PART 7

164 13 1
                                    



🌼🌼🌼🌼


Pagi ini aku disibukkan dengan kegiatan di dapur. Ini inisiatifku sendiri untuk mengubek-ubek dapur. Pasalnya aku tidak tahu lagi mau melakukan apa, di banding menganggur ya aku masak saja. 

Saat menuangkan nasi goreng ke wadah, dari arah ruang makan terdengar berisik orang beradu mulut. Karena penasaran aku menengoknya, ternyata Teh Della dan Mas Iqbal. Tanpa mempedulikan itu aku melanjutkan kegiatanku. Selesai mewadahi aku menatanya di meja makan. 

"Pokoknya gue gak mau tau."

"Ganti nomer ajalah, biar ga ribet." Teh Della acuh, fokusnya pada ponsel.

"Lo 'kan tau, gue ga bisa sembarang ganti nomer," kesal Mas Iqbal.

Sekarang aku sedikit tahu apa yang mereka perdebatkan, tentang nomor semalam. Sembari menata piring di meja aku menyimak saja.

"Gara-gara lo nih! Istri gue nyangka yang gak-gak," lanjutnya.

Gerak tanganku seketika berhenti ketika ada sepasang lengan yang melingkari perutku. Mas Iqbal mengerucutkan bibir, "tuh tersangkanya On." Menunjuk Teh Della yang di balas pelototan.

Seperti ketika anak mengadu pada ibunya, aku menatap mereka berdua. Teh Della cepat meletakkan ponselnya lalu mencondongkan tubuhnya kearahku.

"Emang tuh anak bilang apa aja?" kepo Teh Della.

Kini mereka menatapku menunggu jawaban. Aku berdehem sejenak, "gak ngomong apa-apa kok Teh." 

Kata-kata dari perempuan itu memang sempat membuatku su'udzon pada Mas Iqbal namun aku tidak akan memperpanjang masalah. Toh suaminya itu sudah menjelaskannya. 

"Gak apa-apa apanya? Sampek kamu tidur di sofa gitu!" protes Mas Iqbal tak suka mendengarkan jawabanku.

"Siapa yang tidur di sofa?" 

Suara lain dari arah belakang tiba-tiba menyahut. Tak lama kemudian terdengar decitan kursi di samping Teh Della. 

Haduh semakin panjang nih!

"Kok diem?" Bunda menatap heran anak-anaknya.

"Itu anu Bunda...." 

"Anu apanya sih Dek? Yang jelas kalau ngomong." Bunda tampak kesal pada anak sulungnya itu. "Kamu iya Dek yang nyuruh mantu bunda tidur di sofa?" tuduh Bunda.

Mas Iqbal seketika mengangkat kedua tangan. "Enggak Bunda, mana tega adek nyuruh mantu kesayangan bunda tidur di sofa. Lebih aman adek aja yang tidur di lantai."

"Bagus! Itu baru anak laki bunda," sahut cepat Bunda bangga, tentunya menimbulkan cemberut di bibir Mas Iqbal. Cuma anak laki-laki bukan mantu kesayangan. Ingat! Kesayangan. Di tulis pakai huruf kapital semua.

"Hadeh! Malu sama istri, masih aja kek bocah!" Teh Della memutar bola matanya. Kemudian menatapku serius, mendadak senyumku luntur. "Coba cerita sama teteh, Dek." Aku mendesah dalam hati, masih saja di bahas. Melihat semua orang menatapku, jadi mau tidak mau aku menceritakannya.

"Wah! Bener-bener iya tuh anak!" geram Teh Della. "Ngelunjak bener!"

"Tuh! Lo aja kesel, apalagi gue yang tadi sempet ada yang salah paham."

Aku hanya melirik tajam mendengar sindiran dari suaminya itu.

"Sebentar! Ini yang kalian bicarakan siapa?"

"Andara Bun." Lalu menatapku kembali. "Maaf iya Lun, teteh beneran gak maksud apa-apa ngasih nomernya Iqbal. Padahal kejadian itu udah lama banget, masih aja tuh anak nyimpen. Kamu jangan salah paham lagi iya."

Kalau seperti ini jatuhnya tidak enak, apalagi melihat tatapan bersalah Teh Della. 

Fiuh!

"Gak apa-apa kok Teh! Ini juga salah Luna yang cepat nyimpulin sendiri."

Benar. Aku menyimpulkan sendiri tanpa mempertanyakan langsung pada Mas Iqbal. Namanya juga sudah di hadapkan dalam situasi semacam itu, otakku seolah menolak kata positif thinking.

Seharusnya aku mulai belajar menghilangkan pemikirannya sendiri jika kini aku hidup bukan sendiri lagi melainkan sudah ada suami. Karena membangun komunikasi dalam rumah tangga itu penting. Namun tetap saja tidaklah mudah menyatukan dua kepala dalam satu pemikiran. 

"Udah 'kan On, jadi jangan cemberut lagi iya." Mas Iqbal menatapku lembut, sudut bibirku terangkat diiringi anggukan kepala.

"Andara saha eta Teh?"

"Itu loh Bun, temen kerja Teteh yang waktu itu ketemu di Plaza."

Bunda tampak mengingatnya. "Oh yang dandannya agak tebel itu Teh?"

"Nah!" sahut cepat Teh Della. "Yang lipstiknya merah kayak habis minum darah."

"Iya bunda inget, yang busananya agak mini itu 'kan!"

"Betul bunda, selamat dapat piring cantik!" kekeh Teh Della. "Part time model tuh sekarang Bun!"

"Model apaan," cibir Mas Iqbal. 

"Huss!" Aku menabok lengan Mas Iqbal.

"Ehem kasihan nasi gorengnya dianggurin malah ghibah." Ayah Ham tiba-tiba datang mengintrupsi. 

"Astaghfirullah!" gumam Bunda sendirian, menyadari itu kemudian Bunda menggeplak Teh Della dan berakhir Teh Della juga beristighfar.

Semua sibuk menikmati makanan yang tersaji di piring, yang terdengar suara dentingan sendok dan garpu. Tak genap lima belas menit satu per satu dari kami sudah menyelesaikan makannya.

"Besok malem acaranya jadi Bun?" tanya Teh Della setelah mengelap bibirnya dengan tisu.

"Jadi dong."

Aku yang memang tidak tahu hanya menyimak saja.

"Ada acara apa Bun?" tanya Mas Iqbal mengambilkan tisu untukku.

"Hanya makan-makan aja sama keluarga," jawab Ayah Ham memandang Mas Iqbal.

"Dalam rangka apa sih?" Mas Iqbal tampak belum puas dengan jawaban ayahnya.

"Iya buat rangka pamer mantu lah Dek," sahut Bunda memandangiku. Pupil mataku melebar, ini di luar rencanaku untuk datang kesini. Di satu sisi aku mendadak terserang gugup. 

"Lo shift apa besok?" tanya Teh Della.

"Shift pagi."

"Oh bisa berarti ya."

"Kalau teteh bisa ikut kan?" tanya Bunda.

Teh Della yang duduknya berseberangan denganku mengecek ponselnya. "Hmm aku usahain ya Bun, aku shift siang soalnya."

"Kalau memang gak bisa gak apa-apa Teh," sahut Ayah Ham.

Teh Della memandangku sejenak. "Insyaallah teteh usahain pakek banget Yah. Ini juga acara menyambut adekku juga jadi apa sih yang gak." Sambil mengedipkan satu matanya ke arahku. Aku tersenyum melihat tingkah kakak iparnya itu. 

"Lebay," seru Mas Iqbal.

"Idih sewot."

Ketika akan membalas ucapan Teh Della, aku segera meremas paha Mas Iqbal menghentikan percekcokan antar dua saudara kandung itu. Perasaan aku dengan Mas Dzarrin atau Dek Zahra tidak begini juga. Tapi ada enak juga suasana jadi ramai, anggap saja hiburan.


🌼🌼🌼🌼🌼


13-07-2023



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SEPENGGAL DARI ANGAN season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang