Langit sore yang berubah menjadi kemuning jingga selalu berhasil membuat Laras jatuh cinta berkali-kali. Bukan hanya sore itu habis turun hujan, namun kepulangan burung-burung di atap rumah seolah menyambutnya hari ini. Bapak tidak pernah suka ketika burung-burung gereja itu berkicauan terus-terusan, katanya buat kuping ingin pecah. Namun Laras menganggap suara itu seperti sorak sorai terima kasih karena telah kerja keras hari ini. Walau Laras tahu artinya bukan itu, namun begitulah cara ia mendorong dirinya untuk maju.
Entah darimana, tiba-tiba Juanda kembali ke rumah. Masih menggunakan seragam yang bedanya sudah tidak serapih pagi tadi. Dasi dan ikat pinggangnya entah ia lepas dimana, dan 3 kancing baju paling atas ia buka begitu saja. Laras sempat mendengus pada Juanda ketika anak itu lewat di depannya dan kemudian beralih duduk disamping Laras sambil melepas sepatu.
"Udah berapa lama tuh sepatu nggak di cuci? Baunya udah kayak nasi basi." Dan kurang ajarnya, Juanda malah menyodorkan sepatu tali yang semerbaknya bukan main ke wajah Laras.
"Joorook banget sih jadi anak! Lo pikir wangi apa?"
"Wangi lah sikil gue mah!" Begitu kata Juanda dengan bangga.
"Motor lo kemana?" Tanya Laras.
"Ditilang polisi gue." Ketika tertawa dan tergaket jadi satu, namun Laras memilih tergelak kencang di teras rumah sore itu. Menyadari bagaimana Juanda di tilang polisi. Tetapi tiba-tiba kepala Laras mempropokasi untuk memanggil Bapak, agar beliau tahu bagaimana kelakuan anaknya yang satu ini. "Jangan bilang Bapak, ribet kalau dia udah turun tangan."
"Ya nggak bilang juga sama aja! Kalau entar Bapak nanya kemana motornya? Lo jawab apa?"
"Bilang aja di bengkel."
"lagian kenapa bisa sih sampai di tilang gitu?"
"Ya gimana nggak di tilang, orang motor butut, terus platnya juga udah mati. Padahal gue udah lewat jalan pintas tadi, tapi masih ada aja polisi. Sialan emang."
"Makanya elo kalau dibilangin Bapak tuh nurut. Udah di beliin motor yang lebih bagus bukannya di pake malah di jogrokin doang. Motor yang udah nggak pantes di sebut motor alias rongsokan malah yang sering di pake."
"Lo adalah orang ke 78 yang bilang si Bohay motor butut. Lo bakalan kena sangsi nanti. Dan kalau perlu gue kasih surat isomasi."
Laras menoleh hanya untuk mendapati wajah suram Juanda menatap tiang-tiang listrik di halaman rumah. "Nggak usah kebanyakan gaya. Gue sentil aja motor lo udah langsung ancur ampe mesin-mesinnya. Bapak sih nggak bakal marah kalau motor lo yang ditahan, tapi marah kalau lo nggak pernah nurut di bilangin. Udah nggak usah di tebus motor lo, biar aja disana. Barangkali bisa bantu polisi buat nimpuk maling."
Juanda tidak menjawab. Ia masih menatap nelangsa burung-burung yang nangkring di kabel listrik. Dagunya ia sanggahkan di atas tangan, paling sebentar lagi anak itu akan menjadi laki-laki paling sedih nominasi tahun 2017. Laras tahu, motor vespa itu Juanda beli saat dirinya masih SMP kelas 8. Dengan hasil uang tabungan yang telah ia kumpulkan, dan di campur juga dengan uang Bapak selebihnya. Keinginannya untuk mendapatkan vespa kuning mentereng tidak lah mudah, layaknya seperti menunggu owner online shop yang slow respon bukan main saat balas chat. Dan ujung-ujungnya, motor vespa Juanda bukan berakhir di museum nasional, dan malah berakhir tragis di kantor polisi.
"Nda, menurut lo Lingga tuh serius nggak sih sama gue?"
"Yang gue liat sih serius. Lo kan udah lama sama dia, sampai bertahun-tahun. Kalau nggak serius buat apa dipertahanin sampai sekarang? Tumben banget lo nanya gitu. Emang menurut lo gimana?"
"Dulu gue yakin kalau dia serius, tapi kalau sekarang..."
"Kenapa? Ngerasa ragu ya sama si Lingga?"
Dalam diam Laras mengangguk setelah memindahkan anak kucing ke tempat yang lebih nyaman. "Mungkin iya, Nda. Dia emang tulus sama gue, tapi kalau masalah seriusnya gue nggak tau. Lo tau kan kita pacaran udah lama, pasti Lingga pernah berada di titik jenuh. Mungkin sekarang dia lagi di posisi itu. Buktinya, dia nggak sepengertian kayak dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Bui
General FictionLaras tidak tahu harus menunggu seberapa lama lagi sampai Lingga mampu menjadikan hatinya satu-satunya. Meninggalkan dirinya seorang diri dengan bayangan yang semu. Dan, sampai pada suatu hari dimana Lingga berkata, "Maafin aku, Ras." ft. taehyung ©...