Sejak lima belas menit yang lalu, Dyra mendengarkan Rio—rekan kerjanya—yang bertugas presentasi. Ada job baru, ada pasangan yang hendak menikah dan menyewa jasa wedding organizer mereka.
Di depan sana, Rio pintar sekali menjelaskan bagian-bagian apa saja yang mempelai butuhkan. Mulai dari dekorasi, tata rias, hingga katering dan pengisi acara. Ah, satu lagi. Lokasi yang mempelai inginkan adalah di rumah pribadi, tapi suasana seperti pesta di gedung.
Kalau itu sih, ISY—singkatan dari It Suits You—tempat Dyra bekerja ini bisa melakukannya.
“Nama pasangan yang kali ini menyewa jasa kita Wina dan Wawan, kan?” tanya Gita setelah Rio selesai memberikan presentasi.
“Betul, Mbak. Mempelai prianya ini teman aku waktu SD. Kita bisa menjelaskan konsep ke mereka setelah Mbak Gita ngasih lampu hijau.” Rio menggeser tangannya pada laptop layar sentuh miliknya. Beberapa gambar dekorasi ditampilkan di layar. “Untuk dekorasinya sendiri, aku menyarankan yang ini. Kalau ada bunga-bunga di dinding gang masuk rumah mempelai nanti pasti tamu pada kaget, takjub gitu.”
“Bunganya sendiri, mempelai mau yang apa?” tanya Gita lagi.
“Bunga asli, Mbak. Fresh from the oven. Kalau jenisnya mereka nggak minta yang khusus gitu, tapi yang aku tangkep dari diskusi pertama kami, Wina dan Wawan sukanya yang colorful. ”
Rio ini termasuk satu-satunya cowok di ISY yang cepat kalau kerja. Tidak bertele-tele dan langsung fokus ke tujuan. Dyra melihatnya sendiri saat pertama kali ia kerja di ISY. Saat itu ia juga ditugaskan bersama Rio untuk memegang salah satu mempelai yang ribetnya minta ampun. Tapi, apa yang terjadi pada mereka saat Rio sudah turun tangan? Mereka langsung setuju karena Rio tahu apa yang mereka inginkan.
Sama seperti sekarang, Dyra juga ditugaskan bersama Rio. Bekerja di ISY memang memiliki sistem yang berbeda. Karena job selalu berdatangan hampir sebulan sekali, Gita—sang pemilik—menerapkan sistem kelompok yang anggotanya utamanya dua orang. Tapi, dengan catatan semua pihak tetap bekerja bersama.
“Ra, kamu udah konfirmasi ke kedua mempelai soal yang aku minta kemarin?” Mata Rio tertuju pada Dyra yang duduk di kursi paling depan. Ada sekitar enam orang yang ikut rapat kali ini. Mejanya pun hanya ada satu, berbentuk oval persis seperti konferensi meja bundar di Belanda.
“Udah, Mas.” Dyra berdiri dari tempat duduknya. Gilirannya menjelaskan. “Setelah rapat pertama dengan mempelai minggu lalu, pihak kita menyarankan menghias gang masuk. Jadi, supaya tamu-tamu yang datang bakal terpesona dan membuat pesta mereka memiliki nilai plus.”
Dyra memperhatikan respons rekan kerjanya yang ikut rapat kali ini, termasuk Gita. Bagaimanapun, meski job kali ini sudah diserahkan sepenuhnya padanya dan Rio, mereka tetap membutuhkan satu kata persetujuan dari Gita.
“Oke, respons mempelai gimana?” Gita menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Persis seperti bos besar yang menuntut penjelasan dari karyawannya. Ah, tapi wanita berusia kepala tiga itu memang bos di ISY.
“Hal pertama yang aku tangkep dari ekspresi mereka itu pancaran bahagia, Mbak. Terutama Mbak Wina. Memang dasarnya penyuka bunga, jadi waktu disaranin begitu, mereka langsung setuju.” Mengingat mata Wina yang berkaca-kaca, membuat Dyra ikut merasakan bahagia. Apa mereka berhasil lagi kali ini?
“Tapi jangan terlalu senang dulu. Masih awal. Untuk sekarang kita buat dekorasi seperti yang diinginkan mempelai. Kalau soal tata rias dan katering gimana?”
“Tata rias udah clear, Mbak,” celetuk Ratih yang duduk di samping Gita. Hari ini seperti biasa, wanita yang lebih tua dua tahun dari Dyra dan berprofesi sebagai MUA itu selalu memakai gamis. Sangat berbeda dengan Dyra yang lebih suka dengan kulot dan blus yang dimasukkan. Jadi terlihat rapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setidaknya Bukan Kamu (SELESAI)
RomanceSejak kecil, Farraz selalu dicap sebagai laki-laki penyakitan, kecil, lemah, dan eksistensinya tidak diinginkan. Alasannya karena Farraz mengidap Hemofilia yang membuatnya harus dijaga ketat oleh keluarga. Akibatnya Farraz pun sering sendirian dan b...