#1

12.7K 71 1
                                    

(30 ebook 50 ribu)

Gavin yang terkunci di dalam lemari, dengan tubuh yang menekuk karena kedua lutut di kakinya terikat tali yang menyambung ke lehernya tersebut sedang berusaha melepaskan diri.

"Ehmpph... Ehmppphh!!!!" Dengan mulut yang dibungkam oleh ring gag, alat peredam suara yang berbentuk balok kecil panjang dengan dilengkapi tali itu membuat teriakan yang dikeluarkan Gavin sia-sia, sama sekali gak berguna.

Mungkin Tuhan memang membuat pemuda dengan hoodie hitam itu merasakan situasi tak mengenakkan seperti ini akibat karma buruk yang berasal dari aksinya sebagai perampok.

Bulir keringat turun dari dahi sampai membaluri badannya yang tidak kekar, tidak berotot namun masih masuk dalam kategori "tubuh ideal" Sekiranya seperti itu di dalam kamus kehidupan wanita. Perut rata, tidak buncit dan tidak terlalu kurus sehingga enak untuk di lihat. Ya, Gavin berperawakan begitu.

"Liat aja, gua bakal buat wanita kurang ajar itu merasakan balasannya karena udah berani mengikat gua seperti ini!" Gavin merasa dilecehkan ketika dirinya dapat dikalahkan oleh wanita yang layak dipanggil tante tersebut, pendapat itu disimpulkan karena melihat perawakannya yang jauh lebih tua daripada dirinya yang baru berusia 21 tahun.

Siapa sih wanita yang dapat melumpuhkan seorang perampok dan mengikatnya dengan teknik ikatan yang kuat menggunakan tali tambang, dengan metode shibari dan mengurung penyusup tersebut di dalam lemari miliknya? Mustahil untuk dilakukan.

Tapi kata "mustahil" Tidak berlaku bagi seorang Merida, yang biasa di panggil tante Meri atau mami Meri tersebut. Seorang wanita berusia 43 tahun, berstatus janda dengan dua anak kembar perempuannya yang pada tahun ini menginjak usia 17 tahun.

Lahir dari keluarga broken home sampai rumah tangga yang ia bangun bersama sang suami yang juga kandas, membuat mental dan kepribadiannya itu kuat, sekuat baja dan juga cukup cerdas. Ia mendirikan sebuah klub malam di kawasan para elite sering berlabuh menghabiskan malam suntuk di sana.

Membuat ia mendapat penghasilan tinggi, sampai mampu membeli rumah di kawasan perumahan yang megah, namun rumah barunya itu ternyata menjadi target seorang penyusup yang malam ini menyatroni rumahnya.

Gavin seorang remaja yang miskin, namun berparas seperti model dengan perawakan yang ideal dengan wajah yang ganteng, di atas rata-rata cowok Indonesia itu nekat membobol rumah seorang janda yang memang memiliki sebuah fetish dan paham mengenai seluk beluk dunia perbudakan atau yang lebih dikenal populer dengan sebutan bondage dan juga bdsm.

"Kamu pikir, lelaki bocah kecil seperti kamu itu dapat mengambil brankas yang berisi uang hasil jerih payah saya selama ini? Mimpi!" bicaranya pelan di telinga Gavin, yang berhasil dilumpuhkan dan telah terikat sampai badannya bersimpuh di lantai beralaskan karpet berharga tinggi itu.

Tidak lama kemudian, Merida dengan kekuatan bagai kuli yang sangat bertolak belakang dengan parasnya yang cantik dan aduhai itu menyeret Gavin, yang memang tidak terlalu berat ke dalam lemari untuk dikurung olehnya.

Sampai saat ini, perampok ganteng tersebut tersebut masih terkunci di dalam lemari kayu tiga pintu itu, dengan ikatan yang baginya sangatlah aneh. Tali yang menjerat lehernya dihubungkan menyatu dengan tali yang mengekang kedua lutut kakinya. Membuat tubuhnya itu terus menekuk.

Mulutnya pun dibungkam oleh sebuah alat yang masih asing bagi Gavin, bukan lakban ataupun kain, seperti benda aneh yang efektif untuk meredam suaranya.

Kedua kakinya dengan sepatu merk converse itu menendang pintu lemari berkali-kali dengan sangat kuat, agar menciptakan suara bising yang membuat sang tuan rumah ke berisikan akibat kegaduhan yang ia buat tersebut.

"Sialan, kemana sih itu tante gila?! Jangan jangan dia lagi manggil polisi buat nangkap gua, pokoknya gua harus kabur dari sini sebelum polisi berhasil datang ke rumah ini." pikir Gavin yang ternyata seratus persen salah total.

Dengan air liur yang menetes dan leher serta punggung mulusnya itu yang pegal sekaligus nyeri, Gavin terus berupaya membuat kegaduhan agar dirinya dapat dibebaskan dari kurungan lemari bau apek tersebut juga dari ikatan aneh yang menjerat begitu kuat.

"Emmpph... Emppphh!!!" Tidak berlangsung lama, ia mendengar suara derap langkah kaki yang semakin lama semakin terdengar mendekat, sebelum kedua matanya mendapati bahwa pintu lemari yang terkunci itu telah terbuka.

Membuat ia dapat memandang seorang wanita dengan gaun merah yang menonjolkan belahan dadanya, serta mengekspos bokong padatnya itu yang menarik dirinya keluar dari dalam lemari. Sesuai dengan yang Gavin inginkan sedari tadi.

Gavin yang sudah berkeringat itu terus menatap penuh isyarat pada Merida dengan tatapan yang memohon, agar mengampuni tindakan buruknya dengan mencoba merampok uangnya tersebut.

Merida Berliana hanya menatap sinis pemuda ganteng tersebut, sambil bersedekap yang membuat dirinya semakin tampak elegan dan menguarkan aura kecantikan dirinya. Sepatu high heels merah marun yang senada dengan gaun seksinya itu menunjang postur tubuhnya yang memang sudah cukup tinggi tersebut.

Sebuah tendangan pelan didapatkan oleh Gavin, yang mengerang keras. Melihat tingkah perampok amatiran tersebut, Merida terkekeh kecil, sambil tetap memandang penuh hina pada Gavin yang sudah meraung-raung meminta agar dirinya dilepaskan.

"Kalau mau merampok rumah orang, belajar dulu sama perampok yang udah ahli, jangan seperti ini, memalukan!" Merida menurunkan tubuhnya agar wajahnya dapat berpapasan dengan wajah perampok muda tersebut yang mulutnya belepotan oleh air liur.

Manik mereka berdua saling bertatapan, cukup lama sampai sebuah seringai dengan makna yang cukup membingungkan itu terukir di wajah Merida. Membuat Gavin mengernyitkan dahinya. "Oke juga diri kamu ini."

Apa maksud dari perkataan wanita itu sampai menepuk pelan pipi kirinya secara berulang? Begitulah pertanyaan Gavin yang terngiang di dalam kepalanya. Ia terus menggerakkan badan dan mengeluarkan suara agar menjadi bentuk protes sehingga dirinya bisa terlepas dari jeratan tali yang kuat.

Merida dengan jari jemari lentiknya yang semua kukunya dipoles oleh cat berwarna merah terang itu terus membelai wajah sang perampok amatiran. Dari rambut kecoklatan pemuda itu, sampai turun ke lehernya yang mulus, putih bersih tersebut.

Gavin jelas menolehkan kepalanya ke arah lain demi menghindari belaian janda itu yang semakin lama semakin aneh. Bahkan sampai menjambak rambutnya agar kepalanya tidak dapat menoleh ke berbagai arah, memaksa dirinya untuk mendapatkan belaian dari wanita gila yang berperilaku liar itu.

"Jangan berontak!" gertak pelan Merida dengan kalimat yang ditekan itu, masih dengan menjambak rambut Gavin yang perlahan menenangkan dirinya agar tidak terus memberontak yang mana membuat Merida marah dan emosi.

Jadi jemari lentik Merida kembali naik ke atas, menyusuri sekitar mulut dengan sepasang bibir merah menawan dari perampok amatiran tersebut, menarik narik pelan bibir bawah Gavin yang ternyata tidak kalah sensualnya dengan bibir para wanita, termasuk dirinya.

"Bibir kamu disuntik di dokter kecantikan mana? Bisa merah padat begini, hehe." untuk yang pertama kalinya Merida berbicara halus, dengan senyuman yang ternyata membuat wajah cantik judesnya itu terlihat manis untuk kali ini.

Begitulah pemikiran Gavin yang sempat terpana dengan senyuman janda yang baru diketahui namanya Merida setelah memperkenalkan namanya itu. Pikirannya kembali buyar ketika dirinya disangka menyuntik bibirnya alias operasi di dokter kecantikan, mana mungkin? Dia saja untuk makan susah.

Lagi pula, dirinya adalah lelaki tulen dan perawakannya saat ini murni atas buatan Tuhan yang Maha kuasa, ingin sekali ia berbicara dan menjelaskan seperti itu, tetapi sayang mulutnya masih terbungkam oleh alat aneh ini.

"Ehmmpp.... Ehmmpph.. " Gavin mengerang sekejap sambil mengangkat kedua alis hitam tebalnya itu, mulutnya terasa pegal sampai terus menerus mengeluarkan air liur yang mulai membasahi leher dan dadanya tersebut.

"Kenapa? Mau berbicara ya? Apa jaminan kamu agar saya dapat melepas alat pembungkam mulut ini?" tanya Merida masih dengan memainkan jari jemarinya di bibir indah milik Gavin.

Gavin yang mendapat pertanyaan itu pun seketika bingung, kelimpungan untuk mencari jawaban yang tepat. Akhirnya ia mengangguk, memberi isyarat bahwa dirinya telah menemukan jawaban yang diinginkan janda itu.










Perampok vs JandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang