Arin ketiduran dikamar Dias, Dias membiarkannya. Dia pun mengajak teman-temannya agar tidur di ruang tamu saja. Memang, Dias ini abang yang sangat perhatian.
Arin membuka kedua matanya, dilihatnya jam dinding yang masih menunjukan pukul 01.23. Rutinitas setelah tidur, Arin pasti bengong selama 2 menit lalu setelahnya baru sadar kembali.
Arin pergi menuju kamarnya, di raihnya benda pipih miliknya yang berada di atas nakas. Arin tak bisa tidur lagi kalo sudah bangun jam segini. Arin membuka aplikasi whatsapp di ponselnya. Melihat story orang-orang yang sekontak dengannya.
17 menit yang lalu, Geral memposting sebuah story fotbar Geral bersama teman-temannya. Arin tak peduli, dia lebih senang membuat story vidio lagu di malam hari.
Tiba-tiba panggilan suara masuk, ternyata dari Geral. Entah apa yang di rasakan Arin, kesal? Senang? Semuanya bercampur aduk. Arin menjawab panggilan telpon tersebut. Lalu keduanya terhubung, Arin memilih memojok di sudut kamar, itu membuatnya nyaman.
"Arin.."
Suara Geral dari sebrang sana begitu serak dan membuat Arin candu."Hmm.."
"Maaf ya.."
"Maaf kenapa?"
"Aku telpon kamu malem kaya gini,"
Arin diam tak menjawab, menunggu Geral melanjutkan ucapannya.
"Aku kangen Arin.."
Perkataan Geral berhasil membuat senyum Arin mengembang. Pipi nya kini memerah, rasanya Arin terbang terlalu tinggi.
"Arin.."
"Iyaa?"
"Arin serius gak sama Aral?"
"Kalo gue gak serius gak akan gue terima lah, bego banget sih," jawab Arin pahit.
"Hehe aku takut Arin cuma kasian sama Aral,"
"Gak kok gue juga suka sama Aral," ucapan itu terlontar begitu saja. Bahkan Arin pun tak sadar telah mengatakan kata tersebut.
Arin terjebak dalam dramanya sendiri, Arin kini jatuh terlalu dalam. Meskipun awalnya dia menerima Geral hanya ingin membuat panas Arkan, ternyata Arin jatuh dalam perasaannya sendiri. Kini Arin yakin, perasaannya kepada Geral itu tulus.
Arin tak pernah mau meninggalkan Geral, seburuk apapun perlakuan Geral pada Arin. Arin berjanji tidak akan meninggalkan Geral.
...
Pagi ini wajah Arin begitu berseri, cerah, dan tak terlihat jutek. Arin berjalan melewati lorong-lorong kelas dengan senyuman yang amat mekar. Semua cowo yang melihat Arin tersenyum langsung kejang dan otomatis memegang dada.
Arin itu sangat manis jika tersenyum, namun juga sebagian menganggapnya aneh. Arin itu preman sekolah, muka sangarnya tidak cocok jika tersenyum. Tapi jujur Arin memang sangat manis.
Arin sampai di kelasnya dan langsung duduk di kursi tempat biasa ia duduk. Lidia yang duduk disebelah Arin menatap Arin dengan tatapan aneh.
Arin yang menyadari hal itu langsung balik menatap Lidia dengan mata binar penuh keceriaan.
"Kenapa?" tanya Arin yang sadar sedari tadi dia di tatap dengan aneh.
"Lo yang kenapa?" tanya Lidia sambil mengerutkan dahinya.
"Mmm gue kenapa?" Arin malah balik bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERIN
Teen FictionIsi tak selamanya sama dengan sampul. _____________________________________________________________ Cerita ini dibuat berdasarkan fantasy saya. jika ada kesamaan dalam alur ataupun penulisan. Dapat di pastikan itu adalah sebuah kebetulan. terimakas...