Part 4

1.5K 266 52
                                    

Jiseara, menatap dirinya di depan cermin. Meraba perutnya yang semakin membesar. Jiseara merasa sedih melihat kondisi tubuhnya yang semakin membengkak akibat kehamilan. Tubuhnya tak se-langsing dulu, ia juga tidak dapat merawat kulitnya dengan baik. Boro-boro merawat kulit, untuk makan saja susah.

Jiseara khawatir jika kondisi tubuhnya akan membuat Devan tidak suka dan jijik kepadanya. Tapi nyatanya Devan selalu memuji Sea. Baik pujian untuk fisik ataupun karena sifat Sea yang katanya baik seperti malaikat. Devan memang terlalu berlebihan jika memuji Sea, namun Sea senang. Ia juga senang karena Devan tidak sebrengsek laki-laki di luaran sana yang tidak bertanggung jawab saat menghamili seorang wanita. Menghamili wanita yang belum menjadi istrinya memanglah salah, tapi akan lebih salah jika sudah menghamili dan tidak bertanggung jawab pula. Yaa, setidaknya Devan benar-benar bertanggung jawab atas apa yang ia perbuat.

Saat sedang asik melamun tiba-tiba kening Sea mengkerut karena sedikit bingung dengan perutnya yang lebih cepat besar. Bukankah dokter mengatakan usia kandungannya 2 bulan lebih? Tapi sekarang Sea merasa perutnya seperti orang hamil 4 bulan.

"Kenapa perutku sebesar ini, padahal masih 2 bulanan." Sea menggigit kukunya cemas. Ia takut jika sesuatu yang buruk terjadi dengan bayinya.

Sea berusaha menepis pikiran negatifnya. Daripada memikirkan yang tidak-tidak lebih baik ia keluar untuk mencari udara segar, sembari menunggu Devan pulang.

Tidak ada tempat pasti yang Sea tuju, ia hanya berjalan mengikuti instingnya. Sea melihat-lihat kondisi sekitar. Cukup ramai karena banyak toko-toko yang berdiri di kompleks ini. Satu hal yang membuat Sea sadar. Jika ada orang yang lebih sulit darinya.

Anak-anak yang mengemis ataupun yang mengamen dari warung kewarung itu merelakan masa-masa indah waktu kecilnya. Yang seharusnya mereka bisa bermain dengan teman-teman mereka, diganti untuk mencari uang demi kelangsungan hidup mereka.

Dan Sea? Masih saja mengeluh padahal jika dibandingkan dengan mereka, hidup Sea jauh lebih enak. Sea harusnya bersyukur karena masih memiliki tempat tinggal yang layak, masih ada yang mencari uang untuk dirinya, masih memiliki pakaian yang bagus, terlepas dari kondisinya saat ini. Yang membuat Sea berada di kondisi seperti adalah akibat pergaulan bebas. Tidak bisa menyalahkan Devan sepenuhnya karena Sea pun juga salah karena tidak menolak saat Devan memintanya untuk berhubungan badan.

Sekarang Sea menjadi lebih semangat untuk menjalani hidupnya. Mengeluh boleh tapi jangan terlalu sering. Sea harus selalu ingat jika di atas langit masih ada langit. Di bawah tanah masih banyak jenis-jenis tanah lainnya. Intinya Sea harus bersyukur dengan apa yang ia miliki saat ini.





***



"Terimakasih," ucap Jiseara ketika pedagang es krim keliling itu memberikan kembalian kepadanya.

Saat berbalik badan, Sea sangat terkejut karena dibelakangnya sudah berdiri seseorang yang cukup ia kenal.

Nafsu untuk memakan es krimnya tiba-tiba hilang melihat wajah perempuan didepannya.

"Astaga," kata gadis itu lalu tertawa mengejek. "Jadi Lo beneran hamil?"

Sea mengalihkan pandangannya kearah lain. Mengapa ia harus bertemu Della disini. Setahunya rumah Della ada di kawasan perumahan mewah, lalu mengapa tiba-tiba ada di kompleks dekat kontrakannya.

"Sea, jawab dong. Lo beneran hamil?" Mata Della menatap kearah perut Sea. Sea yang merasa tak nyaman langsung menutupi perutnya dengan jaket besar miliknya.

"Tanpa aku jawab pasti kamu udah tahu." Sea membalasnya dengan dingin.

Della tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya seolah mengejek kondisi Sea yang tengah berbadan dua. Sea menatap Della dengan tatapan tidak suka. Ingin sekali dirinya lari, namun ia masih ingat jika dirinya tidak sendiri, ada nyawa lain didalam dirinya.

"Sea, itu bukan anak Kak Devan kan?" Tanya Della, memajukan kepalanya dengan mata melebar dan senyuman meledek.

"Stop, Dell. Kamu kenapa sih ganggu aku, kita gak deket jadi jangan sok akrab." Dengan berani Sea mendorong pundak Della agar menjauh darinya.

Della mengerutkan keningnya dalam. "Lo berani sama gue? Ah, pasti lo takut kalau aib lo kebongkar kan? Pasti itu anak orang lain, bukan anak Kak Devantae."

"Ini anak Kak Devan! Lagipula apa urusannya sama kamu?"

"Ya ada urusan lah! Gue gak suka kalau lo jebak Kak Devan dengan cara kotor kayak gini."

Sea tak habis pikir dengan ucapan Della. Bagaimana bisa perempuan itu berpikir jauh kesana, untuk apa juga Sea menjebak Devan. Untuk apa Sea merugikan dirinya sendiri untuk menjebak Devan? Jika saja waktu bisa diputar maka Sea tidak akan pernah melakukan kesalahan dan akan lebih menjaga dirinya sebagai seorang perempuan.

"Nah, diem kan? Kalau diem berarti bener dong?" Della tertawa kembali merasa dirinya telah menangkap basah Sea yang melakukan penipuan.

"Apasih, semua ucapan kamu gak bener, Della. Anak ini, anak Kak Devan. Untuk apa juga aku jebak Kak Devan. Kalau aja waktu bisa di ulang, gak mungkin aku mau di posisi ini, Dell."

Diluar perkiraan Sea. Della justru tertawa terbahak-bahak dan bertepuk tangan seperti orang gila.

"Ya ampun, Sea-sea. Akting lo bagus banget sumpah! Padahal gak ada Kak Devantae disini." Della melipat kedua tangannya ke atas dada. Dan kembali menyerang Sea dengan kata-kata yang menyakitkan. 

"Gue tahu lo itu murahan, Sea. Pasti lo hamil sama Om-om tua, terus Om itu gak mau bertanggung jawab karena punya istri dan anak. Terus, karena lo malu, akhirnya lo jebak Kak Devan dan bilang sama Kak Devan kalau lo hamil anaknya, padahal mah anak Om-om tua. Iya kan?" Kata Della dengan sok tahu.

Sea merasa malu mendengar ucapan Della. Sudah panjang lebar, pede, dan salah lagi.

"Semua ucapan kamu salah, Del. Aku tahu, kamu kayak gini karena masih kesel kan sama aku."

Della menggeleng. "Kesel kenapa?'

"Kesel karena Kak Devan lebih memilih aku daripada kamu."

Della melotot tajam mendengar ucapan Sea yang menghina dirinya. Della dengan marah berjalan mendekati Sea dan mendorong tubuh kecil yang tengah mengandung itu.

Namun, tanpa di duga-duga Devantae telah melihat semuanya, hanya saja ia bersembunyi di balik bangunan yang dekat dengan tempat mereka berbincang.

Melihat tubuh Sea yang di dorong membuat Devantae terkejut dan langsung berlari menyelamatkan Sea.

"Sea!" Kata Devantae saat dirinya berhasil menangkap tubuh Sea yang hampir terjatuh.

"Kak Devan?" Sea tidak percaya jika Devantae datang menolongnya.

Devan tersenyum ketika Sea terlihat baik-baik saja. Lalu matanya beralih menatap Della yang diam mematung di tempatnya.

"Kamu lagi?" Devan membuang nafas kasar saat menatap wajah tidak berdosa Della.

"Sekali lagi kamu gangguin Sea. Saya gak akan diem aja!" Peringat Devantae dengan tatapan tajam dan penuh penekanan.

Della menelan salivanya kasar. Bagaimana bisa Devantae datang di saat yang tepat, seharusnya Sea jatuh dan keguguran. Tapi sialnya niat buruk Della tidak terlaksana sesuai dengan keinginannya.

"Sea, ayo pulang." Tangan kiri Devan merangkul pinggang Sea. Hal itu tak lepas dari tatapan cemburu Della.

Sea tersenyum manis kepada Devan, dan tersenyum mengejek saat menatap Della.





















Selamat sore, cie yang bentar lagi buka(bagi yang berpuasa)

Jangan lupa vote n komen guys.

.

.

Young Parents✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang