Part 7

810 31 5
                                    


Herza mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan ibu kota yang bisa di bilang sepi. Selepas pulang dari sekolah, Herza mengendarai motornya. Pikirannya saat ini tengah kacau.

"Gue brengsek banget, La sampe tega nyakitin lo."

Fokusnya mendadak hilang, melihat ke depan ada seorang anak kecil yang hendak menyebrang.

Tak ingin mengambil konsekuensi, Herza lebih memilih untuk membanting stir.

'Brak!'

Motor yang di kendarai Herza menambrak pembatas jalan, membuatnya terpental beberapa meter.

"Argh!"

Syaqela yang berada di halte sontak terperanjat kaget saat mendengar suara gaduh. Ia melirik ke arah suara, sontak matanya membulat kala melihat siapa di sana.

"HERZA!" teriak Syaqela, ia lantas berlari ke arah Herza.

"Za." Syaqela langsung membantu Herza untuk berdiri. Herza yang merasa dirinya di bantu sontak melirik seseorang di hadapannya.

"Syaqela." Sontak Herza berhambur memeluk tubuh Syaqela dengan erat. Hatinya senang kala melihat yang membantunya adalah Syaqela. Ia tak memedulikan rasa sakit di sekujur tubuhnya, saat ini ia justru senang melihat Syaqela yang masih memerhatikannya.

"La." Herza semakin mendekap Syaqela dengan erat.

Syaqela yang di dekap erat oleh Herza hanya terdiam. Menikmati pelukan yang di berikan oleh cowok tersebut. Pelukan yang pertama kali ia dapatkan dari Herza.

Syaqela merasakan bahunya basah. Apa Herza nangis? Pikirnya.

Yah, Herza menangis. Ia terlalu senang kala Syaqela tak menolak untuk ia peluk.

Tangan Syaqela terulur, mengusap pelan punggung cowok itu. Jujur ia sangat merindukan Herza.

"Za, kamu nangis?" tanya Syaqela lembut.

Dalam dekapannya Herza menggelengkan kepala, tapi nyatanya ia menangis.

"Bohong," sanggah Syaqela.

"Gue kangen sama lo, La. Gue kangen," ucapnya.

Syaqela hendak menangis, tapi sekuat tenaga ia menahannya. Tidak, ia tidak boleh menangis.

"A-aku juga kangen sama kamu."

Herza mengusap air matanya, lantas ia melepas pelukannya. Menatap pahatan demi pahatan wajah Syaqela yang nyaris sempurna. Wajah cantik yang selalu ia hindari selama ini.

"Maaf, gue minta maaf. Gue gak bermaksud lukain hati lo. Gue emang brengsek, gue bajingan, gue cowok pengecut yang berani nyakitin hati cewek sebaik lo," ucap Herza seraya memukul dirinya sendiri. Melampiaskan kekesalnya atas kesalahan dirinya.

Syaqela menahan tangan Herza yang hendak memukulnya, "Hei, stop. Udah, kamu gak salah. Aku harusnya bisa ngertiin kamu, aku harusnya gak terlalu permasalahkan hal itu. Aku yang harusnya minta maaf sama kamu, jadi stop sakitin diri kamu."

Herza menatap nanar Syaqela,  hatinya berdenyut sakit kala  mendengar penuturan dari Syaqela. Bagaimana bisa ia menyakiti hati seorang wanita selembut dan sebaik Syaqela.

"Maafin gue, La," lirih Herza.

Syaqela menganggukan kepalanya, air mata sudah berhasil meluncur tanpa seizinnya. "Iya, aku maafin kamu. Aku maafin kamu, Za."

Lagi lagi Herza berhambur memeluk Syaqela. Bahunya bergetar hebat karena menangis.

"Cengeng," cibir Syaqela yang sebenarnya ia juga ikut menangis.

Seamin Tak SeimanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang