Entah mengapa aku merasa bahwa piket kelas adalah momok menakutkan bagi seluruh warga kelasku. Seperti sekarang aku harus menerima jika aku harus piket sendirian sedangkan teman-teman yang piket bersamaku lebih dulu pulang dengan alasan ada urusan dan berbagai alasan lainnya.
Dulu aku sangat senang piket kelas sekalipun teman-temanku lebih dulu pulang sebab Satriga akan menemaniku. Ah, sebenarnya bukan menemani juga, tapi lebih tepatnya dia juga piket bersamaku. Dan cuman Satriga yang tidak pernah pergi menghindar dari piket kelas.
Sayangnya, hari ini berbeda. Aku piket sendirian.
Suasana di kelas sangat hening karena hanya ada aku saja di tambah lorong-lorong sekolah juga mulai sepi. Aku tidak takut sepi sebab selama aku di SMA aku lebih sering berteman dengan kesendirian dari pada berkumpul dan hihahihi bersama teman.
Bukan aku sombong atau bagaimana hanya saja aku lebih nyaman jika aku sendiri. Dan aku juga sangat tidak menyukai efek setelah aku berkumpul bersama teman, keluarga, dan orang-orang di sekitarku. Setelah berkumpul yang aku rasakan adalah benar-benar merasa sepi padahal aku sudah terbiasa sebelumnya.
Satriga pernah berkata padaku, "Lakukan apa yang membuatmu nyaman."
Dan satu lagi kata-kata Satriga yang aku selalu ingat, "Aku tahu kadang dalam kesendirian ada titik di mana kamu juga membutuhkan seorang teman. Dan jika kamu berada dalam titik itu kamu hanya perlu menepuk pundakku atau memanggil namaku maka aku akan menemanimu."
Ya, aku selalu melakukan apa kata Satriga. Setiap aku ditikam rasa sesak kesendirian dan membutuhkan seorang teman maka aku akan menepuk bahu Satriga lalu Satriga menyambutku dengan senyum cerianya.
Satriga selalu menerimaku. Sebagai teman. Tak akan pernah lebih.
Aku mencengkeram gagang sapu yang aku bawa. Aku menatap bangku Satriga. Hatiku tiba-tiba dihinggapi rasa sesak.
"Kamu tidak boleh seperti ini, Lea!"
Aku menghampiri bangku Satriga dan melihat bunga Anyelir di atas bangku Satriga mulai layu. Aku menghela napas sebelum akhirnya mengambil bunga Anyelir itu.
Bunga Anyelir adalah bunga kesukaan bundanya Satriga dan Satriga selalu menyukai apa yang disukai bundanya.
Bahkan waktu Satriga menyatakan cintanya pada Kasih alih-alih Satriga membawa bunga Mawar dia malah membawa bunga Anyelir dan memberikannya pada Kasih. Tentu saja Kasih tidak menolaknya. Mana mungkin dia menolak pemberian dari sosok yang dicintainya.
Sayangnya, sejak beberapa bulan yang lalu Kasih tidak lagi menyukai bunga Anyelir. Namun, meski begitu Kasih tetap saja setiap hari dia mempersembahkan bunga Anyelir pada Satriga.
Aku juga menyukai bunga Anyelir hingga saat ini. Dan aku juga masih menyukai Satriga.
***
Kata Satriga aku itu sangat ceroboh dan masih kekanak-kanakan hanya tertutup sama sifat pendiamku yang aku tunjukkan pada orang lain. Tapi aku sedikit cerewet dan receh jika bersamanya.
Suatu hari Satriga pernah bertanya tentang sifatku itu. Kenapa aku menunjukkan sifat berbeda jika bersamanya.
"Kamu suka sama aku ya, Le?"
Awalnya aku sangat kaget mendengar pertanyaan itu meluncur dari bibir Satriga dengan mudahnya. Tapi aku berusaha menutupi keterkejutanku dengan terkekeh agar Satriga tidak curiga jika aku benar-benar menyukainya bahkan mencintai dan menyayanginya. "Kok kamu tanya gitu?"
"Ya, sikap kamu kalau sama aku itu berbeda dengan sikap kamu ke teman-teman yang lain."
"Kamu risih, ya, sama sikapku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Drak Grey (Selesai) ✓
Teen Fiction"Masa SMA-ku terlalu penuh warna abu-abu untuk disebut masa putih abu-abu." Start: 05 April 2022 Finish: 22 Desember 2022