"Jangan ganggu dulu. Gue baru tidur, elah."Gio berdecak, cowok dengan setengah jiwa yang masih berada di alam mimpi itu melenguh, menarik selimut dengan kasar lalu menutupnya hingga kepala. Nihil, Nanta dan Dikta yang berusaha mengganggu, diabaikan begitu saja.
Nanta terus loncat di spring bed berukuran sedang, sementara Dikta menyingkap gorden dengan sekali tarikan hingga berhasil membuat kamar yang tadinya remang kini cerah seketika. "Bangun, Yo."
"Bang!" keluh Gio, berusaha merebut guling di pelukan begitu juga selimut yang direbut paksa oleh Dikta. "Gue begadang main game semalam. Lagian hari ini gue nggak ada jadwal kampus."
"Bangun atau gue makan ini kue?"
Mata bulat yang tertutup itu terbuka perlahan, kepalanya menybul di balik selimut abu kotak-kotakanya. Cake yang dilapisi potongan cokelat setiap bagiannya. Tidak hanya itu terdapat pula toping krim dan ceri yang menghias bagian atas.
"Jangan dimakan, elah. Punya gue, kan? Gue yang ulang tahun hari ini bukan lo," keluh Gio, lalu kembali menarik selimut, mencoba tertidur kembali.
"Benar-benar ini bocah," rutuk Dikta, menjepit hidung Gio dengan kedua jari, hingga akhirnya berhasil membuat anak laki-laki itu duduk, bangun dari tidurnya.
"Bang!" rutuk Gio.
"Bang Gio kebiasaan, kalau ulang tahun tuh senang. Bukan tiduran kayak gini, emang Abang nggak mau dirayain?" tanya Nanta, mengambil sebutir ceri di kue tanpa permisi lalu melahapnya dengan nikmat, Gio mendengkus kesal.
"Mau," gumam Gio, cemberut. Namun, namanya Gio, secepat mungkin kedua sudut bibir itu berubah menjadi terangkat ketika kue dan dua buah kado disodorkan padanya. "Gue semalam begadang nunggu kalian ucapain padahal. Kurang ajar, notif ponsel gue juga sepi."
Nanta menyengir. "Maaf, pas belajar semalam tau-taunya Nanta ketiduran."
"Gue baru selesai input data, keburu deadline hari ini, waktu gue ke kamar lo, udah tepar lo-nya," jelas Dikta, tampak mata di balik kacamata itu menyipit ngantuk. Seakan tidak tidur seharian.
"Wih! Apaan, nih!" Gio mengabaikan alasan dari kedua orang itu, setelah memotong cake, secepat mungkin ia membuka kotak hitam bermotif polkadot yang disodorkan Nanta, dua buah joy stick yang sudah jelas ia membutuhkannya. "Dek! Makasih! Tau aja punya gue udah koid."
"Biar Nanta bisa sekalian main juga," ucap Nanta tertawa pelan.
Gio menyipitkan mata dengan senang, tidak segan ia mengusap puncak kepala Nanta berhasil membuat rambut yang alami berwarna hitam kecokelatan itu berantakkan.
Setelahnya ia menyambar amplop putih, lalu menggoyangkannya sesekali menerawang isi melalui pencahayaan dari jendela. Hadiah dari Dikta. Jujur, kadang Gio tidak tau perbedaan antara malas dan terlihat sederhana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Notes [OPEN PRE-ORDER]
Teen FictionDi dunia yang menyebalkan ini, ada sebuah rahasia yang paling ingin Rean sembunyikan hingga mati. Tidak peduli orang-orang menganggapnya seperti apa, yang pasti biarkanlah rahasia penuh kelam itu menjadi tanggungannya. Namun di sisi lain, semenjak k...