Sinopsis: Soni (Sonny Septian) seorang pemuda yang hendak pulang kampung rela menumpang di sebuah truk rongsok milik sepasang kakak adik yang memiliki niat mesum kepadanya selama di perjalanan panjang.
(Harga satuan 30 ribu. Jika order dengan paket hemat, maka akan lebih murah. 45+ ebook 50 ribu)
Terpesona Ketek Supir Truk The Series
1-2
Siapa yang merasa begitu tertekan tinggal di kota Jakarta? Hampir semua mengalami nasib yang begitu keras, sama halnya dengan Soni, seorang mahasiswa yang memutuskan pulang kampung ke Ponorogo agar bisa bersama dengan keluarganya. "Ketinggalan bis, aduh gimana ini." keluhnya begitu dibawah terik matahari. Pemuda berusia 20 tahun tersebut ketiduran dan melewatkan bis yang sudah ia pesan dari jauh-jauh hari. "Gak mungkin beli tiket lagi, mampus deh gua." Ia memakai buff yang menutupi setengah mukanya yang terbilang tampan, dirinya yang berada di pinggir jalan sedang mengamati kendaraan yang lewat dengan harapan dapat tumpangan gratis.
"Mana panas banget lagi. Masa gua balik ke kos, gak enak sama keluarga." batinnya sambil mengacak-acak rambutnya yang mulai gondrong. Ia sudah berjanji akan pulang saat masa liburan tiba, maka dari itu keputusannya untuk balik ke desa begitu kuat. Rela berpanas-panasan dan diterpa debu, Soni tetap nekat mencari tumpangan walau kepalanya mulai pusing.
Kebingungannya tidak berlangsung lama, sebuah truk kuning dengan bagian belakang yang ditutup terpal biru lengkap dengan kata-kata ajaib di badan kendaraan tersebut mendadak berhenti. "Mas. Nyari tumpangan ya?" Seorang pria kucel, berbadan bongsor dengan rambut gimbal sebahu dengan mengenakan singlet putih mengeluarkan kepalanya dari jendela. "I--iya bang. Mau ke Ponorogo, belum dapet tumpangan dari tadi. Boleh numpang gak? Ongkos saya gak cukup buat na--" Pintu truk langsung terbuka padahal Soni belum usai menjelaskan pada mereka.
"Naek aja, gak usah bingung kalo gak punya duit. Tapi gapapa kan sempit-sempitan sama kita berdua?" Sopir truk dengan penampilan sama dekilnya dengan sang kenek menanyakan seperti itu . "Gapapa bang, makasih ya udah nawarin tumpangan." Dirinya langsung naik dan duduk di tengah-tengah dua pria bersinglet dengan badan kekar berkeringat tersebut. "Lagi liburan ya, Mas." ucapnya yang mengeluarkan bau mulut sehingga dapat tercium jelas oleh Soni yang untungnya memakai buff hitam sebagai pelindung. "Buka aja mas maskernya, biar kita bisa liat wajah mas-nya. Hehe." Sang kenek langsung melepas buff yang dipakai Soni.
Jono dan Gandi, kakak beradik yang menjajal profesi menjadi supir truk antar kota memiliki kegemaran yang terbilang sangat aneh namun unik. Memamerkan bau ketek mereka. Jika orang lain minder dengan bau badan, keduanya malah bangga memiliki ketiak berdaki dan berbau busuk yang sangat menyengat hidung. "Mas-nya ganteng juga. Pasti anak kuliah-an ya?" Gandi selaku kenek cengengesan, menampakkan deretan gigi kuningnya yang penuh jigong sampai Soni risih melihatnya. "I--iya bang. Mau pulang kampung soalnya kampus lagi libur." Ia mencoba menjawab dengan sopan walaupun canggung.
"Wih enak dong liburan, bisa santai ya mas." Jono yang botak licin dengan singlet hitam dan celana jeans robek yang tak pernah dicuci itu merangkul Soni, tentu untuk membuat pemuda tersebut dapat mengendus-endus aroma menyengat dari keteknya. "I--iya." Di dalam hatinya, ingin sekali mengenakan buff hitam yang sempat dilepas oleh sang kenek, tapi takut menyinggung kedua kakak beradik tersebut. "Bau ketek banget anjir. Gimana nih, masa delapan jam nyium bau beginian?" keluhnya di dalam hati sambil menahan mual dan pusing. Apalagi saat salah satu lengan berkeringat sang sopir merangkul bahunya, baunya bukan main dan langsung membuat hidung mancungnya kembang kempis. "Sial. Segala pake ngerangkul. Tahan.. Tahan... Demi bisa balik ke kampung, Son." Ia berinisiatif menyemangati dirinya sendiri sambil mengalihkan perhatian dengan memainkan smartphone-nya.
Tapi baru hendak mengambil smartphone-nya, ia malah dilarang oleh Jono dengan alasan takut meledak. "Jangan maen hape kalau lagi di dalem sini, takut meledak doang. Kita ngobrol-ngobrol aja ya." Jelasnya begitu dengan senyum yang mengembang di muka kusamnya. "Oke bang. Tapi bener gak apa-apa kalo saya gak bayar? Soalnya kan jauh juga saya numpangnya." Soni memastikan dan berakhir lega karena mereka tak mempersalahkan jika dibayar. "Santai aja ngapa, Mas. Kita mah suka nolong orang." Gandi memamerkan kebaikannya sembari mengelus-elus ketek yang penuh keringat bau itu. "Ini masker bagus juga, Mas." Bayangkan jika jadi Soni, ia duduk di samping orang yang abis ngusap-ngusap ketek berdakinya dan langsung mendekatkan telapak tangannya itu ke muka. "Eh i--iya, Mas. Biasa buat ngelindungin muka dari debu. Hehe." Dilema, mau menepis tangan sang kenek sangat tidak enak karena takut tersinggung. Tetapi kalau dibiarkan begitu hidungnya terus menerus mencium bau ketek dan juga membuat buff-nya ikut-ikutan menjadi bau.
Soni dihimpit oleh dua orang berbadan kekar yang berkeringat dan dekil, ia harus berjuang selama delapan jam bersama Jono dan Gandi yang memiliki rencana busuk. "Awas ada lobang!" teriak Gandi memperingati sebagai bagian dari aba-aba untuk rencana mereka. Badan gedenya langsung mendorong tubuh Soni ke samping agar dapat berpapasan dengan ketek Jono. "Ehmppp?" Bukan hanya hidung, seluruh muka manisnya menempel di ketek sang sopir yang sengaja mengangkat lengannya tinggi-tinggi sesuai rencana mereka
KAMU SEDANG MEMBACA
Perampok vs Janda
ActionMengisahkan Gavin, remaja polos yang berniat melakukan perampokan pertamanya di sebuah rumah mewah milik janda haus belaian. Malam itu adalah malam dimana dirinya kehilangan harga diri sebagai manusia pada umumnya. Bisakah ia kabur dari sekapan Mist...