DrakGrey07

25 3 0
                                    

Pagi ini begitu cerah matahari bersinar terang hingga embun di dedaunan memantulkan cahayanya. Burung-burung berterbangan ke sana ke mari dengan riang, hinggap ke satu rumah ke rumah lain.

Aku berharap pagi yang cerah di hari ini menjadi awal untukku berdamai dengan kesedihan yang selama ini aku dekap erat. Melepaskan Satriga pergi memang hal yang sulit untukku namun sampai kapan aku akan terus bergelung dengan nyaman berselimut kesedihan?

Sebelum Satriga pergi dia menitipkan warna lain untukku dan rasa bahagia baru untukku. Tapi setelah dia pergi aku melupakan semua itu karena terlalu sibuk bersedih.

Sudah waktunya aku menjemput kembali warna-warna baru dan kebahagiaan baru. Dan di setiap langkah menjemput warna dan kebahagiaan baru akan aku tuturkan do'a pada Satriga yang aku harap sampai pada pemiliknya.

Aku berhenti melangkah tatkala sampai di depan toko bunga yang setiap pagi hari aku kunjungi setelah Satriga pergi. Biasanya setiap pagi aku akan membeli bunga Anyelir putih tapi mulai hari ini aku tidak akan membeli lagi.

Beberapa menit aku menatap toko itu sebelum aku kembali melanjutkan perjalananku menuju sekolah. Aku tidak berhenti memilin-milin ujung tali tasku selama perjalanan.

Sampai di gerbang sekolah aku di sambut oleh kehadiran Pak Satpam yang sedang meminum kopi di pos jaga aku melontarkan senyum padanya. Di hari-hariku yang berselimut kesedihan aku selalu melewatkan banyak hal, seperti halnya tadi tersenyum kepada Pak Satpam yang selalu menyapaku.

Sekolah masih tidak begitu ramai oleh kedatangan siswa karena masih sangat pagi. Aku menelusuri lorong sekolah yang masih sepi menuju kelasku.

Di kelas aku langsung menghampiri tempat duduk Satriga dan duduk di sana. Aku menatap taman dari jendela. Tamannya tidak ada perubahan sama sekali, tetap indah.

"Maaf hari ini aku nggak bawa bunga Anyelir buat kamu," gumamku.

Aku memilih tanganku di atas meja kemudian aku bermonolog, "Kamu tahu, Sat, setelah kepergianmu aku dirundung kesedihan bertubi-tubi. Aku menjalani hari-hariku dengan terus mengenang kebersamaan kita sebelum kamu pergi, ya aku belum bisa menerima bahwa kamu sudah pergi dan tidak untuk kembali. Sesering aku memutar kenangan kita sesering itu pula aku mengelak kenyataan. Padahal apa yang aku lakukan itu hanya akan menyakitiku.

"Tapi lebih sakit lagi melihat semua berjalan dengan semestinya ketika kamu pergi dan seolah-olah hanya aku yang sedih akan kepergian kamu itu, seolah-olah hanya akulah yang kehilangan kamu. Padahal aku melihat itu dari sisi egoisku sendiri, sebab ternyata banyak orang-orang yang merasakan hal yang sama dengan apa yang aku rasakan, orang tua kamu, teman-teman kamu, dan Kasih. Namun, setelah Kasih datang padaku aku menjadi tahu harusnya aku tidak boleh seperti ini. Karena aku harus menjemput hari esok dan menjalani hari ini sebaik yang aku bisa. Aku tidak boleh terjebak dalam masa lalu dan mendekam dalam perasaan sedih yang mendalam. Aku harus bangkit. Meski begitu aku akan menepati janjiku padamu, Satriga, aku tidak akan melupakan kamu, melupakan pertemanan kita, dan kenangan kita bersama." Aku menghela napas panjang dan mengusap jejak basah di pipiku dengan kasar.

"Maaf aku butuh waktu lama untuk berdamai dengan semua ini. Aku akan bangkit dan mulai semuanya dari awal bersama warna dan kebahagiaan yang pernah kita rasakan bersama. Aku akan bahagia, Satriga, semoga." Tak kuat membendung air mataku yang terus mengalir aku menelengkupkan kepalaku di lipatan tanganku di atas meja.

Isakan tidak dapat kutahan dan aku membiarkannya. Aku ingin meluapkan semuanya untuk memulai semuanya dari awal lagi. Semuanya akan berbeda tanpa Satriga tapi hidup akan terus berjalan dan aku tidak mungkin tetap bertahan memegang erat kesedihan dan berdendam pada perasaan kehilangan yang sukar dihilangkan. Aku harus tetap berjalan maju meski tidak lagi bersisian dengan Satriga.

Mendengar derap langkah menuju kelas aku segera bangkit, lalu mengusap wajahku yang basah. Aku menetralkan napasku walaupun Isak tangis belum sepenuhnya mereka. Tanganku mengusap meja Satriga dan menatapnya dengan sendu.

Dengan susah payah aku menyunggingkan senyum. "Aku akan merawat warna yang pernah kamu beri, Satriga. Kita akan bertemu lagi. Pasti."

Derap langkah itu semakin mendekat dan dari Jendela kelas aku melihat kepala seseorang yang aku yakini teman sekelasku. Aku beranjak dari kursi Satriga dan pergi ke kursiku sendiri.

Teman sekelasku datang tanpa menatapku yang sudah duduk di kursiku tapi itu membuatku tenang karena dia tidak perlu melihat kekacauan di wajahku.

Teman-teman sekelasku terus berdatangan karena waktu sudah menunjukkan setengah tujuh lewat. Akhirnya Lula pun datang dan langsung duduk di sampingku. Wajah Lula sangat kusut. Dia menatapku kemudian bertanya, "Kenapa akhir-akhir ini tugas semakin menumpuk?"

Karena kamu tidak pernah inisiatif untuk mengerjakannya. Aku tidak menanggapi pertanyaan Lula karena aku yakin pasti ada kelanjutannya.

"Tugas biologi kamu sudah?"

Haruskah aku mulai dari hari ini, Sat? Lagi pula sampai kapan aku akan terus jadi pengecut? Aku memberanikan diri sebelum membalas perkataan Lula.

"Aku sudah selesai tapi aku tidak akan memberikan contekan untuk kamu maaf. Lebih baik kamu mengerjakan sendiri, Lula, berusaha sebisa kamu. Dan tugas kamu akan menumpuk jika tidak kamu kerjakan. Lalu sampai kapan kamu akan bergantung terus bergantung dengan orang lain? Aku yakin saat kamu kuliah tugas yang kamu dapat akan lebih banyak dari tugas kamu saat ini."

Lula menatapku dengan kernyitan di dahinya. Di matanya aku melihat ada setitik kemarahan. Dia tersenyum miring kemudian berkata, "Ceramah kamu masih ada lanjutannya?"

Aku terdiam, bukan aku tidak berani melawan tapi aku hanya tidak ingin membuat ribut. Aku pun sadar orang-orang seperti Lula memang sulit sekali diberi tahu dan nanti ketika aku terjun ke masyarakat pasti banyak mendapati orang-orang seperti ini.

Lula pergi dan aku menghela napas. Hari-hariku akan aku mulai dengan baik mulai hari ini. Jadi aku akan berusaha sekuat yang aku bisa.

Mungkin hari-hariku nanti akan lebih kacau dari hari kemarin dan hari ini, tetapi aku akan terus berjuang. Mungkin aku akan kembali merasakan sedih, tetapi takkan kubiarkan aku kembali terpuruk lagi. Dan mungkin aku akan merindukan Satriga hingga dadaku sesak dikukung kerinduan itu, tetapi ketika aku merasakan itu aku akan mendo'akan Satriga.

Aku dan Satriga sekarang hanya terhubung lewat do'a yang selalu aku ucap. Aku akan mendo'akannya dan mengenangnya dengan perasaan bahagia.

TAMAT

Dia Part selanjutnya ada Puisi untuk Satriga.

Jadi silahkan digulir:)

Drak Grey (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang