27.

1.9K 139 1
                                    

"Thalia, ini Ayah sayang. Ayah ingin menggendong Thalia."

Adnan mengucek matanya beberapa kali untuk menahan tangisnya. Ia merasa harus fokus  melihat setiap ruangan di rumah orangtuanya untuk menemukan Thalia. Jika ia menangis, genangan air mata hanya akan mengaburkan pandangan dan menghambat fokusnya saja.

"Thalia!" Seru Adnan lebih keras, tetapi Adnan rasanya tidak bisa merasakan keberadaan Thalia di setiap ruangan yang dikunjunginya.

Adnan menampar pipinya kencang, berharap ini mimpi supaya ia bisa terbangun dan bisa bertemu dengan putrinya, tetapi setelah melakukan hal itu pun, tidak ada apapun yang terjadi, perih malah mulai menjalari kulit wajahnya.

Adnan berlari menuju tangga, ia tidak menghiraukan Ibunya yang terus membuntutinya ke manapun. Tujuannya hanya ingin menemukan Thalia.

"Thalia, ini Ayah Adnan ingin bertemu. Thalia tidak boleh bersembunyi seperti itu." Tak lagi berteriak keras, kini Adnan hanya dapat bersuara lirih untuk memanggil putrinya. Suara dan tenaganya sudah lelah, tetapi harapannya untuk melihat Thalia lebih kuat daripada kedua hal itu.

Adnan menggigit bibir bawahnya dengan kuat, mencoba menyalurkan rasa sakit di dadanya, entahlah ia tak mengerti kenapa merasakan hal itu.

"Thalia, Ayah Adnan ingin menggendong Thalia."

"Thalia Ayah minta maaf karena selalu menolak untuk menggendong Thalia. Sekarang Ayah ingin menggendong Thalia. Thalia." Racau Adnan dengan lirih dan gemetar. Sekuat apapun ia menahan tangisnya, ia tak bisa membendungnya, emosinya terlalu kuat untuk sekadar ditahan.

Setelah setiap sudut dan ruangan dijelajahi Adnan untuk mencari Thalia, nyatanya ia tidak dapat menemukan Thalia di manapun. Namun nyatanya ia tak menyerah, Adnan kembali mengulangi apa yang dilakukannya. Ia kembali ke lantai bawah, menghampiri setiap sudut dan ruangan yang tadi sudah dilaluinya, melakukan hal yang sama, kemudian kembali ke lantai atas melakukan hal yang sama, mencari Thalia. Meskipun ia sudah tahu hasilnya tidak sesuai harapan dan doanya, tetapi Adnan tetap terus melakukan itu, ia hanya ingin melihat Thalia. Arini bahkan sudah tidak mengikutinya.

Puluhan menit sudah dihabiskan Adnan hanya untuk mengitari rumah orangtuanya untuk mencari Thalia. Ia tidak peduli kakinya sudah lelah dan sakit, langkahnya sudah lemas, kepalanya sudah pusing, tubuhnya sudah sakit tak karuan karena ia pukuli dan cakar karena tidak bisa mengeluarkan dan melampiaskan amarahnya. Nafasnya sudah mulai tidak berarturan karena ia terus melakukan itu tanpa jeda karena lagi, keinginannya hanya bertemu dan memeluk Thalia.

"Thalia...thalia. Thalia marah kepada Ayah karena tadi Ayah dan bunda tinggalkan?"

Pada akhirnya Adnan terhenti di kamarnya, di mana terakhir kali Thalia ditinggalkan. Di sana ia masih dapat mencium aroma Thalia. Adnan meringkuk di kasur sembari memeluk kain alas yang mungkin digunakan untuk tidur Thalia karena di sana ia masih dapat menghirup aroma Thalia seperti saat Adnan berada di dekat putrinya.

"Thalia...thalia ini Ayah. Thalia!" Adnan hanya dapat meracau dan menangis sembari meringkuk memeluk barang Thalia.

Adnan menghirup sebanyak mungkin wangi Thalia yang berada di sekitarnya, untuk sekadar merasakan bahwa Thalianya masih berada didekatnya.

Satu persatu bayangan Thalia mulai berkelebat di pikiran Adnan.

Saat ia memarahi Kalila karena ingin menggendong Thalia, saat ia mencium Thalia sebelum berangkat ke psikolog bersama Fathia.

Saat Adnan hanya terduduk diam memperhatikan Thalia yang tengah asik memainkan tangannya dan sesekali memasukannya ke dalam mulut.

Saat ia menciumi Thalia karena gemas dan Fathia memarahinya karena ludah Adnan menghiasi wajah Thalia.

Saat Fathia yang terus memaksanya untuk belajar menggendong Thalia, namun ia terus menolak dan pada akhirnya marah karena terus dipaksa.

Saat, ah terlalu banyak saat-saat di mana kebersamaannya dengan Thalia.

Tangis Adnan semakin mengencang, ia bingung harus melakukan apa. Tubuhnya sudah terlalu lelah untuk melakukan apapun yang dibisanya.

"Thalia, Ayah ingin memeluk Thalia.."

***

Fathia melihat dengan seksama ke arah komputer yang sedang diotak-atik pak satpam. Doa dan harapan terus ia panjatkan kepada Tuhannya. Ia harap-harap cemas untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi kepada putrinya dari sudut pandang cctv. Semoga saja Thalia secepatnya dapat kembali kepelukannya.

"Videonya diputar dari jam berapa, Bu?"

"Coba buka dari pukul setengah dua siang tadi."

Video cctv pun mulai terputar, semua yang berada di ruangan cctv hanya memfokuskan pandangan ke arah layar komputer.

Awalnya tidak ada yang aneh dari video cctv di sudut ruang tengah yang terputar. Hanya terlihat asisten rumah tangga yang berlalu lalang, sesekali Arini dan Kalila terlihat melintasi ruang tengah.

Setelah lima menit video cctv terputar, mereka dikejutkan dengan sosok Andi yang berjalan santai memasuki rumah dengan seorang perempuan yang Fathia ingat wajahnya dan anehnya tidak ada yang mendapati Andi memasuki rumah ini.

Terlihat Andi berkeliling di ruang tengah itu, kemudian terhenti sebentar, lalu kembali melanjutkan langkahnya mendekati kamar Adnan. Menempelkan telinganya terlebih dahulu, kemudian memasuki kamar itu. Thalia berada di sana.

Tak berselang lama, Thalia berada di gendongan perempuan yang bersama Andi. Fathia tentu saja ingat siapa perempuan itu. Perempuan yang mengaku sebagai pacar Andi. Mereka terlihat terburu-buru keluar dari rumah.

"Pak coba cek cctv di luar rumah di jam yang sama di mana Andi keluar dari rumah."

Terlihat Andi menaiki motornya dengan sang pacar yang menggendong Thalia.

Fathia semakin lemas saja setelah melihat video dari rekaman cctv. Ia tidak menyangka jika Andi lah yang menculik Thalia.

Mengapa pria itu harus menculik Thalia? Apakah dahulu tidak cukup setelah memintanya untuk menggugurkan Thalia dan meninggalkannya di kondisi terpuruknya sampai ia harus berani menerima pertanggungjawaban dari adnan.

Thalia hanya memakai pakaian tipis dan hanya dibawa dengan naik motor seperti itu. Fathia takut putrinya kenapa-napa.

"Fathia takut Thalia kenapa-napa."

"Berdoa terus ya sayang, semoga Thalia sehat dan tidak diapa-apakan Andi."

Arini meminta Pak Satpam untuk memundurkan sedikit tayangan cctv, tepat di mana plat nomor di motor yang Andi gunakan. Ia kemudian segera mencatatnya, untuk nantinya diserahkan kepada pihak berwajib.

Andi memang putranya, tetapi Arini tidak akan segan untuk melaporkan Andi karena tindak penculikan yang dilakukannya. Walaupun Thalia putrinya, tetapi putranya itu tidak berhak membawa Thalia, Adnan dan Fathia sudah berjuang sejauh ini untuk menghadapi masalah yang ditinggalkannya begitu saja tanpa pertanggung-jawaban, tetapi sekarang dengan seenaknya Andi malah bertindak seperti itu.

"Fathia mau ikut Ibu ke kantor polisi?"

"Mau bu."

Mereka pun bergegas menuju ke halaman depan rumah, di mana mobil terparkir. Kemudian mobil yang mereka tumpangi melaju mulai menjauhi rumah, untuk menuju kantor polisi.

Mereka terlalu panik dan terburu-buru, sampai-sampai melupakan Adnan yang masih berada di dalam rumah.

Bersambung

Selesai ditulis pada hari jum'at, 15 April 2022, pukul 04.32 Wib.

Pasti dari awal udah tertebak 'kan siapa pelakunya?

Part ke 5, mari tepuk tangan. Speechless saya bisa mengetik 5 part dengan waktu kurang lebih 5 jam(?). Salam hangat dari tangan saya yang sudah kaku karena mengetik 5 part🙌

see u^_^

Dia, Adnan. (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang