Part 7

14.8K 482 17
                                    

Sabrina duduk di private jet milik pria yang saat ini duduk di hadapannya. Pria itu tampak begitu tampan dengan kemeja navy lengan pendek, celana jeans sedikit pudar dan kacamata hitam yang bertengger di kedua matanya. Rambutnya tampak sedikit di buat acak-acakan menambah kesan macho dan tampan, ketampanan khas pria Indonesia.

Lelaki itu tampak membaca majalah bisnis dengan kacamata hitamnya. Sabrina jadi heran sendiri, kenapa pria itu nyaman melihat majalah dengan kacamata hitamnya, Sabrina yang melihatnya saja sedikit risih. Apa tidak sebaiknya kacamata itu dibuka?

Aaaaaah, sudahlah, itu sama sekali bukan urusannya.

Sejujurnya Sabrina cukup risih duduk berhadapan dengan mantan suami sekaligus bos nya itu. Ia bisa saja duduk di kursi lainnya, toh pesawat ini cukup luas dan penumpangnya hanya mereka berdua dan kru pesawat, kenapa Sabrina harus duduk  berhadapan begini. Ia jadi tidak nyaman sama sekali.

Ketika mengungkapkan keinginannya untuk duduk di belakang tadi, Arka menolaknya mentah-mentah dengan alasan akan lebih mudah memanggil Sabrina jika duduk dihadapannya.

Ya Tuhaaaan, yang benar saja. Sabrina tidak tuli hingga tidak mendengar panggilan jarak dekat. Tapi karena enggan beradu pendapat, Sabrina akhirnya menurut juga.

Arka sendiri sebenarnya juga cukup gugup berhadapan dengan Sabrina. Ia memilih tetap mengenakan kacamata hitamnya dan membolak-balikkan majalah agar terlihat seperti orang sibuk. Nyatanya, sedari tadi Arka memperhatikan intens Sabrina dari balik kacamata hitamnya. Ketika Sabrina hendak pindah tempat duduk, Arka melarang keras karena bisa-bisa ia tidak dapat melihat tubuh sexi Sabrina dengan gamblang.

Entah apa yang ada di otak Arka saat ini, Arka juga bingung sendiri. Kenapa juga ia harus diam-diam menatap Sabrina, seperti lelaki kasmaran saja. Padahal ia sangat membatasi diri dari wanita dalam hal hati karena tidak ingin terluka untuk kedua kalinya seperti saat ia jatuh cinta pada Tania.

Mengingat Tania, Arka sedikit merasa bersalah pada Sabrina karena dulu pernah dengan begitu kejam membuang wanita itu dari hidupnya. Padahal saat itu bukan Sabrina yang ngotot menjadi istrinya, melainkan ayahnya yang menjodohkan mereka.

Dan mungkin ia kena karma, setelahnya ia harus sakit hati mendapati kekasihnya berselingkuh dibelakangnya. Sangat menyakitkan memang, karena itulah Arka berniat tidak jatuh cinta lagi.

"Auuww." Arka terkejut dan tersadar dari lamunannya kala menyadari suara pekikan Sabrina. Wanita itu terlihat menunduk sedih dan mengusap-usap kemejanya yang terkena tumpahan orange jus.

Melihat itu Arka segera menyodorkan tissue disampingnya agar digunakan Sabrina untuk membersihkan tumpahan minumannya. Wanita itu segera menerimanya dan membersihkan tumpahan jus yang membasahi bagian dadanya.

"Terimakasih." Arka hanya mengangguk sebagai respon.

Arka memejamkan matanya sesaat memandang payudara Sabrina. Astagaaa, payudara itu benar-benar menggoda dan terlihat menantangnya. Jika lama-lama seperti ini, bisa-bisa Arka menerkam Sabrina saat ini juga.

"Gunakan jaket ini." Arka menyodorkan jaket miliknya pada Sabrina. Perempuan itu mengernyit heran, kenapa ia harus memakai jaket padahal cuaca sedang panas di Surabaya.

"Gunakan saja." Pun Sabrina yang kembali enggan berdebat hanya menuruti Arka meskipun ia tidak tahu apa maksud dari lelaki itu.

**

Arka dan Sabrina tiba di hotel tempat mereka akan menginap selama dua hari. Ronald sebelumnya sudah memboking dua kamar untuk mereka berdua, jadi Arka tidak perlu repot-repot check in, mereka langsung ke lantai kamar hotel yang di tuju.

Kamar Sabrina bersebelahan dengan kamar yang ditempati Arka. Tujuannya supaya mudah untuk pekerjaan mereka berdua, dan Sabrina cukup bersyukur akan hal itu, setidaknya ia tidak satu kamar dengan Arka. Entah dari mana pikiran itu, Sabrina ngeri sendiri membayangkannya.

Mereka tiba didepan kamar masing-masing dalam keheningan, beberapa saat suara Arka terdengar ketika Sabrina membuka pintu kamarnya.

"Jangan mematikan ponselmu karena pekerjaan kita cukup banyak disini dan waktu kita cuma dua hari. Nanti malam akan ada pesta perjamuan dengan salah satu rekan bisnisku, jadi kau harus ikut, catat di otakmu apa saja yang perlu di catat karena itu pesta, bukan rapat. Kau mengerti?"

"Iya pak."

"Bagus, kalau begitu istirahatlah sekarang." Sabrina mengangguk kemudian mereka masuk kedalam kamar masing-masing.

Sesampainya di kamar Sabrina segera merebahkan diri di ranjang tanpa mengganti pakaiannya. Jujur ia sangat lelah, apalagi ibunya setengah tidak rela ketika tahu Sabrina ke luar kota hanya dengan atasannya saja. Tapi mau bagaimana lagi, tidak mungkin kan Sabrina pilih-pilih pekerjaan, apalagi ia karyawan baru, bisa-bisa ia jadi bahan pergunjingan di kantornya.

Tidak terasa Sabrina ketiduran karena saking lelahnya. Bunyi ponsel yang cukup nyaring membangunkannya yang seketika membuatnya terlonjak kaget. Astagaaa, ini sudah sore dan bahkan Sabrina melewatkan waktu sholat nya karena ketiduran.

Karena panik Sabrina segera mengangkat ponsel yang dari tadi sudah berbunyi nyaring dari si pemanggil yang kemungkinan besar sudah sangat kesal.

"Halo, ia pak. Maaf saya ketiduran." Ucap Sabrina lirih setengah takut. Arka yang perfeksionis pasti risih dengan jiwa malasnya.

"Nggak apa-apa, bisa saya maklumi, kamu pasti kecapean. Oh ya, sama cuma mau bilang, acara nanti kita berangkat jam setengah tujuh, jadi saya harap sebelum jam itu kamu sudah bersiap, kamu faham kan?"

"Iya pak, sebelum itu saya akan berusaha bersiap."

"Bagus, sekarang makanlah dan setelahnya teruskan istirahat kamu."

Tuuut

Arka menutup ponsel tanpa menanti respon Sabrina. Wanita itu hanya menatap hampa ponselnya. Baiklah, setelah ini ia harus segera makan, mandi dan mulai mempelajari tentang tugas yang diberikan Arka kemarin. Ia harus sedikit rajin agar pria itu tidak mengomelinya karena terlalu lambat merespon tugas-tugasnya.

My Secretary My Ex Wife (Repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang