Eps 21 [Abuse]

61 15 5
                                    

.
.
.

"kelam itu masalaluku, gelap itu masa depanku. Apakah trauma adalah penghalang untuk masa depan?"

__Garliona__
.
.
.

___•°√°•___

Sakit. Takut. Hal itu sudah biasa, namun hal itu berkepanjangan.

Hari dimana Liona hampir kehilangan martabatnya sebagai seorang wanita. Anak kecil berseragam merah putih itu sedang berjalan pulang. Ia sendiri karena tidak memiliki teman.

"Oi! Sendiri aja?" ucap laki-laki dengan tag name Adityama. Dia adalah kakak kelasnya.

"Hehe iya kak, Lio nda ada temen jadi pulang sendiri. Kak Adit baru pulang, ya?" Aditya hanya tersenyum. "Ikut aku bentar mau nggak, Li?" ucapnya seraya menepuk pundak Liona. "Kemana kak? Lio harus pulang, nanti ibu nyariin Lio," sahut Liona hendak pergi.

Jalanan di situ terbilang sangat sepi, hanya ada Lio dan Aditya. Aditya dengan kesal mencekal pergelangan Liona dan mendorongnya hingga terjerembab ke tanah.

"Aku bilang ikut aku dulu sebentar! Aku nggak bakal apa-apain kamu juga kok," sentak Aditya menahan pergelangan tangan Liona.

Liona menggelengkan kepala. Ia tidak mau ikut dengan kakak kelasnya ini. Ia takut. Aditya mendorong tubuh Liona membuat Liona terjatuh mencium tanah.

"Sssttt diem." Aditya membungkam mulut Liona.

Pikiran bocah SD itu entah bagaimana bisa seliar ini. Liona risih. Sangat risih.

"ARGGHHHHHHHHHH!" teriakan Liona.

___•°√°•___

Mata Liona berair. Mengingat kejadian hari itu membuat dirinya merasa risih dan jijik. Rian mengusap air mata Liona dengan lembut.

"Hei, Lio kok nangis? Ada apa, hem?"

Liona menggeleng. Ia tersenyum. Lio berfikir, dirinya memang tidak pantas untuk siapapun. Termasuk Rian dan Devano. Liona ternodai. Liona bekasan.

"Haha nda papa. Rian, Vano mana?"

"Vano? Dia lagi sama Lia di depan, kenapa? Mau Rian panggilin dia?"

Liona menggeleng. Tidak, dia tidak mau merepotkan Rian. Sudah cukup Rian kerepotan karena menjaganya sepanjang waktu. Ia tidak mau membuat cowok itu kelelahan dan berujung sakit.

"Ya sudah, minum paracetamolnya, ya?" Liona menggeleng pertanda ia tidak mau. Pahit. Sensasi pertama yang Lio rasakan minum paracetamol. Terlebih lagi Liona tidak bisa menelan bulat-bulat obat itu tanpa dibelah jadi dua.

"Huft... Kalau nggak mau minum kapan sembuhnya, hem? Minum yah? Rian belahin jadi dua," ucap Rian lalu membelah obat bulat itu menjadi dua.

"Pahit, huwek, nda mau," rengek Lio manja sembari menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya.

"Astaga, enggak Lio. Jangan dirasain, langsung telen pake air."

I'M OKEY!! [END] TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang