11. Retak (?)

2K 204 4
                                    

.
.

Tok.. tok..

Andra kemudian membuka pintu ruangan tersebut. Disusul Fara yang sedari tadi masih belum ada sepatah kata keluar dari mulutnya setelah pertengkaran hebat siang tadi. Kini jam menunjukkan pukul 7 malam, Jias sudah sadar namun tengah istirahat di ruang rawat. Ditemani Jevan dan Naven. Hasil pemeriksaan tengang tubuh Jias juga baru selesai sekarang.

"Dengan orang tua pasien beranama Jias Bian Andara?" Tanya dokter itu memastikan.

Andra mengangguk. "Iya, dok."

"Ya, baik. Silahkan duduk, ibu dan bapak." Dokter mempersilahkan membuat Andra kemudian menarik kursi didepan meja dokter tersebut. Juga Fara yang sedari tadi memegangi lengan baju Andra, tak dilepas.

"Jadi.. gimana hasilnya, dok?" Tanya Andra mulai serius. Matanya menatap si dokter dengan harap-harap cemas. Sedangkan Fara hanya  menunduk, dalam hatinya juga merasakan degup hebat mengharapkan si dokter tak berkata aneh-aneh tentang kondisi Jias.

"Sebelumnya, saya minta maaf sekaligus ingin bertanya." Andra manggut-manggut.

"Apakah nak Jias ini pernah mengalami benturan hebat di bagian kepalanya? Barang kali bapak ibu sudah pernah periksa Jias ke dokter, mungkin." Lanjut Dokter tersebut.

Fara sontak mendongak, menatap Andra yang juga menatapnya. Hanya beberapa detik mereka bicara dengan tatapan. "Dulu, dok.. saat Jias masih umur 2 tahun. Sempat saya periksa ke rumah sakit, dan dokter bilang ada retak di bagian tengkorak Jias. Bahkan Jias pernah dirawat hampir 3 tahun di rumah sakit. Dan alhamdulillah, umur 5 tahun Jias bisa pulang kerumah." Jelas Andra, jujur sekali hatinya sangat sakit setiap mengatakan kalimatnya. Setiap detik ia berusaha menahan tangis hingga tenggorokannya terasa kering.

Fara kembali menunduk, menangis dalam diam. Pikirannya mulai merambat kembali ke masa lalu.

Dokter tersebut mengangguk mengerti. "Hebat, Jias kuat mau bertahan diusia yang terbilang sangat dini itu." Dokter menanggapi, sebagai ucapan yang menabahkan kedua orang tersebut. Karena ia tahu, tak semudah itu bisa bercerita tentang memori buruk yang lalu.

Sang Dokter mengambil sebuah map yang berisikan beberapa data serta hasil pemeriksaan tubuh Jias. Dokter itu mengeluarkan salah satu data-nya, hasil rontgen.

Andra hanya terdiam melihat dokter tersebut menyodorkan gambar dengan campuran warna hitam serta abu-abu itu. "Setelah saya pelajari hasil pemeriksaan tubuh Nak Jias dan berdasarkan cerita yang bapak bilang barusan, saya dapat menyimpulkan bahwa saat ini keadaan Jias, benar-benar harus diperhatikan."

Satu hantaman hebat menusuk dalam hati Fara dan Andra. Sakit rasanya mendengar perkataan dokter yang sudah tidak bisa dibantah lagi. Perkataannya memang tidak langsung pada poinnya, namun lukanya langsung pada poinnya. Hati Fara teremas hingga rasa-rasanya Fara sulit bernafas saat ini.

"E-enggak, dok.. jangan bilang gitu, Jias gak apa-apa 'kan? Jias udah sehat!" Bantahan Fara memang mustahil untuk mengubah hasil dari dokter, tapi Fara berusaha meyakinkan pikirannya bahwa Jias sehat.

"Saya minta maaf sebesar-besarnya kepada bapak dan ibu, memang ini sulit untuk diterima. Tapi hasil ini sudah akurat, saya sudah memeriksa kebenarannya sejak siang tadi. Maaf bila mengecewakan, tetapi hal terbaik yang bisa dilakukan sekarang adalah menjaga tubuh Nak Jias. Saya minta, Nak Jias jangan terlalu banyak menyentuh kepalanya. Apalagi mengalami benturan kembali, karena saat ini retaknya sudah bisa dibilang besar. Akan semakin fatal bila Nak Jias mengalami benturan kembali di kepalanya." Dokter tersebut menjelaskan secara perlahan, agar kedua orang tua yang tengah dalam keadaan guncangan tersebut merasa lebih baik. Walau ia tahu ini tak ada apa-apanya.

Andra dengan mata berairnya, kembali berucap dengan mulut yang kelu. "Tapi Jias bisa sembuh 'kan? Saya mohon, dok.. lakukan pengobatan terbaik untuk Jias, dok.." Ucap Fara, suaranya sedikit bergetar.

"Tolong, lakukan yang terbaik untuk anak saya." Andra menimpali, suaranya juga terdengar bergetar.

Dokter tersebut samar-samar terlihat menarik nafasnya pelan. "Seperti ini, menurut saran saya, dan sebaiknya, Nak Jias mendapat sebuah operasi yang jelas bukanlah hal yang sepele. Jadi, operasi yang akan dijalani adalah acute traumatic craniotomy. Operasi ini dilakukan karena adanya cedera otak traumatis yang dialami pasien. Biasanya diakibatkan oleh benturan keras termasuk dalam bentuk pukulan atau apapun itu, dalam kasus ini, kepala Nak Jias sudah lama mengalami keretakan akibat benturan keras yang dialaminya sata kecelakaan, jika berdasarkan perkataan Bapak sekalian. Retaknya sempat memulih dan dalam proses penyembuhan alami, namun lagi-lagi sebuah benturan keras menghantam kepala Nak Jias hingga membuka kembali retak tersebut."

"Pertama langkah yang akan pihak kami lakukan adalah memastikan tubuh pasien siap untuk menjalani operasi besar seperti ini. Dan maaf, untuk saat ini, sepertinya terlalu dini untuk langsung melakukan pengobatan tersebut. Tubuh nak Jias masih dalam keadaan terguncang, akan terkejut bila melangsungkan pengobatan besar seperti ini.

"Ada baiknya kita memastikan tubuh nak Jias harus sudah pulih sepenuhnya dan pihak pasien pun siap untuk menerima resikonya apapun nanti hasilnya. Tapi semua akan baik jika pihak pasien memnyerahkan hak pada para dokter agar leluasa untuk menlakukan pengobatan ini. Berdasarkan pengalaman para dokter bedah ahli, semua akan baik-baik saja. Juga dengan bantuan Tuhan, semua berjalan lancar."

"Sedangkan untuk pemulihan, Mungkin memerlukan sekitar satu bulan, atau waktunya juga bisa bertambah lama jika melihat bahwa imunitas ditubuh Jias yang lemah."

Lagi, Andra hanya bisa menunduk, mengusap kasar wajahnya yang kusut kala mendengar tutur panjang dari sang dokter. Juga Fara yang sepertinya nyawanya hilang entah kemana.

"Untuk saat ini, Jias sudah boleh dibawa pulang. Namun usahakan agar daerah dibagian kepalanya tidak mendapat perlakuan yang tidak diinginkan, lagi ya.. dan nanti akan saya rekomendasikan beberapa obat untuk imunitas nak Jias supaya tubuh nak Jias-nya bisa cepat pulih." Dokter kembali berucap.

Andra menyimak, kemudian mengangguk. Hanya itu yang bisa ia lakukan. Memangnya ia bisa apa? Jika punya kekuatan super pun, pasti sudah ia lakukan sejak dulu. Sejak Jias umur 2 tahun saat itu. Dahulu serta saat ini, Andra masih menyesali segala kebodohannya. Rasa sesal itu akan tetap abadi dihatinya.

Fara dan Andra keluar dari ruangan dokter tersebut. Keduanya saling menggenggam tangan, berusaha menguatkan satu sama lain.

Bruk

Fara terjatuh tepat satu langkah jauhnya dari pintu ruangan tadi. Kemudian tangisnya kembali menyeruak. "Kak, Jias... ini semua salah aku, Kak.. aku gak pernah jadi Bunda yang baik untuk Jias.. Aku selalu nyakitin dia.. wajah Nasya, ada diwajah Jias.. untuk yang kedua kalinya.. aku gagal jadi orang yang baik untuk mereka.. aku harus apa, Kak.. sekarang Jias gak baik-baik aja, karena aku.. aku gak bisa bertahan sama terapi aku.. semuanya percuma, Kak!" Mata sembab itu kembali mengeluarkan cairannya. Punggung bergetar dengan keringat dingin menambah gambaran bahwa saat ini, Fara benar-benar hancur.

Andra memeluk istrinya dengan sayang. Hatinya begitu perih melihat bidadarinya hancur, hingga saat ini Andra pun menangis sehancur-hancurnya. Walau tak ada isakan dari mulut yang kelu itu.

Maaf, Fara.. semuanya bukan salah kamu. Dari dulu, aku yang jadi benalunya. Aku yang memulai nya, sampai saat ini pun, aku yang salah, Fara... Maaf, aku terlalu buruk buat kamu. Juga, maaf karena aku masih mau tetap berada disampingmu.

.
.

Semesta SementaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang