Musim gugur membawa angin berembus kencang menerbangkan daun-daun kecoklatan. Sinar matahari yang bersinar malu-malu tidak memberi banyak kehangatan di sore yang dingin. Rin Ah merapatkan mantelnya untuk menghalau udara dingin yang mulai menusuk tulang. Kemudian ia membetulkan letak poni yang mulai memanjang dan mulai mempercepat langkah kakinya. Flat kecil yang ia tempati seorang sejak beberapa tahun lalu letaknya tidak terlalu jauh dari kantornya saat ini. Hanya 15 menit jarak tempuh yang harus ia lalui setiap hari.
Semakin sore udara dingin semakin menusuk. Rin Ah menyerah dan memutuskan untuk mampir mengisi perut dan menghangatkan badan di kedai ramyeon yang menjadi favoritnya."Ahjumma, satu ramyeon porsi besar, satu botol soju dan jangan lupa kimchi. Ramyeon buatanmu takkan sempurna tanpa kimchi" Gadis itu menyebutkan pesanan yang sebenarnya selalu ia pesan setiap berkunjung kedai ini. Kemudian ia menuju meja favoritnya yang berada di samping jendela besar yang memperlihatkan jalanan yang ramai dan orang-orang yang sibuk berlalu lalang.
"Seharusnya kau tidak perlu memesan Rin Ah-ssi. Aku sudah mengingat di luar kepala menu yang selalu kau pesan setiap kali mampir kesini. Yang perlu kau lakukan hanya datang dan duduk manis disini dan pesananmu yang tak pernah berubah itu akan langsung kubawakan" Ahjumma itu datang dengan senyum ramah yang selalu Rin Ah sukai dengan ramyeon porsi besar yang asapnya masih mengepul.
"Terima kasih ahjumma. Jalmeogosseubnida" Rin Ah tersenyum ramah.
"Nee, masitgedeuseyo"
Dalam waktu singkat porsi besar ramyeon dan kimchi di hadapannya sudah menguap. Rin Ah mengecek jam tangan hitamnya sambil meneguk sloki terakhir soju-nya dan ia masih memiliki cukup waktu sampai waktu pertemuannya nanti malam. Setelah membayar dan berpamitan pada ahjumma pemilik kedai ia kembali menapaki pedestrian yang semakin ramai karena sudah memasuki jam pulang kantor.
Setelah berjalan beberapa blok, flat tiga lantai yang ia tinggali sudah terlihat dari ujung jalan besar. Ia berbelok ke jalan setapak yang lebih sempit. Satu-satunya akses menuju flatnya. Sebenarnya ini adalah alasan mengapa ia sempat ingin pindah dari tempat tinggalnya sekarang. Ia benci lorong panjang yang sempit dan gelap. Ia selalu memasang earphone dan mempercepat ritme langkahnya. Tetapi, untuk menemukan sebuah flat yang murah dengan tetangga yang sangat ramah dan dekat dengan kantor bukan hal yang mudah. Sehingga untuk urusan yang satu ini, Rin Ah lebih memilih untuk menahannya. Namun baru beberapa langkah, ia merasakan seseorang mengikutinya. Ia lebih mempercepat langkahnya menjadi lebih cepat dari biasanya. Ia melihat sebuah bayangan tepat di belakangnya. Inilah yang ia takutkan. Penguntit.
Flat tiga lantai itu hanya tinggal 200 meter di depannya. Ia menguatkan kakinya yang sudah lemas ketakutan. Kemudian ia berlari dengan tenaga yang tersisa dan perut yang penuh terisi menyebabkan rasa mual yang mendesak.
Ia berlari melewati penjaga keamanan yang biasanya selalu ia sapa saat pergi dan pulang dari bekerja. Dengan langkah terburu-buru ia menaiki dua anak tangga sekaligus untuk cepat sampai pada unitnya. Saat memasukkan kode untuk masuk ke dalam unitnya, ia merasakan pundaknya ditepuk pelan oleh seseorang. Ia menjerit yang mengakibatkan beberapaa penghuni flat yang sama dengannya berdatangan.
"Agassi, apa yang terjadi?"
"Nuna, kau baik-baik saja?"
"Rin Ah-ya kenapa kau menjerit?"
Rin Ah mendengar serentetan pertanyaan yang sarat akan nada kecemasan di dalamnya. Ia masih saja memejamkan mata dan menutup telinganya. Namun ada satu suara yang sangat familiar baginya. Ia perlahan membuka mata dan telinganya. Mulanya ia hanya memandang wajah menahan tertawa yang sangat menyebalkan di depannya namun sedetik kemudian ia membulatkan matanya.
"Ya! Kau! Kenapa kau menakutiku? Mengikutiku dari ujung jalan sambil mengendap-endap kemudian mengagetkanku dan membuat keributan!"
Rin Ah berkacak pinggang dengan matanya yang membulat marah kepada orang yang sudah tertawa terbahak-bahak di depannya mengacuhkan nenek Kwak dan Yoon Hyun Bin, tetangganya yang memperhatikan keduanya dengan tatapan khawatir bercampur bingung.
"Rin Ah-ya kau yang sudah membuat keributan dengan menjerit-jerit sehingga tetangga-tetanggamu yang baik hati ini datang kemari karena mencemaskanmu. Aku sudah memanggilmu dari ujung jalan tadi tapi kau malah berlari. Jadi aku mengejarmu. Dan saat aku akhirnya berhasil mengejarmu kau malah berteriak seolah aku orang jahat yang akan menculikmu. Seharusnya kau meminta maaf karena telah membuat kegaduhan bukannya memarahiku" Laki-laki itu terlihat kesal.
"Maafkan aku nek, dan kau juga Hyun Bin-ah. Maafkan kami yang membuat keributan. Aku hanya ketakutan tadi dan orang ini memang tidak tahu tempat saat ingin bercanda. Kalian bisa kembali lagi. Sekali lagi kami sungguh minta maaf"
Rin Ah membungkuk dalam dan memaksa temannya itu untuk ikut membungkuk. Setelah para tetangganya kembali ke dalam unit masing-masing, Rin Ah menarik laki-laki itu ke dalam unitnya.
"Kau tunggu disini, kita akan bicara setelah aku mandi. Kau membuang lima belas menitku yang berharga dengan tingkah kekanakanmu itu, mengerti?"
"Iya.. iya. Maafkan aku"
***
"Jadi kau meninggalkan Man Sae di rumahmu? Kau tak khawatir persediaan makanan ringan dan maekju di lemarimu akan kosong begitu kau kembali?"
Moon Hae Rin menghentikan mobilnya saat lampu lalu lintas berubah menjadi warna merah. Ia kemudian mengguncang bahu Rin Ah yang sepertinya tertidur di tengah obrolan mereka.
"Aku sengaja menyuruhnya menjaga rumah. Salah sendiri dia membuatku berlari dan ketakutan sejauh itu. Dan jika dia berani menghabiskan persediaanku, aku akan mempersulit pengajuan magang adiknya di divisiku"
"Go Ha Na akan magang di divisimu?" Hae Rin melajukan mobilnya setelah lampu berubah menjadi warna hijau.
"Eo, mulai besok kalau tidak salah. Tadinya ia ingin bertemu denganku karena hal itu. Tetapi aku belum memberinya kesempatan bicara jadi aku menyuruhnya menungguku di rumah sampai kita kembali. Selain itu aku juga sedang kesal dengannya. Seenaknya dia menyebut dirinya sahabat tetapi hanya datang saat dia sedang butuh. Huh!" ia mendesah keras mengingat kelakuan sahabat lawan jenisnya itu.
"Kau tahu sendiri kalau ia sedang banyak pekerjaan di luar. Aku yang berada satu divisi dengannya saja hampir tidak pernah bertemu dengannya di kantor"
"Arra. Tetapi tingkah jahilnya setiap bertemu itu yang tidak bisa aku toleransi" Rin Ah membuang muka menghadap jendela yang menampilkan jajaran pertokoan yang dihiasi lampu warna-warni dan keramaian kendaraan serta orang-orang yang lalu lalang.
"Rin Ah-ya aku punya ide brilian untuk membalas si bodoh Go Man Sae. Nanti akan aku beritahu setelah pekerjaan kita selesai. Bagaimana?" Hae Rin menyeringai jahil.
"Cool. Aku setuju."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Will Go To You (Like The First Snow)
General FictionThis work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia (Undang - Undang Hak Cipta Republik Indonesia no. 19 tahun 2002). Any reproduction or other unauthorised use of the written work or artwork herein is prohibited without the...