Sudah seharian Diva berada di rumah sakit menemani Rani yang menangis sejak kemarin. Begitu pun dengan Diva, dirinya juga ikut menangis. Takut Dito pergi meninggalkannya seperti yang terjadi dengan orang tuanya.
Radit dititipkan ke rumah orang tua Rani di kota sebelah. Awalnya Rani tidak mau, tapi Radit terus menangis melihat ayahnya yang tidak sadarkan diri berada di rumah sakit. Akhirnya Radit dipaksa dibawa oleh orang tua Rani agar Radit tidak teringat pada ayahnya.
“Div, habis ini pulang ya. Kakaknya Rani nanti bakal dateng.”
Ratih juga ikut menemani Diva. Sebenarnya Ratih melarang Diva untuk berada di rumah sakit dalam waktu yang lama.
Diva mengangguk walaupun sebenernya ia tidak tega meninggalkan Rani. Dirinya juga masih ingin melihat Dito sampai bangun. Diva begitu takut Dito meninggalkannya.
“Minum dulu, Ran, Div.” Ratih mengeluarkan dua botol minum air putih dari plastik putih, barusan ia membelinya dari kantin. “Rani enggak mau pulang dulu?” tanyanya.
Rani menggeleng.
Ratih tidak akan memaksa Rani. Kemudian tangan Ratih mengusap lembut bahu Rani mencoba menguatkan wanita itu. “Dito pasti baik-baik aja, jangan nangis lagi.”
Rani menganggukkan kepalanya.
Sampai akhirnya saat pukul 12 siang kakak Rani sudah datang untuk menemani Rani di rumah sakit. Diva sudah waktunya untuk pulang.
“Kak Rani, kabarin aku tentang kak Dito ya.”
Rani mengangguk. Wanita itu kini sudah tidak menangis, tapi matanya masih memerah.
Diva kemudian pamit dari sana diikuti Ratih. Mereka dijemput oleh Angga dengan mobil milik Angga. Sedangkan Aryo ada urusan di luar kota jadi tidak bisa menjemputnya.
Selama di mobil Diva terus diam. Memandang ponselnya berharap ada kabar baik yang Rani beritahu padanya. Namun nihil, sampai ia tiba di rumah Rani tidak mengabarkan apapun.
Dan tanpa Diva tahu, Ratih menyuruh Rani agar tidak memberi tahu Diva apapun, mau itu kabar buruk atau baik. Ia meminta Rani mengabari lewat dirinya saja, tidak perlu langsung ke Diva.
Diva langsung masuk ke kamar. Pandangannya kosong, ia masih memikirkan kakaknya yang sudah 12 jam tidak sadarkan diri. Semalaman ia menginap di sana, sampai kini.
Diva langsung membersihkan badannya karena sehabis pulang dari rumah sakit. Selesai itu ia langsung menidurkan dirinya di kasur.
“Div, jangan sedih lagi. Gue yakin kakak lo bentar lagi sadar.”
Angga muncul dari balik pintu. Walaupun hubungan dengan Diva belum baik-baik saja, tapi ia tulus mengatakan itu. Ia tidak tega melihat wanita yang sudah menjadi istrinya terus bersedih, apalagi tatapan Diva terlihat kosong memikirkan sesuatu.
Diva tak menjawab. Angga pun berniat merebahkan badannya di samping Diva. Diva tidur membelakangi dirinya membuat Angga menghela napas panjang.
“Gue minta maaf soal kemarin. Gue tahu hubungan kita lagi enggak baik-baik aja. Tapi Div, untuk sekarang gue minta lo jangan sedih lagi. Kasihan juga sama yang ada di perut lo, inget lo lagi hamil. Jangan terlalu dipikirin.”
Diva masih tak merespon, membuat Angga menjadi semakin bingung. Tadi Ratih sudah berpesan pda dirinya membujuk Diva agar tidak bersedih lagi. Tapi sekarang dirinya mendengar suara sesenggukan, siapa lagi kalau bukan Diva.
“Jangan nangis.”
“Gue takut.”
Akhirnya Diva bersuara. Diva masih dibayangi bila Dito pergi meninggalkannya. Ia tidak mau itu terjadi, sampai kapanpun. Ia ingin Dito terus ada di dunia ini, menemaninya. Karena hanya Dito keluarga kandung yang dirinya punya. Tidak ada lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Decision
RomanceAwalnya Adeeva dan Brihangga hanya orang asing. Mereka bisa bertemu dan mengenal karena Angga adalah pacar dari sahabat Diva, Anjani. Lama sejak awal pertemuan mereka, Diva dan Angga harus mengambil sebuah keputusan terberat dalam hidup mereka. Men...