❣ Happy reading (and also sorry for typo(s)) ❣
ღ
Seminggu berlalu semenjak Seka jatuh pingsan, dan berkat satu tamparan yang dilayangkan oleh Tama pada Bian karena salah paham saat itu, sampai hari inipun keduanya masih belum saling berjabat tangan berbaikan. Itulah alasan kenapa Seka sekarang lagi repot karena harus membujuk keduanya.
"Mas, ayo minta maaf aja mas, kalo begini telus suasana nya jadi gak enak banget," bujuk Seka pada yang lebih tua, males banget dia jadi harus bicara banyak belakangan ini, bikin rahang pegal.
Tama yang tengah membaca buku itu lalu membalasnya, "ogah!" singkatnya tanpa memalingkan netranya dari buku IPA miliknya.
Seka menghela napas kasar, "telus mau sampe kapan lo kayak gini mas? emangnya gak capek? kata bunda kan kalo belantem lebih dali tiga hali itu dosa!"
Tama hanya diam tak menggubrisnya, ia terus memperhatikan bukunya tanpa mengalihkan pandangannya sekalipun pada Seka.
Seka pasrah, ia lalu dengan cepat keluar dari kamar Tama untuk pergi menuju kamar Bian, masih ada satu saudara lagi yang harus ia bujuk.
"Bang Bi," seru Seka setelah mengetuk pintu kamar Bian.
"Kalo lo mau ngebujuk gue baikan sama Tama, mending lo pergi, ini urusan gue sama Tama, dan gue gak akan minta maaf sebelum dia minta maaf duluan," pekik Bian dari dalam kamar, ia enggan membukakan pintunya untuk Seka.
"Tapi apa salahnya kalo lo minta maaf duluan? ini udah seminggu bang, gue capek kalo gini telus, gue cuma bisa ngeliatin lo beldua diem-dieman dan gak ngelakuin apa-apa, gililan gue udah usaha buat bujuk, lo beldua sama sekali gak ada yang dengelin gue," adunya, "Bang Tama gengsian bang, gue juga males kalo dia udah begini, gak salah juga kan kalo lo maju duluan buat minta maaf?" sambungnya.
Terdengar Bian yang mendecih di dalam, "gue? minta maaf duluan? yang bener aja! jelas-jelas dia yang stres mukul anak orang tiba-tiba, dia tuh yang harus benerin attitude-nya, gue capek banget mesti ngalah terus, sama lo, sama Tama."
Seka menggelengkan kepalanya pasrah, "lo pikil lo doang yang capek?" finishnya yang lalu pergi meninggalkan kamar Bian, tanpa sadar Tama yang tadi tengah mengejarnya telah mendengar seluruh pembicaraannya dengan Bian.
"Gimana?" tanya Shasha.
"Gak mungkin kalo kata gue sih, Tama itu gengsinya tinggi," timpal Sarah, "tapi si Bian lebih tinggi sih," sambungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIPLE MAHANTA
FanfictionHanya kisah keseharian si kembar tiga Mahanta selama merantau ke Kota Bandung.