NYANYIAN DI LAMPU MERAH

3 1 0
                                    

Siang itu Arul pulang sekolah dengan wajah bingung.
Hari itu dia kehilangan uang saku hasil keringat kemarin. Ia berjalan perlahan sembari memikirkan agar dia bisa beli jajan. Diiringi suara kendaraan dan suara beberapa pedagang kaki lima.

"Bagaimana ini? Aku sangat lapar ... eiihh" bisik Arul dengan suara perutnya.

"Kalau aku masak pemberian Bapak kemarin, Adek-Adek bagaimana" ucap Arul dengan suara agak lantang.

Sampai di persimpangan jalan Arul mendapatkan ide yang menurutnya bagus untuknya. Ia langsung semangat dan bergegas berlari ke rumah untuk ganti baju dilanjut membawa gelas plastik lalu berlari keluar rumah.

Nina akhir ini kebingungan kenapa tingkah laku kakaknya aneh. Sampai di pinggir lampu merah Arul menghampiri satu per satu dengan suara nyanyian tanpa musik. Sempat ia mendapat caci maki dan tidak sedikit pula ia mendapat uang receh. Lampu kuning dilanjut lampu hijau Arul bergegas menepi sejenak. Itu ia lakukan berulang kali hingga suara adzan Maghrib berkumandang.

Setelah setengah hari terpapar panas nya siang hari. Arul pergi ke angkringan dekat persimpangan itu. Suara Radio diselingi suara canda bapak-bapak yang duduk disitu.
Disaat Arul sedang mengisi perut yang memang dari siang belum terisi makanan ada Bapak-Bapak berjaket hitam bertanya kepada Arul.

"Kamu sendirian aja?" Ucap Bapak itu sambil menepuk pundak anak ini.

"I-iya, pak. Saya sendiri, Adek-Adek saya di rumah." jawab Arul dengan mulut penuh nasi.

"Loh, kamu punya adik berapa? Kamu kenapa tadi ke lampu merah?" tanya Bapak itu dengan penuh penasaran.

"Dua pak, ini tadi ke lampu merah biar bisa beli makan," jawab Arul dengan melahap makanannya.

Tersentuh dan kaget serta rasa kasihan bapak setelah mendengar kata-kata anak ini. Bocah kelas 6 pulang sekolah harus nya menikmati makan siang dari orang tua. Sedangkan anak ini harus berkeringat dahulu demi sepiring nasi di warteg sekitar. Di tengah diam nya bapak itu Arul berkata sesuatu.

"Saya pamit duluan pak, kasihan Adek saya nanti di cariin," pamit Arul dengan suara kecilnya.

Bapak itu ingin mengatakan sesuatu tetapi tidak sempat. Rasa kasihan dan pertanyaan bapak ini belum terucap karena masih merenung terlalu lama karena perkataan anak itu. Sesampainya di rumah Arul menanyakan apakah Adeknya baik-baik saja. Rasa panik Arul terhenti ketika melihat Adek-Adeknya membawa sebuah kardus kecil berisi makanan yang Arul inginkan selama di toko _"Makrobakery"_ itu. Rasa bingung Arul dikalahkan oleh aroma dari benda yg membungkus sesuatu yang sangat mahal itu. Akhirnya Arul berkata sesuatu kepada Adeknya bahwa habiskan saja. Arul pergi ke kamar dan membanting tubuhnya ke ranjang karena kelelahan.

=============ZZZZ=======================

SORE TUGU PANCORANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang