"GALIH SADELI ADIWANGSA!"
Teriakan itu berhasil membuat seluruh pasang mata yang berada di koridor rumah sakit tertuju pada Deli dan juga Raka - kakaknya -. Deli mendengus tatkala Raka mulai mendekat kearahnya.
Keadaan menjadi sedikit mencekam pasca Deli terdiam dan tidak melanjutkan langkah kakinya. Bagaikan diejek oleh sikap Deli, Raka mulai tersulut emosi hingga memukulinya dari belakang.
Deli yang dipukul masih diam tak bergeming. Bahkan tidak mengeluarkan suara seperti kesakitan. Masih berdiri kokoh walaupun bergeser beberapa centi dari tempat awal dirinya berdiri.
"Sialan lo Del, lo pikir dengan bersikap seperti itu bisa nyelamatin mama? Enggak Del. Enggak bakalan bisa."
Nada frustasi dan juga putus asa dari Raka yang sudah memukul Deli begitu jelas dan tak lupa deru napas yang menggebu terdengar terengah-engah. Raka menatap Deli dengan tatapan kesal dan juga kecewa.
"Mama gak bakalan selamat hanya karna lo telpon dan kasih tau si tua bangka kayak tadi, Del..."
"GAK AKAN SELAMAT! INGET ITU DALAM OTAK PINTER LO, DEL!" Kalimat itu terucap begitu saja, Raka saat ini benar-benar sudah tidak bisa meredam amarahnya.
Orang-orang yang semula memperhatikan mereka kini membubarkan diri setelah melihat dua orang dari bagian keamanan yang mendekat kearah koridor tempat Deli diteriaki. Mereka bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.
"Ada apa ini ribut-ribut? Ini rumah sakit, banyak orang yang terganggu dengan kalian ribut seperti barusan. Kalau mau adu jotos mending di ring tinju sana."
Orang yang sedari tadi meluapkan amarahnya pada Deli kini diam membisu. Tak menjawab atau melakukan pembelaan atas apa yang sudah terjadi. Sementara itu belum ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Deli hingga dua orang keamanan menghampiri.
"Bubar, selesaikan dengan kepala dingin!"
Setelah dirasa suasana yang tadinya mencekam kini mulai mereda, dua orang keamanan itu pergi kembali tanpa memarahi mereka berdua. Namun. atmosfer diantara Deli dan juga Raka masih sama. Keduanya cukup lama membisu hingga akhirnya Deli menghela napas kasar.
"Cuma itu yang ada dipikiran gue. Gue pikir papa bakalan bantu mama atau seenggaknya jenguk kalua tau kondisinya A. Sorry."
Deli pergi setelah mengatakan itu untuk menghindari keributan yang akan ditimbulkan setelahnya jika dirinya masih berada disana. Raka yang mendengar itu terkekeh pelan, entah mengapa ia merasa bahawa adik kecilnya itu semakin menjauh dari jangkauannya, terus-menerus menghindar tanpa ia tahu apa sebabnya.
Mengusap wajahnya kasar, Raka sangat frustasi. Belum lagi kondisi mamanya yang semakin drop dari hari kehari, tidak ada perubahan yang signifikan. Ditambah dengan kelakuan pria tua bangka yang sialnya adalah papanya malah berlagak tidak tahu tentang kondisi istrinya sendiri. Sangat menyebalkan sekali.
Raka benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Deli, kalaupun memang diberi tahu pun percuma saja, papa mereka tidak mungkin memiliki pikiran untuk menjeguk sang istri yang sudah ditinggalkannya.
xxx
Suara pantulan bola basket dengan lantai terdengar begitu keras. Terdengar juga sesekali teriakan seorang pria yang memainkan bola basket itu. Emosinya tak terkendali, hatinya terasa ada yang mengganjal dan seolah sulit untuk menerima keadaan yang sekarang terjadi pada kehidupannya. Deru napas yang kasar ikut pula mengiringi suasana di lapangan saat ini.
Pria itu adalah Deli, ia meluapkan segalanya. Amarah, rasa kesal dan juga penyesalan bercampur menjadi satu. Hanya kata seandainya yang menjadi angan-angan saat ini. Seandainya dulu dia sudah mengetahui segalanya mungkin saat ini kondisi mamanya tidak akan seperti sekarang. Diambang antara hidup dan mati. Air matanya tak bisa dibendung, Deli kini menangis sambil terus berlari menggiring bola basket kearah ring didepannya.
Nasibnya benar-benar menyedihkan sekali. Apakah ini memang cobaan dari Tuhan atau justru teguran karena selama ini Deli jauh dari-Nya, tapi jika memang begitu dirinya hanya bisa memohon agar kondisi mamanya sehat seperti sediakala dan juga merasakan kebahagiaan walaupun hanya sebentar. Deli hanya ingin melihat senyum terukir diwajah mamanya, hanya itu saja.
"AAARRRGGGGHHHHH"
Terikan demi teriakan seolah menjadi upaya untuk mengeluarkan segalanya yang terpendam dalam hati Deli. Tidak ada yang menemaninya sehingga Deli bisa leluasa tanpa harus menjawab pertanyaan dari orang lain.
Diluar gemuruh petir terdengar begitu kencang. Tadi siang memang keadaan langit sangat cerah. Namun, tak berselang lama langit menjadi mendung sehingga saat ini hujan turun dengan derasnya seolah ikut menemani Deli yang sedang kacau.
"GUE BENCI PAPA!"
"GUE BENCI A RAKA!"
"GUE BENCI MEREKA BERDUA!"
"GUE GAK MAU PUNYA PAPA KAYAK DIA!"
"SEANDAINYA PAPA GAK NYAKITIN MAMA, MAMA GAK BAKALAN KAYAK SEKARANG! MAMA PASTI SEHAT, MAMA PASTI BAHAGIA!"
Tanpa Deli sadari ia melontarkan kata benci kepada dua orang yang salah satunya saat ini sedang melihatnya dari kejauhan. Orang itu ikut hancur melihat Deli yang saat ini sedang meluapkan segala keluh kesahnya. Seperti tertancap oleh tombak yang sangat tajam, hatinya ikut sakit dan bahkan tidak bisa berbuat apa-apa kala melihat adik kesayangannya rapuh.
Raka menangis, dia tak menyangka jika selama ini Deli membencinya. Dia benar-benar tidak tahu jika adik kesayangannya itu menaruh rasa sakit sendirian. Ini semua karena ulah papa mereka. Jika boleh Raka menyalahkan orang yang sudah membuat hidup mereka hancur, Raka akan menjawab orang itu adalah papa mereka sendiri.
Papanya sudah membuat kekacauan dan tidak bertanggung jawab. Bahkan akhir-akhir ini tidak pernah pulang sama sekali, bagaikan hilang ditelan bumi papanya menghilang begitu saja. Walaupun tidak dipungkiri jika setiap bulan memang masih mengirimkan uang untuk kehidupan mereka, tapi hanya sebatas itu, tidak lebih. Bahkan papanya itu tidak mengetahui bahwa istrinya yang tak lain adalah mama mereka masuk rumah sakit sudah satu bulan lamanya.
Mama mereka didiagnosis terkena tumor dibagian kepala yang membuatnya semakin drop dari hari kehari. Kondisi terakhirnya pun dirinya dan Deli hanya diminta untuk terus berdoa juga berpasrah pada takdir yang Tuhan tentukan.
Raka sangat menyayangi mamanya lebih dari apapun. Seperti Deli, Raka ingin melihat mamanya bahagia walau dengan ataupun tanpa papa mereka. Raka hanya ingin mamanya hidup tenang dan damai tak lupa senyum bahagia yang terukir diwajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SADELI [GSA] - (ON GOING)
Teen FictionGalih Sadeli Adiwangsa yang cuek, dingin dan irit bicara seketika menjadi sosok yang cerewet dan manja hanya karena seorang gadis bernama Laras Ghaisani. Laras sendiri adalah murid pindahan dari Jakarta. Tak banyak yang diketahui tentang Laras sela...