“Ada kiriman paket untukmu lagi Fio!” sahut Han Na saat dirinya masuk kedalam ruang kerjaku dengan membawa buket bunga mawar kiriman seseorang. Aku yang sudah tahu siapa yang mengirimnya lalu aku berbicara, “Buang saja atau berikan kepada orang yang membutuhkan.” sembari membaca laporan keuangan yang kupegang.
“Kau tidak mau melihat siapa pengirimnya? Dia mengirimimu ini hampir setiap hari selama 1 minggu belakangan ini. Mungkin dia ada perasaan denganmu?” cetus Han Na sambil menciumi aroma bunga mawar. Henry yang sedari tadi ada di ruangan sontak melempar berkas ke mejaku saat mendengar ucapan Han Na.
“Kembalilah bekerja, Han Na. Jangan membuat ricuh hanya untuk masalah sepele seperti itu.” marahnya yang membuat senyum Han Na menciut dan memilih keluar dari ruanganku. Entah sudah berapa banyak uang yang dia habiskan hanya untuk membelikanku bunga yang bahkan sama sekali tidak kupandang.
Dia pikir semua bisa terselesaikan dengan pemberian bunga darinya. Bahkan dia sama sekali tidak menghubungiku semenjak hari itu. “Bodoh!” rutukku pada diriku sendiri. Dia mana tahu nomorku sekarang.
“Apa yang kau pikirkan sampai bengong begitu?”
“Tidak ada. Bagaimana menurutmu calon-calon investor yang sudah kupilih?” paparku mengalihkan pembicaraan karena aku tidak mungkin jujur pada dirinya.
“Kenapa semua calon calon ini kelihatan seperti tua-tua cabul begini?” tukasnya menyipitkan matanya tidak suka membuatku tambah pusing. Orang lagi berbicara apa dia malah membahas hal lain.
“Mau dia cabul atau bahkan punya selusin simpanan tidak ada hubungannya dengan kita, Hen. Yang kita perlu tahu fundamental perusahaannya bagaimana bukan kehidupan pribadi mereka.” sanggahku sambil menaruh tangan di dahiku.
“Tapi tidak ada yang masuk dimataku Fio. Kalau semua bentukannya begini, pasti korbannya salah satu karyawan kita termasuk kau.”
“Ini semua harus kita lakukan karena tingkah berani memukul Marvin kemarin. Kau tahu-kan dia itu perusahaan nomor satu di New York. Untung saja dia tidak mengungkit hal ini di media atau tidak, kita sudah ada di jalanan sekarang.” sambungku menggelengkan kepalaku.
“Terus kau mau aku berbuat apa? Berlutut meminta maaf pada dirinya?”
“Tidak ada gunanya juga. Dia menolak bekerja sama dengan kita karena masalahku dan aku akan berusaha untuk mencari penggantinya.” jelasku menghela nafas. Tiba-tiba Han Na berlari masuk ke ruanganku dan menunjuk-nunjuk ke arah luar membingungkanku. “Ada masalah apa, Han Na?”
“Itu…. Itu….. Bos dari Affect Company datang! Dia ingin menawarkan kesepakatan dengan perusahaan kita. Dia sudah ada di ruang meeting sekarang.” jeritnya kelabakan antara gugup dan bahagia.
Aku dan Henry-pun sontak berdiri dari kursi kami dan berjalan ke ruang meeting untuk bertemu dengannya. Aku tidak tahu permainan apa lagi yang sedang direncanakannya sekarang. Setiap langkah kuambil, prasangka buruk seakan terlintas terus dihadapanku. Apa jangan-jangan nanti dia meminta aku menikahinya dan dengan begitu dia akan bekerja sama dengan perusahaan ini? “Percaya diri sekali aku ini.” pikirku.
Hanya saja bukan tidak mungkin dia menggunakan kekuasaannya untuk memilikiku sepenuhnya. Bukankah itu yang beberapa hari yang lalu dia katakan pada diriku bahwa cepat atau lambat aku akan miliknya? Inikah cara yang digunakannya? Sesampainya kita berada didalam ruang meeting, aku bisa melihat dirinya yang dengan santainya duduk di salah satu kursi seperti di perusahaannya sendiri. “Silahkan duduk, ada hal yang ingin aku bicarakan dengan kalian.”
“Apa lagi? Ancamanku kemarin masih kurang cukup untukmu?” sembur Henry emosi.
“No…No… No…. Ancamanmu sama sekali tidak membuatku takut Henry.” balasnya sambil tertawa dan menggoyangkan telunjuknya di hadapan Henry semakin menantang amarah Henry untuk berkobar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetest Fall
RomanceFio yang notabenenya mahasiswa akuntansi semester akhir, mengharuskan dirinya untuk mengikuti program magang sebagai syarat kelulusan. Bermula masuk ke salah satu perusahaan ternama menggunakan jalur orang dalam, Fio harus merasakan namanya terjebak...