Sejak kecil, aku memang terbiasa diremehkan. Aku juga sudah biasa dipandang sebelah mata oleh mereka yang seharusnya menjadi pelindungku, karena Mamah akan lebih memperhatikan Mbak Resa dengan alasan Mbak Resa lebih segalanya dari aku.
Mbak Resa lebih cantik, lebih pintar dan lebih disukai banyak orang.
Maka sudah nggak aneh, jika sekarang Mbak Resa mungkin berpikir aku tak pantas untuk Mas Alfa, terlepas dari dosa Mbak Resa sendiri yang menyakiti lelaki itu.
Sakit tapi enggak berdarah.
Nyesek banget gak, sih? Ketika seharusnya keluarga adalah tempat ternyaman bagiku untuk bersandar, fakta yang ada sungguh menyakitkan.
Namun, untungnya, di antara semua kesakitan yang ada, almarhum Ayah memberikanku bahunya untuk sekedar melepas lelah sehingga meski dunia seolah tak menginginkan, aku bisa tumbuh menjadi wanita yang lebih kuat.
"Eheum!" Aku berdehem untuk menetralkan sesak yang terus menyeruak.
Entah ke berapa kali, tangan ini mengusap air mata yang sedari tadi tak henti mengalir ke pipi sambil mengiris bawang merah.
Pagi ini, kami kembali ke apartemen. Kebetulan Mas Alfa ambil cuti, aku berniat memasakkan Mas Alfa nasi goreng menu kesukaannya, seperti kata Mbak Resa.
Sejujurnya, aku sengaja mengiris bawang agak banyak biar banyak yang menyangka aku menangis karena bawang, bukan karena hatiku yang sakit. Padahal, bisa dibilang aku menangis karena keduanya.
Ya, bawang juga ya ... hidupku juga yang seperti anak pungut di keluarga Raharja.
Di tengah kesibukanku berjibaku dengan kabinet dapur, tiba-tiba pintu kamar utama terbuka.
"Zela!" panggil Mas Alfa. Pasti dia baru selesai menerima konsultasi online via daring.
Heran. Waktu cuti saja ia masih sibuk dengan pekerjaannya.
"Iya, Mas?" tanyaku sambil menoleh ke arah Mas Alfa.
Degh! Aku mengerjapkan mata beberapa kali, memastikan kalau aku sedang tidak berhalusinasi.
Astaghfirullah! Nikmat mana lagi yang aku dustakan? Baru saja mengeluh tentang takdir, aku diberikan hadiah pemandangan seindah ini.
Sekarang aku tahu, apa pesona lelaki ini. Pertama dia memiliki bola mata yang indah dan terang. Kedua, model rambut berponinya yang terkadang terlihat acak-acakan saat sedang bekerja membuatnya sangat menarik dan ketiga ... rahangnya yang lancip juga kokoh membuat para kaum hawa klepek-klepek.
Ini sebenarnya siapa, sih? Yang lagi berdiri di depan pintu kamar.
Mas Alfa, kan? Suamiku? Seriously?
"Zel, kamu liat stetoskop saya, gak?"
Aku diam, masih terpesona.
"Zel!" Mas Alfa mengulang panggilannya lagi dan aku baru sadar kalau telah menatapnya terlalu lama.
"Eh, anu, di mana, ya?" Bergegas aku memalingkan muka, salah tingkah sampai tanpa sadar aku sedang mengiris bawang.
"Aww!" pekikku sakit. Ketika menyadari kalau tanganku-lah yang teriris bukan bawang.
Kok, bisa sih?
"Ya Allah, Zel! Tanganmu berdarah!" Mas Alfa yang berdiri di depan pintu kamar langsung bergegas mendekat.
Dengan secepat kilat, dia menarik tanganku dan mengemut jari yang berdarah tanpa rasa jijik.
Aku yang kaget atas perlakuannya, hanya bisa mematung karena sibuk menormalkan irama jantung yang sudah berlompatan bagaikan disetrum listrik berkekuatan tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tukar Pasangan (Jodoh)?
General FictionZela dan Alfa sama-sama korban pengkhianatan yang dilakukan oleh Yoga dan Resa. Siapa sangka, di saat Zela sedang menempuh pendidikan pulang-pulang dia harus mendapat kabar kalau Resa--kakaknya hamil oleh Yoga yang ternyata kekasihnya sendiri. Sakit...