Bagian 4: Terungkap

1.6K 184 16
                                    

Plak!

Telapak tangan besar itu mengenai pipi Rajandra, menamparnya kuat sehingga membuat tubuh remaja itu tersungkur ke samping. Namun sejurus kemudian ia segera kembali ke posisi semula, kepalanya menunduk menatap lantai di bawah kakinya dengan tangan terkepal.

"Sampai kapan kamu akan terus begini, hah!"

Bentakan itu menggema, tertuju pada Rajandra yang bungkam. Tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun, atau jika ia nekad ia akan kembali di hajar.

Plak!

Satu lagi tamparan dilayangkan, tepat pada bagian pipi Rajandra yang lain. Remaja itu tetap bergeming ditempat tanpa perlawanan.

"Menjadi preman seperti itu, Apa kepuasan yang kamu dapat Andra!" sentaknya, lagi. Belum selesai memuntahkan seluruh amarah bergolak dalam dada.

"Belum puas kamu membuat Papa malu! Membuat keluarga ini malu!" cercanya, "apa yang sebenarnya ada di otak bodohmu itu!"

Rajandra tetap tak menjawab, meskipun kemudian lututnya di tendang dan ia jatuh tersungkur lagi. Sambil meringis menahan sakit ia kembali berdiri seperti semula.

Rafael Herland, menghukum Rajandra karena masalah yang terjadi di sekolah siang tadi. Pria berusia akhir empat puluh itu geram mendengar anaknya kembali terlibat perkelahian, meski dilihat dari sisi Rajandra anak itulah yang paling banyak mendapat pukulan, tapi kenyataannya dialah yang memulai perkelahian.

Diperkuat dengan bukti Cctv dimana anak itu terlihat sengaja mendorong meja hingga nyaris mengenai adik kelasnya sebelum perkelahian itu terjadi.

"Mau ditaruh dimana muka Papa kalau kelakuan kamu begini terus! Nilai merah semua, kenakalan kamu tak terhitung lagi banyaknya! tawuran, berkelahi, terjerat pesta miras, Razia narkoba sampai masuk penjara! Apalagi yang ingin kamu perbuat Rajandra? Masih belum puas! Kamu ingin melihat Papa mati dulu baru berhenti!" Raungnya marah, frustasi dengan kelakuan anaknya yang tidak pernah berubah sejak dulu, selalu berbuat onar dimana-mana.

"Nggak Pa, Andra minta maaf." Rajandra menyahut meminta maaf, tetapi tidak tampak menyesalinya sama sekali, wajahnya datar tanpa ekspresi.

"Maaf, maaf terus! tapi tetap diulangi lagi. Percuma!" Sentak Rafael.

"Coba contoh adik kamu, seharusnya kamu malu sama dia! Usianya lebih muda dari kamu tetapi dia selalu berusaha menyenangkan Papa, berusaha jadi yang terbaik untuk orang tuanya! Tapi kamu? Yang kamu lakukan cuma melemparkan kotoran ke wajah Papa Andra!"

Rajandra mengeraskan rahangnya, inilah hal yang paling tidak ia sukai dari ayahnya, selalu membanding-bandingkan dirinya dengan anak tiri kebanggannya, Nevan. Anak dari selingkuhannya yang telah menghancurkan keutuhan keluarga mereka dulu, membuat ibunya pergi meninggalkan rumah dan dirinya saat masih kecil.

Nevan yang cerdas, Nevan yang baik, Nevan yang selalu juara, Nevan, Nevan dan Nevan yang terus dibanggakan. Tak sekalipun ayahnya pernah melakukan hal yang sama padanya. Rajandra muak.

"Cukup mas! Berhenti memarahi Andra!"

Seorang wanita masuk tanpa diminta, menginterupsi ketegangan antara ayah dan anak itu. Dia menatap Rafael berang.

"Kenapa kamu selalu memukulinya! Dia sudah terluka separah itu, apa harus kamu menambah lukanya lagi!" ujarnya, ketika melihat wajah Rajandra yang babak belur tampak semakin mengenaskan karena dipukuli oleh ayahnya.

"Siapa yang mengizinkanmu masuk Dilara?" bukannya menjawab, Rafael malah balik bertanya.

Dilara, yang merupakan istri Rafael itu mendengus kasar, "aku tidak perlu izin siapapun, anakku dipukuli ayahnya sendiri dan aku tidak bisa diam saja melihatnya," jawabnya tegas.

I'm In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang