Act 15. You Don't Know

275 63 17
                                    

Selama di dalam kelas, Haechan terus memperhatikan Renjun dan Mark karena akhir-akhir ini dua orang itu terlihat aneh. Kemarin mereka tidak mau saling bertatapan langsung tapi curi-curi pandang dengan ekspresi salah tingkah ketika salah satunya sedang lengah, dan hari ini mereka tidak mau saling bertatapan langsung tapi curi-curi pandang dengan wajah datar ketika salah satunya sedang lengah.

Gampangnya, kemarin nuansa di antara keduanya terasa hangat bagaikan pagi hari yang cerah namun hari ini terasa dingin bagaikan dini hari di musim kemarau. Dan Haechan sangat ingin tahu apa alasannya.

Karena itulah dia langsung menghampiri Renjun begitu bel istirahat pertama berbunyi, yang mana bertepatan pula dengan Mark beranjak dari tempat duduknya dan berjalan keluar kelas dengan wajah kaku. Sementara Renjun sendiri terlihat agak terganggu ketika dihampiri Haechan.

"Mau cerita nggak apa yang terjadi di antara kalian?" tanya Haechan sambil duduk di kursinya Mark.

Renjun menatap Haechan sesaat sebelum menjawab dengan nada agak ketus. "Dia nggak senang aku pergi sendirian ke hutan benang untuk mengantar bayaran si manis."

"Terus?"

"Kubilang padanya, aku bakal aman selama sudah masuk wilayah si manis dan selagi belum, aku masih bisa mengurusnya sendiri."

"Jadi dia marah karena kau bertindak sendiri tanpa melibatkannya?"

Renjun mengangkat bahunya. "Itu kan urusanku dengan si manis, jadi kenapa dia harus marah segala?"

"Mungkin karena dia khawatir?"

"Aku tahu, tapi tetap saja soal si manis itu bukan urusannya. Toh aku benar-benar berhasil mengurus gangguan makhluk itu sebelum masuk ke wilayah si manis."

"Hei, motormu terbelah dua dan kau bilang itu berhasil?"

"Tentu saja, kau lihat sendiri aku masih hidup dan bernafas dengan baik di depanmu sekarang kan?"

"Kalau bukan karena Chenle dan Jisung, bisa-bisa kau juga ikut terbelah dua bersama motormu, tahu."

"Memang, makanya kemarin mereka kuajak untuk menemaniku seenggaknya sampai aku masuk ke wilayahnya si manis."

Haechan memutar bola matanya dengan jengkel. "Kau ini ya, tolonglah mengerti sedikit bahwa orang lain mengkhawatirkanmu. Kalau kau menerima tawaranku agar dari awal memang si manis saja yang mengawalmu, seenggaknya kau kan nggak akan rugi karena motormu rusak."

Renjun terdiam mendengarnya. Dia tahu Haechan memang benar, tapi egonya menolak untuk mengakuinya. "Aku cuma merasa masih bisa menanganinya sendiri untuk saat ini."

"Ya ya terserahlah. Pokoknya mulai hari ini kau akan dikawal si manis kalau keluar rumah saat Mark nggak ada di dekatmu, dan aku nggak nerima kata penolakan."

"Tapi-"

"Dengar, Renjun Huang," Haechan merendahkan suaranya namun menajamkan intonasi bicaranya. "Kalau cuma sekedar dilempari batako yang sengaja dibuat meleset masih bisa kutolerir, tapi kalau sudah terang-terangan mau membunuh itu lain lagi ceritanya. Dan ini kutegaskan ya, aku nggak meremehkan kemampuanmu, aku hanya ingin meringankan bebanmu agar kau bisa lebih fokus ketika hal yang buruk benar-benar terjadi. Jadi kau hadapi yang di depan dan biarkan aku mem-backup punggungmu. Cuma itu kok."

Renjun menggigit bibir bawahnya dengan gusar. Tentu saja dia tetap tidak setuju dengan tawaran Haechan tapi dia juga tahu betapa gigih dan menyebalkannya temannya ini, jadi dengan berat hati dia terpaksa menyetujuinya.

"Oke baiklah, lakukan saja sesukamu."

Seketika wajah Haechan mencerah dan senyum lebar pun terkembang di bibirnya sementara Renjun melengos sambil menghembuskan nafas capek.

Shh, I Heard Something... | MarkRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang