Part 7. Cemburu

558 40 3
                                    

Sepertinya aku keracunan. Iya, keracunan sikap Mas Alfa yang terlalu banyak mengandung zat adiktif yang berbahaya bagi jantungku.

Baru beberapa hari menjadi istrinya saja, jantung ini sudah dibuat kembang-kempis.

Bagaimana jika setahun?

Ya, ockay lah aku paham dia mengatakan kata 'Sayang' untuk sekedar membantuku yang tersudut. Tapi, kenapa harus sejauh itu?

Lalu, anehnya, kenapa juga setelah pulang dari rumah Bu Imel dia sama sekali tak membahas tentang panggilan,  'Sayang' yang dia ucapkan di depan keluarga kami?

Apa panggilan itu sama sekali tidak berarti untuknya?

Layaknya patung manusia yang diberi nyawa, dia kembali kaku. Sedang, aku hanya bisa menatapnya dan mencoba menerka-nerka isi kepala Mas Alfa.

Hal ini tentu membuatku gelisah enggak jelas dan hasilnya aku pun mengalami insomnia semalaman. Sampai-sampai aku baru bisa tidur setelah jam Cinderella selesai.

Ngantuk.

Sekuat tenaga aku menahan mataku agar tetap terbuka sambil membereskan meja Mas Alfa, tapi tetap saja aku kalah.
Mata ini seolah berat untuk mengangkat kelopaknya. Mungkin memang syaiton sedang bergelantungan di bulu mata.

Merasa tak kuat, aku pun memilih memejamkan mata sebentar di atas meja dan tertidur sekitar beberapa menit.

"Zel!"

Parah! Bahkan dalam mimpi pun, suara Mas Alfa terasa nyata.

"Zel? Zela? Ayo, bangun, Zel! Bentar lagi praktek buka ...."

Kali ini kurasakan ada sebuah tangan menepuk tanganku berulang kali dengan lembut. Mataku pun reflek terbuka, karena perasaan suaranya sangat familiar.

Dengan cepat,  kudongakkan  kepala dan menemukan Mas Alfa sudah ada di depanku.

"Mas? Eh, udah datang?"

Sontak aku berdiri, lalu membersihkan muka. Untunglah karena mungkin hanya sejenak terlelap, tak ada iler atau sebagainya.

Aman.

"Iya, kamu capek, ya? Sampai ketiduran, gitu?" tanya Mas Alfa yang hari itu mengenakan kemeja slim fit warna biru metalic.

Heran. Meski sudah siang begini wajahnya Mas Alfa masih tampak segar dan badannya mengeluarkan aroma parfum yang menyegarkan. Jelas kondisi Mas Alfa berbanding terbalik dengan kondisiku yang kuyu. Padahal dia sudah bekerja di rumah sakit sebelumnya.

Ini tidak adil. Dia pasti tidur nyenyak semalam, sementara aku untuk memejamkan mata saja sulit karena terus terbayang panggilannya.

"Eh, anu, Mas maaf. Soalnya semalam aku gak bisa tidur, jadi ngantuk hehehe ...." cengirku
malu.

"Gak bisa tidur? Kok bisa?"

Mas Alfa memiringkan kepalanya seperti bingung atas jawabanku. Fyi, kami memang sepakat sementara tidak tidur dalam kamar yang sama, selain karena menghindari hal yang diinginkan, kami pun berusaha menjaga privasi satu sama lain.

"Ehm, sebenarnya itu karena ...."

Aku menjeda kalimat sambil memutar bola mata, mencari alasan yang tepat. Namun, belum sempat aku menyelesaikan ucapan tiba-tiba tubuh Mas Alfa melangkah maju mendekat sehingga kakiku mundur merapat ke bad periksa.

Mentok. Gawat.

"Karena apa? Karena saya, ya?" tanyanya lirih seraya memajukan wajah hingga hidung kami hanya berjarak lima centi.

Tak dapat terhindarkan, dalam jarak sedekat ini mata kami tentu saja langsung bertemu pandang dan dadaku sontak saja berdebar kencang.

"Ka-kata siapa?" Aku menelan ludah dengan gugup karena merasa tersudut.

Tukar Pasangan (Jodoh)?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang