15

534 34 2
                                    

Paginya Diva bangun dan tidak melihat Angga di sampingnya. Walaupun mereka sudah pindah, mereka tentu saja tetap tidur dalam satu kasur yang sama, tidak terpisah. Ia keluar dari sana dan mendapati Angga sudah memakai pakaian rapi.

“Gue mau pergi.”

“Kemana?” tanya Diva.

“Ada urusan.”

Diva hanya mengangguk tak ada niat untuk bertanya lagi. Dirinya dan Angga hanya sebatas status suami istri, tidak lebih dari itu. Diva tidak mau mencampuri atau ingin tahu setiap kehidupan Angga, mungkin Angga juga seperti. Karena selama menikah Angga tidak pernah bertanya hal yang menyangkut pribadi.

“Oh, iya, gue minta tolong kalau mau kemana-mana izin dulu.”

“Iya. Nanti gue izin sama lo.”

Diva langsung berjalan ke arah dapur untuk minum. Bangun tidur tenggorokan Diva terasa kering. Mengambil gelas yang berada dalam rak di dapur apartemen tersebut. Ia pun membuka kulkas dan mendapati banyak minuman dingin dalam botol yang baru ia ketahui. Diva tidak perlu tahu siapa yang mengisi kulkas dengan berbagai macam minuman itu, tentu saja Angga. Kalau bukan siapa lagi? Ia dan Angga hanya berdua di sini.

“Lo mau ikut gue?” tanya Angga yang ternyata mengikutinya ke arah dapur.

Diva melihat sekilas Angga yang mengambil sepatu di rak sepatu. Kemudian menggeleng, “Emang kemana?”

Awalnya Diva tidak ingin tahu Angga akan pergi kemana, namun karena Angga menanyakan apakah ia ingin ikut atau tidak, akhirnya Diva bertanya.

“Ke rumah Jani.”

Diva meletakkan gelas yang belum dipakainya dengan kencang sampai menimbulkan suara keras.

“Ngapain?” tanya Diva.

Kenapa Angga pergi ke rumah Jani? Bukankah pria itu sudah putus dengan Jani?

Diva bukannya cemburu pada Angga, hanya penasaran mengenai itu. Lagipula walaupun Angga ingin kembali pada Jani tidak apa-apa. Bagi Diva itu tidak masalah. Mereka hidup masing-masing. Pernikahan mereka hanyalah sebatas status.

“Kan udah gue bilang, ada urusan.”

Diva paham maksudnya. Sepertinya Angga ingin menyelesaikan mengenai hubungannya dengan Jani yang mungkin butuh kejelasan. Ya, mungkin itu. Diva tidak ingin bertanya lagi. Ingat, dirinya tidak ingin mencampuri kehidupan Angga.

Rasanya Diva ingin ikut ke sana. Tapi dirinya tidak berani bertemu Jani setelah pesan yang Jani kirimkan waktu itu padanya. Diva masih ingat apa isi pesan itu.

“Enggak ikut? Oke, gue berangkat dulu.”

Diva mengangguk dan menatap kepergian Angga lalu mengunci pintu. Entah berapa lama Angga akan pergi, Diva tidak peduli dan tidak ingin tahu.

“Mending gue mandi dulu,” katanya. Namun urung saat berjalan mengambil handuk ia melihat cucian piring kotor yang menumpuk di lantai. Diva bingung, padahal seingatnya semalam saat belum tidur tidak ada piring kotor satu pun. Namun sekarang malah menumpuk.

Diva menghela napas kesal. Sepertinya ini kerjaan Angga. Akhirnya Diva lebih memilih untuk mencuci piring baru setelah itu ia membersihkan badannya.

Di tengah-tengah kerjaannya ada seseorang yang mengetuk pintu apartemennya membuat Diva bingung kedua kalinya di pagi hari ini.

Siapa ya? Perasan Angga udah berangkat deh

Diva kemudian berjalan ke pintu dan membukanya. Ternyata Wenda. Dari pakaiannya sepertinya Wenda baru ingin berangkat kerja, karena di tangannya juga membawa tas.

DecisionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang