"Hasil rapat sudah kamu tulis lengkap? atau ada yang ketinggalan?"Rean berjalan keluar dari ruang rapat perusahaan, begitu juga dengan Naya yang berada di samping. Gadis dengan kemeja krim dan rok cokelat selutut itu menyodorkan tab, berisi catatan hasil rapat yang berlangsung beberapa jam lalu.
"Beberapa pengelola penerbitan memang harus ganti ternyata," gumamnya, memberi beberapa lingkaran merah pada deretan penerbitan yang telah menjadi bagian anak perusahaan Dandellion. "ETSBI."
Naya menoleh seketika. "Ada masalah dengan ETSBI? Setauku tidak ada, yang harus kita temukan lagi solusinya ada di bagian nomor--"
"Saya menggumamkannya apa berarti harus ada masalah?" tanya Rean, mengangkat sebelah alis. Lagi-lagi hawa gelap yang susah payah ia pendam begitu dalam sedikit meluap. Ah, penerbit ETSBI yang begitu dekat dengannya kini menjadi hal menakutkan tersendiri baginya. Untuk melihat namanya saja, sudsh menjadi hal sensitif tersendiri bagi Rean.
Memperhatikan raut wajah Rean yang tidak enak, Naya sedikit menunduk. "Maaf."
"Kamu sekretaris pribadi saya, paham?" tegur Rean, memasuki lift, begitu juga dengan Naya. "Tolong lebih profesional lagi dalam bekerja, mengerti? Apa perlu saya jelaskan lagi terkait job desk kamu?"
"Tidak," gumam Naya, sekali lagi membungkukkan badan. "Sekali lagi maaf."
"Jangan diulangi lagi, atau saya benar-benar mempertimbangkan kamu untuk keluar dari sini," tekan Rean, sorot matanya menatap nanar, lalu secepat mungkin memalingkan wajah ketika Naya langsung menatapnya. Terkejut? Pasti, bahkan Rean yang mengucapkannya saja tidak menyangka ketika kata itu keluar dari mulutnya.
Merasa suasana canggung memenuhi sudut lift, Rean melonggarkan dasi, berdehem. Nihil, belum sempat berbicara suara getaran ponsel terdengar. Ada banyak pesan bahkan panggilan telpon yang belum ia jawab ketika rapat.
Gio. Bukankah aneh jika adiknya itu menelpon? Dibandingkan ia, bukankah Gio lebih banyak bergantung pada Dikta?
Gio
Setiap gue ke perusahaan kenapa dicegat satpam mulu, dah?
Gimana bisa gue harus ngejelasin kalau gue bagian dari anggota Anggara tiap kali ke sini?Malas membalas gerutuan itu, Rean mematikan ponsel, meletakkan kembali dalam saku. "Naya, maaf untuk ucapan saya tadi," gumam Rean, setengah menatap wajah gadis itu yang senantiasa melihat angka pemberhentian lift.
Pintu terbuka. Rean mengembus napas panjang, begitu juga Naya yang diam-diam lega karena jauh mendapat udara segar atas kecanggungan yang berhasil ditimbulkan keduanya.
Rean menuju ruangan, langkahnya terhenti sesaat begitu gadis itu juga melakukan hal yang sama untuk menuju bagian sebelah. Suatu ruangan khusus untuk sekretaris. Tidak bisa Rean bayangkan ketika Papa maupun Mama bekerja dengan cara seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Notes [OPEN PRE-ORDER]
Teen FictionDi dunia yang menyebalkan ini, ada sebuah rahasia yang paling ingin Rean sembunyikan hingga mati. Tidak peduli orang-orang menganggapnya seperti apa, yang pasti biarkanlah rahasia penuh kelam itu menjadi tanggungannya. Namun di sisi lain, semenjak k...