4. Maaf dari Ayah

83 9 0
                                    

Selepas Mama menamparku, Kak Zio diam. Ia tak lagi merengek. Sepertinya ia ketakutan. Tidak, aku tidak peduli dengannya. Ia bahkan tidak tahu perihnya tamparan dari Mama yang kurasakan. 

Mama akhirnya membawa Kak Zio, bertepatan dengan datangnya Ayah. Aku sempat mendengar Ayah bertanya sebelum akhirnya aku mendengar suara langkah kaki yang perlahan menjauh. Pada akhirnya, air mataku kembali menetes di hadapan Ayah. Aku benar-benar takut bila Ayah akan memarahiku juga. Tetapi tidak. 















Ayah memberiku pelukan terhangatnya. 



















Aku sungguh tidak bisa menahannya lagi. Kutumpahkan semua air mata yang kupunya di dekapan Ayah. 

.

.

.

"Kenapa?" 

Aku memberi jeda sejenak. 

"Kenapa Mama tampar aku? Kenapa Kak Zio begitu?" 

Masih dalam dekapan Ayah, aku mencoba untuk bicara. 

"Sebelum Ayah jawab pertanyaan Mino, Ayah boleh tau dulu tadi Mino ngapain?" ujar Ayah sembari mengusap lembut punggungku. 

Aku lantas menceritakan hal menyakitkan yang baru saja kualami. Lega rasanya ketika Ayah memberiku ruang untuk bicara tanpa menyelanya. 

"Terus Mama tampar aku sambil bilang--" 

"Bilang apa?" tanya Ayah. 

Sial, aku tidak bisa melanjutkannya. Aku justru menangis lagi. 

"Nggak apa-apa, pelan-pelan aja. Kamu pasti masih sakit hati, Ayah ngerti" 

"Mama bilang... Apa susahnya ngalah. Mama capek..." 

Akhirnya aku menuntaskan ceritaku. 

"Untuk pertanyaan kamu tentang Kakak, Kakak itu istimewa, Mino," kata Ayah.

"Istimewa?" 

"Iya, makanya Kakak begitu. Tapi, bukan tanpa alasan Kakak jadi istimewa."

"Emang Kakak kenapa?"

"Nanti kamu juga tau. Sekarang, anggap saja Kakak istimewa, ya?"

"Apa itu alasan Mama marah sampai tampar aku?" 

Ayah diam sejenak.

"Mino, Ayah nggak mau keistimewaan Kakak menjadi alasan untuk menyakiti yang lain. Mama begitu karena dia emosi. Itulah alasan kalau kita marah sebaiknya kita tahan. Karena kalau orang lagi marah, dia nggak bisa kontrol dirinya. Ayah minta maaf karena Mama udah tampar kamu."

"Ayah kan nggak salah, kenapa Ayah minta maaf?" Aku mendongak untuk menatap wajahnya. 

"Ayah minta maaf mewakili Mama. Nanti kalau kamu udah tumbuh lebih dewasa, Ayah bakal jelasin lagi kenapa hari ini Ayah minta maaf. Jadi simpan maaf dari Ayah ya? Kalau Ayah lupa, kamu bisa ingatkan Ayah di masa depan." 

Pembicaraanku dengan Ayah ditutup dengan senyum manis beliau.

Malam harinya aku menghampiri Mama untuk minta maaf. Ayah juga mengajarkanku bahwa membuat orang lain marah bukanlah perbuatan baik. Tapi sepertinya aku paham kenapa Ayah minta maaf padaku terlebih dahulu. 

Yah... Kupikir bisa memaafkan orang lain juga hal yang baik. 

-

-

-

@SpringgFairyyy 



❝K A K A K❞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang