Prolog

33 6 2
                                    

Aku dan kamu tidak akan pernah bisa bersama meskipun ada satu perbedaan yang bisa membuat kita bersama.

Mungkin aku bisa menerimamu, hanya saja kenangan pahit yang selama ini telah terjadi kepadaaku tidak bisa hilang begitu saja.

Maaf jika kau menjadi korban dari semua yang terjadi. Namun, aku pun juga sama. Aku memposisikan diri sebagai korban juga. Korban dari keegoisan orang-orang yang menganggap diri mereka sendiri dengan sebutan 'dewasa'.

Aku benar-benar mencintaimu, akan tetapi aku lebih memilih untuk tidak bersama denganmu. Aku tidak sanggup jika suatu hari nanti kita berdua akan saling menyakiti.

- Galih Sadeli Adiwangsa –

***

Suasana hening terjadi diantara Deli dan juga Laras. Keduanya hanya membisu tanpa ada yang berniat memecahkan keheningan. Baik Deli maupun Laras hanya menikmati suasana yang ada.

Tidak seperti biasanya, taman kota hari ini terbilang cukup sepi. Hanya terlihat beberapa anak kecil yang sedang bermain sembari diawasi oleh orang tua mereka. Sangat jomplang dengan keadaan Deli dan Laras, anak-anak itu bergembira dengan diiringi tawa ceria saat bermain.

"Lo tau gak apa yang gue inginkan saat ini?"

Laras yang sudah kesal karena hanya diam tanpa ada pembicaraan apapun akhirnya bersuara, melirik Deli sedang menatap lurus kearah segerombolan anak kecil yang sedang berlari tanpa arah.

"Apa?" Deli terhenyak saat mendengar pertanyaan dari Laras.

"Gue pengen balik jadi anak kecil lagi. Gak pusing terus bisa happy. Cuma tau main, makan sama tidur. Ya, walaupun galak dan kejam seenggaknya ada beberapa kenangan manis antara gue dan mama."

Secara tiba-tiba sebuah bola menggelinding kearah Deli dan Laras. Kemudian secara spontan Laras berdiri dan langsung menendang bola itu supaya kembali kepada anak laki-laki yang sedang bermain di ujung sana.

Deli tersenyum melihat tingkah Laras. "Kalau bisa gue juga pengen balik jadi anak kecil, Ras."

"Loh kenapa? Gue kira lo gak ada keinginan yang sama." Laras yang semula masih berdiri kini kembali duduk disamping Deli dan menatapnya bingung.

"Sebagian ornag bahkan punya keinginan yang sama, gak sebagian mungkin semua orang juga sama, Ras....." Deli menjeda perkataannya.

"Saat kecil gue gak tau masalah apa yang udah terjadi, tapi yang jelas keluarga gue hancur. Yang gue tau cuma bahagia, ya kayak lo, Ras. Main, makan dan tidur. Sampai akhirnya sekarang gue ngerti bahagia yang gue rasakan saat kecil dulu adalah rekaan semata dari seorang ibu yang gak mau liat anaknya sedih, tapi setelah gue tau semuanya diumur 15 tahun, gue jadi ngerasa bersalah dan gak enak sama mama. Mama sakit sendirian, gak ada yang bisa diajak berbagi cerita untuk meringankan beban pikirannya karna anaknya yang gak berguna ini gak tau apa-apa."

Menghela napas pelan sembari mengingat kembali apa yang sudah dilalui oleh dirinya, Deli kini mengubah posisi duduknya menjadi berhadapan dengan Laras.

"Del..."

"Ras..."

Keduanya saling memanggil secara bersamaan. Lain halnya Laras yang tersenyum, Deli justru menunjukkan ekspresi wajah yang tegang dan juga serius.

"Lo duluan aja Ras..."

"Hm.. Oke. Pertama, lo hebat Del udah laluin semuanya dan yang kedua sekarang ada gue. Lo punya gue. Lo bisa cerita apapun sama gue."

Laras masih tersenyum manis sampai pada akhirnya senyuman itu luntur setelah mendengar apa yang Deli sampaikan kepadanya.

"Maaf Ras, gue gak bisa."

"Tapi kenapa Del?"

Laras menatap Deli bingung sekaligus bertanya-tanya ada apa sebenarnya yang terjadi pada Deli. Padahal Laras sendiri akan dengan senang hati menjadi sandaran Deli disaat dirinya memiliki masalah, apapun itu.

"Intinya gue gak bisa. Kita gak bisa sama-sama Ras. Semoga kelak lo bahagia ya, walaupun tanpa gue, Ras."

Deli hendak berdiri dari duduknya, tapi Laras berhasl mencegahnya. Laras menahan pergelangan tangan Deli.

"Kenapa?"

Hening. Deli berusaha menenangkan pikirannya sendiri agar tidak tersulut emosi dan tidak mengatakan yang sebenarnya pada Laras.

"Gue harus pergi, ras."

"Iya, tapi kenapa?"

Laras mulai terbawa emosi karena Deli yang tidak mengatakan alasannya untuk pergi dan tidak bisa bersama dengan dirinya lagi.

"Suatu saat lo akan tau apa alas an gue pergi, Ras."

Setelah mengatakan itu Deli melepaskan cengkraman tangan Laras dan bernajak pergi begitu saja tanpa menoleh lagi kearah belakang juga tidak mengatakan apapun. Deli benar-benar pergi meninggalkan Laras yang masih syok dengan kenyataan yang harus diterima secara paksa olehnya.

***

SADELI [GSA] - (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang