3. Satiman

3.2K 133 7
                                    

Pusing kepala Satiman, tiga hari ini. Bukan karena penjualan parfum menurun, jeruk gagal panen, atau ditipu agen. Tapi karena kakak iparnya yang seksi montok bahenol, dan senang sekali memamerkan apa yang menonjol. Seperti sengaja berniat menggoda.

Sebagai lelaki normal, dia tentu tergoda. Tetapi sebagai pria beristeri yang berusaha menjaga pernikahannya, dia masih mencoba mengerem hasrat terlarang itu. Tetapi, bukannya memahami kegugupan suami, Mira malah memaksanya untuk mempekerjakan Mariana di salah satu tokonya.

"Dia cantik, seksi. Bisa tambah laris jualan kita." Kata Mira, seraya menggendong bayi mereka.

Satiman menghela nafas. Dia sudah berusaha membentengi iman, tetapi justru isterinya yang membuka pagar rumah mereka untuk setan.

Mariana, betul-betul agresif. Tak segan-segan dia berbicara mendesah dan menjerit manja, saat menggoda Satiman. "Jangan nunduk terus dong, Sat. Lihat paha Kak Mar ya?" Ujarnya nakal.

Satiman terbatuk-batuk, lalu menggaruk-garuk kepala. "Ti-tidak Kak Mar!"

"Kalau mau lihat, ya lihat aja Sat. Jangan malu-malu!"

"Eh, tidak Kak."

Mariana menyusun botol parfum di lemari kaca, sambil terus mengibaskan rambut panjangnya. "Kerja di sini enak juga, Sat. Kakak betah."

"Eh, iya Kak."

"Makin hari, kau makin makmur. Tidak ada niat mau nambah isteri?"

Satiman bengong, lalu cepat menggeleng. "Satu juga tidak habis, Kak."

"Ya, memang bukan makanan. Ngapain dihabiskan? Dikoleksi saja. Jika butuh pakai, kalo bosen ganti."

"Eh, anu... isteri bukan barang, Kak."

"Lalu, apa? Pembantu? Atau, Pelacur?"

"Oh, eh..."

Mariana mengedipkan mata,"Kamu pria tampan yang lugu dan baik. Beruntung sekali Mira bisa mendapatkan cintamu. Padahal, kau mungkin bisa dapat yang lebih dari Mira."

"Lebih, maksud Kak Mar, lebih apanya?"

"Lebih gede!" Teriak Mar, seraya membusungkan dada.

"Astaghfirullah..." Satiman mengalihkan pandang, menyaksikan dua gumpal daging yang menyembul sesak dibalik bra iparnya itu. Ngeri juga dia, alangkah besarnya itu, pikirnya.

"Biasa aja, Sat. Jika punya Mira udah kecil kempot, lihat saja punyaku. Gratis kok. Aman. Dari pada kau lihat dada bini tetangga?"

Satiman menelan ludah.  Betul-betul menggoda iparnya itu. Seperti tak ada tedeng aling-aling. Langsung buka front penyerangan yang ganas menghanyutkan.

Berhari-hari kemudian, serangan itu makin gencar. Pertahanan Satiman limbung, sehingga dia hanya pasrah dalam permainan api asmara iparnya yang cabul itu. Bahkan, toko parfum yang dijaga Mariana jadi sering jarang dibuka. Mereka kerap berasyik masyuk di dalam toko, atau malah bepergian mencari hotel.

Satiman, mulai menikmati babak awal sebuah perselingkuhan. Tingkahnya bak kuda baru kena suntikan, ganas menghantam di luaran. Tetapi di rumah, dia lemas kendor.

"Kok nggak maksa minta lagi, Mas?" Tanya Mira, saat melihat suaminya cepat bersiap tidur malam.

"Capek," sahut Satiman.

Jelas capek, Mar menuntutnya bermain sekian jam tanpa ampun. Binal sekali iparnya itu. Tenaga kuda liar. Lesu sampai ke tulang yang dirasa Satiman, jika sudah pulang ke rumah. Sehingga isterinya sampai tak diliriknya lagi.

Dulu, dia yang selalu memohon agar dilayani Mira. Sebab Mira kadang menolak, dengan alasan lelah mengurus anak sampai tiga, tapi tak mau mempekerjakan pengasuh di rumah. Hanya ada pembantu yang beres-beres rumah pada pagi hari. Siang sampai malam, diurus Mira sendiri.

GANCETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang