuskan untuk meninggalkannya dan berharap menemukan Prajurit Naga yang lebih kuat, hingga aku bertarung dengan Dainese dan aku kalah dengannya. Aku kesal, marah. Aku benci Mei Han kala itu, dan dia hanya bisa menangis, merengek layak gadis kecil pada umumnya.
Lambat laun semua berubah ketika kami di kirim Naga Cristal ke kota langit. Di sana kami disandera oleh Para Naga burung api. Berhari-hari kami terkurung, tak tahu kapan harus keluarnya, terlebih lagi Si pemimpin Naga burung api menaruh kasih padanya, hingga mengadakan pesta besar-besaran dan seekor naga bintang menjadi tamu kehormatan di pesta tersebut.
Kesempatan itu tidak kami sia-siakan. Mei Han bahkan merelakan dirinya menjadi umpan untuk keluar dari sini. Aku pun mengiyakan.
Pada saat hari pernikahan tiba, sebelumnya kami telah menghabisi salah satu Naga burung api. Aku menyelinap keluar dan hendak mencari alat tempur yang di sita oleh mereka. Pada waktu itu aku berpikir kenapa aku harus membantunya. Bukankah aku bisa pergi meninggalkan gadis cengeng itu. Namun pada saat itu aku sempat mendengar Mei Han berpidato kalau orang yang paling berharga baginya adalah aku. Seketika hatiku tersentuh, aku tidak menyangka Mei Han mau bilang begitu walaupun diriku tidak menghargainya sebagai Partner.
Pikiran kotor itu lenyap dan dengan semangat baru aku menyelinap sampai berhasil meraih alat tempur yang di sita tersebut.
Setelah misiku berhasil aku bergegas menyusul Mei Han namun sayangnya kami malah berhadapan dengan Naga Kambing Putih. Kali ini kami tidak gentar, aku percaya dengan semakin eratnya hubungan kami. Kekuatan kami kian bertambah, dan dugaan ku benar. Dari pertarungan itu aku membangkitkan Mode Naga Tempur dan kami memperoleh batu suci Naga bintang. Bahkan setelahnya kami di antara turun oleh Pemimpin Naga burung api, walaupun dia harus menjadi telur Naga akibat kehabisan tenaga.
"Hei Kafu. Rupanya kau ada di sini," panggil Dainase.
Naga biru itu membawa seember tong berisikan ikan. Dia jago sekali memancing, padahal dia tidak memiliki jari.
"Bagaimana latihanmu? Apa ada perkembangan?" tanyanya.
"Begitulah," aku melirik embernya. "Banyak sekali ikan yang kau pancing. Padahal dari tadi aku tidak dapat seekor pun."
"Hehehe. Mungkin hari ini, hari keberuntungan mu." Dia tertawa. "Kenapa dari tadi kau termenung seakan memikirkan sesuatu?"
Aku menghela napas. "Aku teringat dengan Mei Han. Setelah beberapa hari terpisah sulit sekali melupakannya. Apa kamu tidak teringat dengan Ling Ling?"
Dia menaruh embernya, lantas ikut duduk di sampingku.
"Perasaan seekor naga yang paling berkesan adalah ketika berpisah dengan Partner manusia nya. Aku juga selalu memiliki perasaan itu, walaupun kita terlihat bahagia di sini. Namun hati kita selalu rindu ingin bertemu dengan mereka. Aku jadi tahu, kau pasti memikirkan Partner mu bukan. Begitu pun diriku. Aku berharap besok, lusa atau tahun mendatang kita bisa bertemu."
Aku mengangguk setuju. "Mengenai pertarungan beberapa hari yang sudah berlalu. Aku minta maaf ketika ingin merebutkan Ling Ling darimu. Aku pada saat itu begitu benci dengan Mei Han."
"Tidak masalah. Lagipula aku tahu bagaimana rasanya memiliki Partner seperti Mei Han. Saat aku pertama kali melihatnya dia begitu galak ya. Tapi dia pemberani. Jarang ada gadis seumuran nya berdebat dengan Naga Hitam dan mau ikut berpetualang ke sini. Dia Partner yang pantas untukmu yang pemberani," Dainase membesarkan hatiku.
Perkataannya benar juga. Aku baru menyadari hal itu ketika kekuatanku kian bertambah. Kini aku tidak ingin kuat lagi, aku ingin mendengarkan nasihatnya.
"Hei. Boleh kan aku bertanya? Bagaimana caranya mencari Ikan sebanyak ini?"
"Entahlah. Aku hanya memancing saja," jawabnya.
"Ayolah beri tahu. Agar aku tidak bosan melulu di sini?"
"Kapan-kapan saja, saat laut sudah pasang saja? Ikannya bertambah pada waktu itu?"
"Hei Kafu, Dainase!" panggil Taliku sembari membawa banyak buah-buahan.
"Qulu. Ayo makan. Aku membawa banyak buah. Juga di tempat Qyupi," ajaknya.
"Boleh. Kebetulan aku membawa banyak ikan. Kita bisa makan bersama-sama."
"Ngomong-ngomong. Dimana Qyupi?" tanyaku.
"Dia asyik tiduran di bawa pohon. Tak tahu saat aku turun dia ke mana?" jawab Naga merah itu.
Belum genap terdengar teriakan kencang. "Taliku. Dimana kau? Dasar mengganggu tidur siangku"
Aku melihat tubuh naga kuning itu penuh dengan noda buah-buahan. Pasti dia tertimpa buah-buahan.
"Qulu. Sepertinya dia marah. Lebih baik aku lari saja." Naga merah itu berlari kencang.
"Mau kemana kau. Taliku!" Qyupi mengejarnya.
Aku dan Dainase saling tatap. Rencana makanan nya tidak jadi kah. Perutku sudah keroncong.
Aku menatap langit. Mei Han terima kasih sudah menemani ku. Semoga kelak kita bisa berjumpa dengan petualangan baru menanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen Dragon Warrior
Short StorySebuah kisah yang terinspirasi dari kartu Dragon Warrior yang sempat populer di zaman. Tentang persahabatan, pengorbanan, harapan dan keinginan.