6. Madnees

1.5K 426 110
                                    

Sounds: Tulus-Interaksi

Happy baca ❤️
Sorry for typo
.
.
.

Aluna mengempas diri ke kasur-dalam ruang pribadinya. Rasa kesal masih menjalar akibat ulah Barra Wisnu. Lelaki itu, Aluna sampai lupa, kapan terakhir kali Barra bersikap manis tanpa banyak kalimat rese seperti saat ini.

Barra dulu super manis. Aluna masih ingat, saat dia merengek ingin makan eskrim hazelnut favoritnya tapi mama.melarang karena saat itu badan Aluna agak demam-terkena flue, Barra dengan manisnya diam-diam membawakan eskrim kesukaannya. Atau saat Aluna menangis karena di-isengi teman di sekolah, Barra akan sigap menghibur serta mencecar sang adik, siapa yang berulah sampai adik kesayangannya menangis, lalu besoknya lelaki itu datang ke sekolah, memberi peringatan langsung pada teman yang usil.

Sebenarnya Aluna tak suka ada perdebatan. Apalagi sampai ribut-ribut diselingi teriakan, tapi akhir-akhir ini Barra selalu berhasil menyulut emosi, membuatnya meradang ingin tumpahkan amarah.

Sepasang manik cokelatnya menatap awang-awang. Satu kata merangsek ke dalam batok kepala Aluna. Otomotif.

Ah, iya. Sepertinya sejak kakaknya itu berikrar meninggalkan hobi balapan dan otomotif, lelaki itu berubah menjadikannya sarana penghiburan diri; dengan terus berbuat jail tanpa pedulikan perasaan Aluna.

Sejak Nakula-salah satu teman baiknya meninggal dalam insiden balapan tiga tahun lalu, detik itu juga Barra mengenyahkan segala sesuatu yang berhubungan dengan motor sport.

Ketukan pintu disertai suara panggilan membuyarkan angan Aluna.

"Ken, buka dong, kakak beneran mau minta maaf."

Basi!

Aluna masih bergeming, membiarkan Barra terus bersuara di depan pintu kamarnya sembari menggedor-gedor pelan.

"Halo, sepada, ada orang di dalam? Kendedes, Lo enggak hilang diculik Ken Arok, kan?"

"Berisik! Ga penting! Ga butuh maafnya Kak Barra," sahut Aluna setengah berteriak.

Decak panjang te dengar dari balik pintu. Barra mendesis lalu kembali berkata-kata,

"Si Ken, jangan keras hati jadi manusia. Entar jodohnya jauh," ujar Barra. "Eh, iya, jodoh Lo, kan, ada di depan pintu sini. Bukain cepat!"

Dasar human satu itu! Aluna mendesis. Dengan gontai melangkah ke arah pintu. Menguaknya lebar serta-merta mendapati Barra dengan cengiran khasnya berdiri-menyandar pada kusen dengan kedua tangan dilipat.

"Apa sih, Kak, berisik banget. Tolong ya, Aluna lagi capek plus bete, Kakak jangan nambah-nambah rasa betenya Aluna!"

Barra embuskan napas ke wajah Aluna. "Bete terus, lagi pms Lo, ya."

"Iya, puas?!" aku Aluna. Memang sudah tiga hari ini dia mendapat periode bulanan. Perasaannya jadi lebih sensitif dan suka overtinkhing sendiri.

"Sama kakaknya enggak ada sopan-sopannya, Ken."

"Sama adiknya suuzan terus, dikira enggak sakit hati, dikatain jadi sugar-baby, simpanan boss. Apa coba maksudnya." Meletup-letup saat Aluna membalik omongan Barra.

"Becanda, Ken. Jangan dimasukkan hati."

"Kak Barra selalu cari-cari gara-gara duluan."

"Gue mau bicara," cetus Barra. Aluna diam melipat tangan. "Serius, Ken," lanjutnya. Mata Aluna menyelidik, menatap tak percaya.

Barra melepas tarikan napas. Otaknya sibuk menampilkan ulang rangkaian kata yang dibicarakan mamanya kemarin malam.

Mama diam-diam ke kamar putranya, meminta izin bicara dari hati ke hati. Barra agak kaget, seingatnya mama bicara serius seperti saat ini dapat dihitung dengan jari. Saat memutuskan mengadopsi Aluna tiga belas tahun lalu, saat papa meninggal dan mama otomatis mengambil alih semua tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga, dan saat mama meminta Barra melanjutkan kuliah S2-nya di Luar Negeri. Yang mana pada saat itu Barra tolak karena tidak tega merasa telah membebani mama dengan banyak keinginan, tapi setelah bicara dari hati ke hati, Barra akhirnya luluh saat mama mengatakan jika Barra berangkat melanjutkan study S2-nya, maka nanti peluang berkarir juga semakin bagus. Memang, karir dan kesuksesan bukan hanya ditentukan oleh jenjang pendidikan, tapi tidak ada salahnya mengejar banyak ilmu untuk bekal saat menghadapi persaingan dunia kerja nantinya. Barra jalankan titah mamanya dengan penuh tanggung jawab dan rasa haru. Dan, semalam, mama baru saja mengutarakan keresahan hati.

Sweet and Tears (TAMAT-REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang