41 : KERAGUAN NAYA

168 33 0
                                    

"Kakak nggak bermasalah memang nantinya kalau temani gue di sini?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kakak nggak bermasalah memang nantinya kalau temani gue di sini?"

Naya menggeleng pelan, tersenyum lembut. Keduanya kini berada di ruang baca perusahaan, sudah dipastikan buku dari penerbitan Dandellion maupun anak penerbitan perusahaan itu terpajang berdasarkan bulan dan tahun.

Gio yang tidak pernah menyusuri ruangan lain tentu tercengang. Ia yang duduk di karpet berbulu itu menoleh kiri kanan sembari memperhatikan dengan tidak percaya. Baru Gio tau ternyata ada ruangan baca yang tidak membosankan seperti ini. Penuh dengan warna, musik klasik yang menenangkan, juga pengharum ruangan yang dipakai ....

Gio memejamkan mata, menyunggingkan senyum. Mengingatkannya akan permen karet. Manis sekali.

Tidak ada ruangan sempit ataupun remang yang membosankan. Ada banyak hiburan dan pencuci mata. Mulai dari beberapa alat peraga yang berhubungan dengan ensiklopedia, lalu beberapa poster berisi ilustrasi dari tokoh-tokoh di novel yang tertempel di dinding, lalu ... ah!

Gio sontak bangkit, menuju lemari pada salah satu bagian komik. Tidak hanya bacaan, tetapi juga ada beberapa action figure. "Wih! Kak Naya! Boleh gue ambil satu? Kalau nggak boleh satu, sepuluh, dah. Ikhlas, kok."

"Kamu mau ditangkap, Gio?" ancam Naya, tersenyum menyeramkan.

Gio mendelik, meletakkan satu action figure Itachi ke lemari. "Iyo anak baik, lembut, ganteng," ucap Gio menunduk, menautkan jari-jari manja. "Nanti kalau Iyo ditangkap, Bang Dikta sama Adek bisa kelaparan di rumah."

Naya tertawa seketika, sembari mencengkeram beberapa berkas yang selalu siap sedia di tangan. "Kamu nggak banyak berubah, ya, dari dulu."

"Kakak yang banyak berubah," timpal Gio, mengambil beberapa komik, lalu kembali duduk, bersandar dibantal besar layaknya kursi. "Nggak pernah main lagi ke rumah, jarang ketemu juga. Yah ... gue tau Kakak udah putus sama Bang Rean, tapi sejujurnya gue, Bang Dikta, sama Nanta benar-benar butuh bantuan Kakak."

Sebagai jawaban, Naya yang memandang sekeliling, kini menyengir. "Maaf, ya."

"Nggak perlu minta maaf, harusnya gue yang terima kasih. Dari dulu sampai sekarang Kakak selalu peduli sama kita-kita, bahkan ke Bang Rean juga. Gue yakin itu manusia pasti udah kagak keurus lagi jadwal istirahatnya kalau nggak dipaksa. Cih, mana alasan gue ditolak mulu, padahal demi kebaikkan dia juga."

"Masih?" tanya Naya.

Gio mengangguk pelan, menunduk sejenak, tersenyum samar. "Tujuan utama gue masih sama kayak dulu," gumamnya.

Tak ingin suasana kembali menghantui, secepat mungkin Gio mengalihkan pembicaraan, mendengkus. "Memangnya Kakak baik-baik aja selama ini kerja sama makhluk sensi kayak dia? Galak, kan? Orang kayak Bang Rean nggak usah ditemanin, Kak. Nggak seru. Mending sini sama Babang Iyo."

Tidak mendengarkan, Naya mendekat ponsel ke telinga. "Halo, Nes. Ini, aku mau infoin kalau Gio baru a--"

Nes? Nesya!

Brother Notes [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang