Happy reading, guys!×××
Koridor rumah sakit terlihat lengang. Hanya terlihat beberapa perawat yang hilir mudik, sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Deli berjalan menuju ke ruangan yang terpampang jelas di pintu berbahan kaca itu bertuliskan ¹ICU atau Intensive Unit Care.
Sebelum masuk ke ruang ICU Deli memakai baju khusus berwarna hijau tua, masker dan juga headcup terlebih dahulu sesuai dengan aturan yang berlaku untuk masuk ke dalam sana.
Pintu ruangan terbuka lebar saat Deli membukanya. Di dalamnya terdapat seorang wanita paruh baya terbayang lemah tidak berdaya. Terlihat beberapa kabel dari alat ²elektrokardiograf, ³ventilator dan juga alat infus yang terpasang di punggung tangan kirinya. Perlahan Deli mendekat ke arah ranjang. Perasaannya kini campur aduk antara sedih, kecewa, marah, tapi entah harus bagaimana.
Dilihatnya kondisi sang Mama yang semakin kurus dan pucat. Wajah cantiknya yang biasa selalu tersenyum kini hanya terpejam, rambut hitam panjangnya pun mulai menipis karena rontok.
Dielusnya kepala Mamanya dengan perlahan dan penuh hati-hati, seolah takut menyakitinya. Deli menghela napas pelan. Dunianya semakin hancur saat mendengar penjelasan dari dokter bahwa harapan hidup Mamanya kemungkinan hanya 10%.
"Ma... Bangun, Deli kangen Mama. Deli kangen masakan Mama yang selalu enak, kangen diomelin Mama, pokoknya Deli kangen sama Mama."
Kini air matanya tak bisa dibendung. Deli menangis melihat kondisi mamanya. Wanita yang paling ia sayangi harus menderita dan merasakan sakit seperti ini karena keegoisan dari seorang pria yang paling dia benci. Pria yang sialnya adalah suami dari mamanya, papanya sendiri.
"Mama harus sembuh ya..." Napas Deli terasa berat seperti terhimpit dua batu raksasa, sesak sekali rasanya.
"Mama harus liat Deli sukses, Deli gak mau sendirian. Deli maunya sama Mama..."
"Oh iya, kemarin Deli berantem sama Raka. Dia nyebelin Ma, tapi kalau boleh jujur sebenernya Deli sayang sama Raka Ma, walaupun dia kakak tiri Deli."
Saat Deli berceloteh sendiri, tiba-tiba suara melengking yang berasal dari alat elektrokardiograf berbunyi. Alat yang memantau ritme jantung mamanya itu memunculkan gambar garis datar yang panjang tanpa ada garis gelombang apapun.
"Ma... Ma, Mama kenapa?"
Seketika Deli panik, ia berlari keluar dan berteriak seperti orang kesetanan. Pikirannya kalut, yang jelas saat ini ia hanya memikirkan tentang mamanya.
"DOKTER... SUSTER..."
Terus berteriak hingga menimbulkan kegaduhan disekitar ICU. Saat seorang perawat menghampiri Deli dengan segera ia menarik pergelangan tangannya tanpa sempat mendengar perkataan darinya.
"Mama saya sus, tolong periksa mama saya!"
Keringat dingin membanjiri kening Deli. Napasnya pun terengah-engah. Deli berusaha memikirkan hal-hal positif dan juga menyenangkan yang pernah ia lakukan bersama mamanya.
"Sabar ya Dek, tenang. Dokter sudah ada di dalam untuk memeriksa pasien. Adek tunggu di sini saja nanti setelah selesai Dokter pasti langsung memberikan informasi perihal pasien."
Setelah mengatakan itu perawat yang tadi ia tarik pergelangan tangannya langsung beranjak masuk ke dalam ruang ICU.
Perasaan Deli sekarang semakin tak karuan. Berbagai macam kemungkinan yang terjadi pada mamanya satu persatu memenuhi pikirannya. Sudah hampir setengah jam Dokter dan perawat yang memeriksa mamanya belum kunjung keluar dari ruang ICU. Deli gelisah, dirinya kali ini benar-benar merasakan ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SADELI [GSA] - (ON GOING)
Teen FictionGalih Sadeli Adiwangsa yang cuek, dingin dan irit bicara seketika menjadi sosok yang cerewet dan manja hanya karena seorang gadis bernama Laras Ghaisani. Laras sendiri adalah murid pindahan dari Jakarta. Tak banyak yang diketahui tentang Laras sela...