Haaaaaiiii guys, do you miss me? Gak deng canda. Hectic dgn kehidupan dan banyak nonton badminton, jd agak lupa masih punya utang ekstra part sama lanjut dia adthia😅 terakhir ditinggal masih 21k views, balik lg udh 24k views, makasih banyaak guys🙏Dengan berlari sekuat tenaga aku menyusuri lorong rumah sakit, untuk mencari ruangan di mana bunda berada.
Hari ini aku dikabari Ayah bahwa Bunda melahirkan. Tentu saja tanpa menunda waktu, aku langsung bergegas untuk meminta izin supaya bisa menjenguk bunda, padahal aku baru saja selesai melakukan latihan. Bahkan aku baru menyadari bahwa aku masih menggunakan jersey penuh keringat dan lepek yang ku pakai saat latihan. Saking senang mendengar kabar tersebut dan buru-buru menuju ke rumah sakit, aku agak lupa untuk membersihkan tubuh dan mengganti pakaian. Agak ceroboh, Bunda pun pasti marah melihatku yang masih menggunakan jersey badminton, tapi mau bagaimana lagi karena aku sudah sampai di rumah sakit. Mungkin aku akan mengirim pesan kepada Tyla atau Tyna untuk membawa pakaian ganti untukku jika salah satu di antara mereka ada yang masih dir rumah.
Aku langsung melambaikan tanganku beberapa kali saat melihat Ayah tengah berdiri di depan salah satu ruang rawat bersama Tyla dan suaminya, Oma, Opa dan Tyna. Tentu saja aku segera berlari untuk mempercepat pergerakanku mendekati posisi Ayah. Seperti dugaanku, baru saja sampai di hadapannya, Ayah langsung memeluk dan mencium puncak kepalaku dengan lembut.
"Ayah lepasin Thalia bau asem, baru beres latihan langsung ke sini." Bisikku, tetapi nyatanya ayah tidak menghiraukan itu, ia tetap memelukku.
"Thalia jorok banget ke sini masih pake jersey latihan begitu, ganti baju dulu kek atau apa."
Ayah baru melepaskan pelukannya saat Tyla berkata seperti itu. Dasar rese, kalau saja Tyla tidak bersama suaminya, sudah ku balas perkataannya dengan cubitan.
"Ya kan aku buru-buru, gak sabar pengen liat adikku. Tadi aku chat Tyla buat bawain baju ganti, bawain gak?"
"Kapan chat? Enggak, gak ada. Kasian deh gak ada yang bawain baju ganti. Nanti bunda kamu marah kalau lihat kamu masih pake jersey, pasti gak dibolehin peluk bayinya."
"Ayah Thalia pulang dulu ya ke rumah buat ganti baju, takut dimarahin bunda. Pinjem kunci rumahnya dong."
Ku lihat ayah menggelengkan kepalanya, apa maksudnya aku tidak diperbolehkan untuk pulang ke rumah untuk mandi dan berganti pakaian terlebih dahulu?
"Jangan dengerkan Aunty kamu, itu Oma Opa membawakan pakaian kamu."
Aku menatap intens Tyla yang tengah menunjukan ekspresi wajah menyebalkannya kepadaku karena berhasil membuatku kesal, kemudian memelotinya karena kesal, ternyata dia malah tertawa puas menatapku. Ingin ku jambak dengan gemas rasanya rambutnya itu, sayangnya ini di rumah sakit dan di sebelah Tyla ada suaminya, aku tidak mau membuat keributan.
"Thalia ganti baju dulu, Yah." Pamitku sembari mengambil paper bag yang disodorkan Oma. Sedangkan Ayah hanya menjawab ucapanku dengan anggukan kepala dan senyum simpulnya.
***
Baru saja langkahku memasuki ruang rawat bunda, tetapi aku sudah tidak bisa menahan senyumku yang melebar saking excited-nya akan bertemu adik yang telah lama ku tunggu. Ya memang telah lama, beberapa kali aku memang meminta Adik kepada Bunda dan Ayah, tetapi entah kenapa baru dituruti setelah aku berusia remaja. Sebenarnya hari ini perasaanku campur aduk, senang karena akhirnya punya adik, sedih karena nantinya aku melewatkan perkembangan adikku karena harus tinggal di asrama, merasa sedikit takut juga jika nantinya sikap Ayah akan berbeda karena mempunyai anak bayi lagi. Sebenarnya alasan terakhir tentu saja agak kurang logis, karena tadi saja Ayah menyambutku seperti biasanya, tapi tetap saja aku tidak bisa menghilangkan rasa takut itu ya walaupun hanya sedikit karena rasa senang dan excited ku memiki adik jauh di atas rasa takut itu.
"Kok kamu udah di sini aja, gak latihan?"
"Latihan kok bun, tapi langsung ke sini. Adek bayinya mana, bund?"
"Salim dulu ke bundanya, tanyain kondisinya, malah adeknya dulu yang ditanyain."
Aku hanya terkekeh mendengar nada ketus bunda yang tentu saja hanya dibuat-buat. Masih ingat 'kan kalau bunda ratu drama di keluarga? Tetapi tentu saja aku tetap mendekati bunda untuk menyalami dan mencium pipinya, kalau memeluknya jujur agak takut karena Bunda melakukan operasi sesar. Setelahnya aku berjalan ke arah sisi kanan ranjang yang ditempati bunda untuk mendekati box bayi, kemudian membuka kain penutup tipis yang menutupi box bayi itu.
Saat melihat bayi mungil di box bayi itu, sejujurnya aku terdiam sebentar, mencerna semuanya bahwa ini adalah nyata bukan mimpi yang ku alami saking menginginkannya punya adik. Bahkan diam-diam aku mencubit punggung tanganku untuk meyakinkan bahwa ini bukan mimpi, dan ya ternyata bukan mimpi karena aku merasakan sakit.
Jika boleh digambarkan, wajah adikku tentu saja perpaduan wajah Bunda dan Ayah tetapi lebih dominan ke Ayah, Bunda hanya mewariskan alis dan bibirnya, sisanya semua persis Ayah.
"Hallo sayang, ini Kakak Thalia." Bisikku sembari mengusap lembut pipi kemerahan adikku.
Sebenarnya ingin sekali langsung menggedong adikku, tapi rasanya aku takut salah menggendongnya, jadi yang ku lakukan hanya memperhatikannya dan sesekali mengusap wajah mungil yang ingin ku cubit karena gemas, tapi sebisa mungkin aku tahan.
"Nama lengkap Fadzan siapa, Bund?" Tanyaku sembari menolehkan kepala ke arah bunda, tapi hanya sesaat setelah itu fokusku kembali melihat adikku.
Di sini juga ada Tyla, Ayah, Oma, Opa, Om Rio, mereka tengah mengobrol, entahlah topik apa yang mereka bicarakan, aku enggan mendengarkan, lebih memilih fokus melihat adikku.
Ya, Bunda pernah bilang akan menamai adik bayi dengan nama Fadzan, tapi ketika ku tanyai nama panjangnya siapa, Bunda enggan membocorkan nama panjang adikku sebelum lahir, katanya pamali, padahal hanya akal-akalan bunda yang memang tidak ingin memberitahu.
"Fadzan Naufal Arrasyid, tapi ayah kamu mau panggilannya Naufal."
Aku membalikan tubuhku, mencoba memasang wajah kesal padahal tidak sedang kesal, hanya mencoba sedikit jahil.
"Ih gak seru banget, Fadzan udah mukanya mirip Ayah banget, nama panjangnya pake nama akhir ayah juga, curang banget, Thalia aja enggak. Kenapa nama Thalia juga gak ada Arrasyid-nya?"
Ruangan yang agak ramai tiba-tiba saja mendadak sepi sesaat setelah aku menyelesaikan kalimat jahilku, bahkan raut wajah Oma Opa terlihat sedikit panik, dan yang lainnya hanya diam menatapku. Sebenarnya agak bingung mengapa mereka bereaksi seperti itu, padahal pertanyaanku hanya pertanyaan biasa dan merajuk saja, bukan pertanyaan yang menakutkan.
"Di sini gak ada orang ya? Pada diem semua, padahal Thalia nanya loh."
"Enggak papa, Bunda baru kepikiran pake nama terakhir Ayah di nama panjang anak ya pas hamil Naufal, dulu gak kepikiran namain kamu pake Arrasyid juga. Nama kamu juga bagus kok kak, request Ayah langsung, kalau Naufal semuanya Bunda tapi Ayah suka sama nama Naufal."
Aku hanya menganggukan kepalaku mendengar jawaban Bunda, ku perhatikan beberapa wajah yang tadi nampak tegang, kini sudah seperti lega dan biasa. Sebenarnya agak bingung dan janggal, tapi bukan saatnya untukku memikirkan itu, siapa tahu mereka kaget karena pertanyaanku yang seperti itu, bukan alasan lain. Tak mau ambil pusing, aku kembali mendekati adik bayi, kemudian mencium pipinya yang menggemaskan. Tak sabar melihat Naufal menjadi balita yang menggemaskan dan memanggilnya dengan sebutan kakak. Akhirnya ia bisa memiliki adik setelah sekian lama, bukan lagi adik dari Om Rio dan Tyla.
***
Selesai ditulus pada hari Jum'at, 22 Juli 2022, pukul 21.51 Wib. (Baru selesai ditulis langsung gas untuk up, jadi maaf kalau banyak typo).
Maafkan baru muncul✌😅
***
Selesai ditulus pada hari Jum'at, 22 Juli 2022, pukul 21.51 Wib. (Baru selesai ditulis langsung gas untuk up, jadi maaf kalau banyak typo).
Maafkan baru muncul✌😅
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia, Adnan. (Completed)
General FictionNamanya Muhammad Adnan Arrasyid. Seorang pria penyandang Autism Spectrum Disorder (ASD) yang dibebani tugas berat pada umur 24 tahun oleh keluarganya. Ia diminta untuk mempertanggung-jawabkan kesalahan yang bukan dilakukan olehnya. Akankah ia mampu...