14. Doesn't Matter

1.6K 472 80
                                    

Happy baca ❤️
Sorry for typo
.
.
.

"Mari bersaing secara adil."

Keneisha Aluna menganga. Matanya membeliak tak percaya dengan apa yang barusan didengar. Apa dia tidak salah tangkap? Dia--perempuan yang duduk persis di sebelahnya mengutarakan niat ingin bersaing dengan dirinya.

Gadis yang memakai kemeja broken white itu menatap mata Kamela, membidik tepat ke dalam retina mamanya Ara itu, sengaja ingin membuat perempuan itu tidak bersikap remeh lagi pada dirinya.

"Buat apa harus bersaing, sudah pasti Kak Barra bakal tetap memilih saya." Aluna berucap santai. Matanya telah dilabuhkan ke arah lain saat bicara, sembari kedua tungkai bersilang.

Di luar dugaan, Kamela cengkeram lengan Aluna kuat. "Jangan sombong kamu, Aluna. Saya enggak percaya kalau kamu ini beneran calon istrinya Mas Barra!" gumamnya dengan tatapan tak kalah tajam.

Rasa suuzan merangsek memenuhi batok kepala Aluna. Dia kira Mela ini adalah perempuan yang lemah lembut, keibuan dan positif vibes, ternyata justru sebaliknya saat berhadapan dengannya.
Kalau di depan Barra dan putrinya memang manis, dan lemah lembut, sih. Siapapun bisa terkecoh.

"Bilang saja kamu takut bersaing sama saya. Iya, kan?" Senyum segaris terbit di bibir Mela usai berkata-kata.

Aluna tertawa kering. Melipat kedua tangan di depan dada, kepalanya lantas menoleh Kamela. Bibir merah alami miliknya bergerak untuk menjawabi kata-kata Mela barusan, "Takut? Enggak ada dalam kamus hidup saya takut sama sesuatu yang enggak penting," ucapnya lantang. "Tadinya saya kira, Mbak Mela adalah orang yang lemah lembut, selalu positif thinking, ternyata saya mendapati hal sebaliknya," imbuh Aluna. Jemarinya terlihat menggesek kuku-kukunya sendiri saat bicara--gestur santai tercipta dari polahnya. "Tadinya, saya mau mundur dari rencana perjodohan ini, jujur, saya tidak tertarik sama sekali sama Kak Barra, tapi ..." Aluna jeda ucapan. Matanya menguliti Kamela dari atas sampai bawah. Menakar ekspresi perempuan itu. "Tapi setelah tahu kalau Kak Barra dekat dengan perempuan egois semacam Mbak Mela ini, saya jadi termotivasi buat jadi satu-satunya kandidat nyonya Barra Wisnu. Kasihan Kak Barra kalau dapat istri kayak Mbak Mela." Aluna sungguh bodo amat andai Kamela tersinggung. "Uppss, maaf ya, Mbak, saya memang gini orangnya, enggak suka dipendam, maunya jujur aja, daripada baik di depan tapi busuk di belakang." Salah satu tangan terparkir di depan bibirnya usai berkata-kata. Menunjukkan gestur penyesalan karena keceplosan.

"Kamu!" Mela berujar geram. Perempuan itu bangkit dari bangku dengan jari telunjuk mengarah Aluna, lalu melenggang pergi meninggalkan Aluna sendirian di sana.

"It doesn't matter," gumam Aluna samar usai kepergian Kamela. Jangan dikira dia akan diam saja-nangis-nangis ala perempuan tersakiti. Oh, tidak! Dalam kamus hidup Aluna, tidak ada namanya mengalah karena didzalimi. Lo jual, gue beli. Seperti itu kira-kira kalau diringkas menjadi satu pepatah.

Malas berinteraksi dengan Mela, Aluna memilih hengkang dari rumah sakit. Langkahnya menuju halte di pinggir jalan raya tak jauh dari tempat rumah sakit ini berada. Kepalanya sedikit pening usai melewati aktivitas seharian ini, ditambah pertemuan dengan Kamela, semakin menambah rasa muaknya. Ingin cepat sampai rumah, atau nanti sebaiknya mulai cerita ke mama tentang rahasia Barra, biar sekalian mama turun tangan. Ah, tapi tidak, Aluna sudah janji pada Barra kalau lelaki itu sendiri yang akan memberitahu mama nanti tentang Kamela dan Ara.

Barra menyusuri koridor bangsal anak sejak dua puluh menit lalu. Tujuannya tak lain mencari keberadaan Aluna, tapi nihil, tidak ketemu adiknya tersebut. Beberapa kali mendial nomor ponsel Aluna, tapi yang tersambung malah suara operator telepon. Mungkin ponsel Aluna kehabisan batere, pikir Barra.

Sweet and Tears (TAMAT-REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang