"Aku terlambat, Asahi. Harusnya aku mengatakan hal yang sebenarnya sejak awal kepada Haruto."
Lorong rumah sakit itu begitu sepi sehingga isak tangis Yoshi jelas terdengar. Menyayat. Penuh sesal dan nestapa yang parah. Di sampingnya Asahi hanya mampu merangkul bahu Yoshi. Turut larut dengan kesedihan yang melingkupi perasaan sahabat baiknya itu.
"Harusnya dari awal aku bilang kalau aku tidak pernah membencinya. Kematian orang tua kami bukanlah kesalahannya, aku tahu itu. Harusnya aku menjelaskan semuanya pada Haruto. Alasan kami meninggalkan Jepang. Alasan aku menahannya di Korea—-sementara aku pulang ke Jepang. Alasan aku menjadi lebih dingin padanya adalah untuk melindunginya dari orang-orang jahat itu."
Benar, sejak awal saat tahu penyebab kecelakaan orang tuannya adalah para penjahat yang tamak, yang ingin menguasai seluruh harta kekayaan keluarganya, yang Yoshi pikirkan hanya bagaimana caranya membalas dendam dan bagaimana caranya melindungi satu-satunya hal terpenting dalam hidupnya—-Haruto. Karena bukan tidak mungkin mereka mengincar Haruto juga setelah berhasil membunuh orang tua mereka.
Maka saat itu satu-satunya keputusan yang bisa Yoshi ambil hanya meninggalkan Jepang dan pura-pura menghilang, membiarkan mereka berpikir mereka menang, sementara Yoshi menyiapkan diri dengan tekun belajar di Korea. Hanya percaya kepada Mashiho—orang kepercayaan keluarganya untuk mengawasi para pengkhianat di perusahaan orang tuanya.
Kesibukannya belajar itu membuat Yoshi nyaris tak ada waktu dan mulai menjaga jarak dengan Haruto. Ia pikir hubungannya dengan Haruto akan ia perbaiki setelah ia berhasil merebut kembali apa yang menjadi hak mereka.
Akan tetapi, setelah serangkaian masalah ia pecahkan dalam waktu setahun dan ia kembali ke Korea untuk menjemput Haruto pulang, mengajak mereka membuka halaman baru ... Haruto justru meninggalkan dirinya.
Haruto tidak bisa diselamatkan. Detak jantungnya tidak bisa dikembalikan kendati dokter berulang kali melakukan CPR. Dia memilih untuk menyerah pada akhirnya. Meninggalkan Yoshi begitu saja.
"Yoshi-kun ...." Asahi meraih tangan Yoshi dan menggenggamnya erat, berusaha menguatkan. "Haruto pasti mendengar semuanya. Alasan dia memilih pergi ... Aku yakin, karena dia sudah tahu kalau kau tidak pernah membencinya."
Dia yang tengah dibicarakan, hanya terpaku di hadapan Yoshi. Kendati ada sesal sebab kini dirinya hanya udara, yang tiada akan mampu lagi memberi peluk hangat untuk menenangkan si Kakak, tetapi semua kata yang tak sempat terucap, yang akhirnya tersampaikan, membuat Haruto merasa tak ada lagi ragu untuk melangkah menuju ke keabadian.
"Kak, makasih tidak membenciku. Sekarang, kau hanya perlu menjaga dirimu sendiri."
.fin
Bandung, 10 April 2022...
Sesingkat dan segeje ini memang. Ini cuma request-an temen, asli. Saya bukan penggemar Treasure. Dan, Enggak tahu kenapa malah seniat ini bikin ff treasure.
Terima kasih yang udah bersedia mampir.
Jangan lupa mampir di beberapa work-ku yang lain, yaaa...
KAMU SEDANG MEMBACA
UNSPOKEN (Treasure Fanfiction)
FanfictionTreasure Fanfiction | NAE | Haruto, Yoshi, and other | Chaptered | Brothership | T | Hurt/Comfort, Angst |