Dia Yang Terluka

19 1 1
                                    

Lyandra Drisa duduk termenung diam menatap kaca di kamarnya sejak satu jam yang lalu memikirkan suatu hal yang mengganggunya, hal yang sangat menyakitkan, fakta yang tidak ingin dia ketahui tapi kenapa tuhan memberi tahukan fakta tersebut, dia berusia 26 tahun saat ini dia lupa kapan dia mengetahui fakta menyakitkan itu, seingatnya mungkin 7 tahun telah berlalu saat fakta itu terungkap, jujur dia bingung dengan apa yang akan dia lakukan saat ini, saat dia sudah berusaha untuk melupakan fakta itu, akan tetapi fakta itu selalu terngiang di kepalanya seperti kaset rusak.

Benci bahwa Drisa tetap diam saat mengetahui fakta ini dan tidak bertanya kejelasan yang ada karena takut menyakiti hati sang ibunda yang begitu menyayangi dirinya, saat ini yang ia punya hanya sang ibunda yang rela bekerja keras sendiri demi membiayai dirinya dari mulai ayahnya yang meninggal dunia saat dia masih kecil hingga ia saat ini sudah bisa menghasilkan uang sendiri karena bekerja di kantor pertanian sesuai dengan jurusan yang ia ambil saat kuliah.

"Lelah huftt... Lelah lelah lelah dasar bodoh, kenapa ini sangat menyakitkan hahahaha... Kenapa huft.. "

Dirsa menghela nafas berkali kali untuk menghilangkan rasa sesak di dadanya, dengan berkali kali pula tertawa karena merasa bodoh dengan pemikirannya, bisa bisanya ia teringat kembali, sebuah kenyataan yang seharusnya tidak ia ketahui, yang malah menyakiti dirinya.

"Sudahlah ayo lupakan Drisa bodoh, banyak tugas yang harus kamu kerjakan bodoh, jangan termenung tidak jelas begini" ucap Drisa pada diri sendiri.

"Kenapa ini kertas makin menumpuk sih?" Ucap Drisa jengkel.

"Huftt Drisa bodoh berhentilah mengeluh atas pekerjaan mu, jika tidak ada kertas ini gimana dirimu bisa mendapatkan uang skincare dan jajan. Ayo semangat.... Semangatt bestiee lupakan segala keresahan di hatimu" ucap Drisa sambil bernyanyi di ujung kalimatnya.

Selanjutnya Drisa pun menghentikan kegiatan melamunnya dan melanjutkan tugas tugas kantor yang menumpuk tidak tau kapan akan terselesaikan jika ia tetap termenung.

"Seharusnya aku tidak perlu membereskan pekerjaan ini di rumah, jika aku tidak berhenti memikirkan dirinya, ya Drisa bodoh kenapa saat di kantor dirimu memikirkan dirinya, apakah dia baik baik saja ya, "Ucap Drisa dalam hati", ya stop Drisa ayo ayo semangat lanjutkan pekerjaan ini lalu kita akan membaca novel yang baru dirimu beli ini".

Setengah jam berlalu Drisa pun menekuni kertas kertas kerjaan dengan hikmat hingga sebuah ketukan pintu terdengar

"Tok...tok...tok, Drisaa, Drisaa apakah dengar???... Drisa buka pintunya..." Ucap ibu Driska Gina

" Iya ma iya, Drisa dengar, Drisa lagi mengerjakan pekerjaan yang menumpuk maa, mama ada perlu?" ucap Drisa setelah dia membuka pintu dan melihat sang ibu di hadapannya.

"Udah jam makan malam sayang ayo kita makan dulu baru kamu lanjutkan kerjaan kamu, dan ingat jangan begadang setelahnya entar kantung matamu makin menghitam, kamu dengar!!.."

"Baik ma, ayo ma" ajak Drisa ke mama nya untuk pergi ke meja makan setelah itu dia pun duduk berdua dengan mama nya dan tak lupa sang adik keponakan yang dia anggap sebagai adiknya sendiri.

"UPS sepertinya aku lupa dengan adik ku satu ini baiklah akan ku perkenalkan Dia Rafidsyah Ghifari Kalian bisa memanggilnya Rafid dia masih duduk di bangku SMA saat ini, yang membuatku sadar bahwa aku sudah cukup tua. Oke cukup jangan bahas umur"

Setelah itu mereka bertiga pun makan dengan hikmat tidak berbicara saat hingga makanan habis.

"Ma Drisa ke kamar dulu mau melanjutkan kerjaan tadi"

"Iya, ingat ya Drisa jangan begadang" ucap ibu Drisa sambil mencuci piring bekas makan tadi.

"Rafid juga Mau ke kamar ya Ma soalnya mau buat tugas sekolah" ucap adek ku.

Setelah itu akupun berlalu dan kembali ke kamar untuk melanjutkan kerjaan tadi yang tertunda....

Di waktu yang bersamaan di kota yang sama terdapat keluarga yang harmonis sedang makan malam di meja makan yang berisi sang anak pertama, kedua serta ketiga. Keluarga yang harmonis bukan. Setelah melakukan makan malam mereka akan berkumpul di ruang keluarga untuk berbincang seperti keluarga yang sangat indah di mata orang orang.

"Abang gimana kerjaannya?? Baik atau ada masalah??" Ucap sang Ibunda Dari sang pria yang bernama Abfik.

"Alhamdulillah baik bunda, jelas tidak dong bunda hehe" ucap Abfik dengan senyum yang terkesan aneh.

Ibundanya pun mengetahui apa yang terjadi pun bertanya kembali dengan serius

"Ada masalah bang? Ada yang Abang sembunyikan dari bunda sepertinya, jujur aja Abang biar Abang lebih baik. Abang tidak bisa berbohong pada ibunda loh". Ucap sang Ibunda Abfik

"Boleh abang jujur bund?? Abang merasa sedikit tertarik dengan seorang wanita bund, apakah itu aneh bund". Ucap Abfik dengan ragu ragu.

Sang ibunda pun tertawa dan sedikit memberi candaan kepada putranya

"Wah yah lihat Abang jatuh cinta hahaha". Ucap sang ibunda kepada sang ayahnya. Sang ayah hanya tersenyum melihat sang putra yang malu karena di ledek oleh sang ibunda di tambah dengan ledekan sang adik adik yang menatapnya aneh.

" Bunda hum Abang, Abang malu, jangan gitu dong bund, kan Abang cuma jujur".

"Hahahah iya iya maaf ya, mau lanjut ceritanya gimana bisa Abang tertarik ke gadis itu? Dan siapa gadis yang beruntung di taksir oleh Abang ini".

"Namanya Lyandra Drisa bund dia teman Abang dulu waktu SMP, dia satu SMP dengan Abang bund, dan dia sekarang kerja di kantor pertanian. Abang ketemu dengannya tidak sengaja kemarin di reuni sekolah SMP bund".

"Hum teman SMP?? Apakah ibunda mengenalnya?".

"Tidak, tidak, ibunda tidak mengenalnya, kan ibunda tau sendiri gimana Abang waktu SMP".

"Iya bund kan Abang dulu waktu SMP cupu dan introvert, eh gak dulu aja sih sampai sekarang juga masih, cuma karena Abang kerja buka klinik konsultasi kesehatan aja, makanya Abang lebih banyak bicara dan berinteraksi iyakan bund". Ucap sang adik kecilnya.

"Berani ya ngomongin Abang". Ucap Abfik sambil terkekeh karena tidak menyangka bahwa dulu dia seperti itu.

"Hahah oke oke, lanjut bang, apakah dia cantik?? Manis atau gimana bang?? Dan teman sekelas Abang kah? Atau hanya satu SMP terus beda kelas?".

"Hum dia cantik,imut dan lucu mungkin". Ucap Abfik sambil tersipu karena mengingat senyuman Drisa saat menatapnya.
"Huft dia hanya teman SMP Abang bund dan beda kelas dengan Abang". Abang kenal dia karena si Morgan sekelas dengannya bund".

" Si Morgan?? Wah dunia kecil ya, bunda senang kalau dia begitu menarik di mata Abang, sepertinya dia tipikal teman yang menyenangkan ya bang?, Pasti dia punya banyak teman, apakah Abang sadar dengan maksud bunda??.."

"Bund? Maksudnya gimana Abang tidak mengerti"..

"Dia menyenangkan untuk berteman Abang, tapi apakah Abang menyadari sesuatu hal? Abang seorang psikolog loh pasti lebih mengerti".

"Maksud bunda apakah dia baik baik saja dengan sifat menyenangkannya itu bund? Abang tidak tau bund, dia sedikit tertutup tentang kehidupan keluarganya bund. Tidak banyak yang mengetahui apa yang ia rasakan saat teman temannya bertanya dia hanya tersenyum dan mengatakan bahwa dia baik baik saja bund dan temannya pun langsung mengiyakan,.." bund apakah dia baik baik saja?? Abang sungguh tidak tau bund.. Abang bingung".

"Huft sepertinya sudah malam bang, sudahlah jangan terlalu di pikirkan, tidur bang besok Abang kerja bukan". Ucap sang ayah mengalihkan pembicaraan.

"Baik yah, Abang ke kamar dulu, malam yah,bund dan adek adek laknatku". Ucapku di akhiri kekehan.

"Hum selamat malam Abang". Ucap. Keluargaku kepadaku
Dan aku pun berlalu pergi ke kamar dan menutup pintu kamar dan berbaring di ranjang sambil menatap plafon dan menerawang tentang apa yang bunda katakan tadi.

Apakah dia baik baik saja selama ini?? Apakah dia punya rasa yang sama kepadaku? Seperti rasaku ini kepadanya, apakah dia akan menerima ku. Huft aku bingung lebih baik aku tidur sekarang.

Selamat tidur Drisa mimpi yang indah .

DuSa? Duka or Suka?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang