"hah!" Reinan terbangun dari tidurnya ketika suara ketukan menyelinap masuk ke dalam indra pendengarannya.
Sial mimpi itu lagi!
Yup, mimpi yang entah sudah berapa kali singgah di alam bawah sadarnya. Mimpi yang aneh. Rei merasa tidak pernah bertemu anak laki-laki itu. Tapi, mengapa ia selalu memimpikannya.
"siapa dia? Kenapa selalu bertanya tentang hal yang sama?" gumamnya sambil mengusap kasar mukanya.
"Tuan muda? Apa anda sudah bangun?", suara pak Bimo terdengar dari luar pintu dan kini berhasil mengambil fokus pemuda bertubuh jangkung itu.
"hm" jawabnya singkat tak begitu nyaring tapi cukup bisa didengar oleh pak Bimo.
" Tuan dan Nyonya sudah kembali dari Korea dan beliau ingin bertemu tuan muda." Jelas Pak Bimo sembari menunggu jawaban Tuan mudanya itu.
"heh," ia terseyum sinis mendengar penuturan tangan kanan kepercayaan papanya itu. "si tua bangka itu sudah kembali rupanya", gumamnya.
"tuan muda? Apa tuan muda akan menemui mereka?" tanya pak Bimo memastikan.
"Baik, saya akan menemui mereka." Lalu ia pun pergi menuju kamar mandinya untuk bersiap-siap. Ia tahu kedua orang tuanya itu menyukai hal yang indah dan rapi bahkan masuk kategori seseorang yang memiliki sifat perfeksionis.
"apa katanya?" suara bariton terdengar dari ponsel yang dipegang pak Bimo. Yup, ia adalah Tuan Atma Purnama. Ayah dari Rei dan Kei.
"ayah? Papa? Pantaskah ia dipanggil begitu?" gumamnya.
" Tuan muda bersedia menemui Tuan." Jawab Bimo cepat tak mau membuat Tuannya menunggu.
.
.
."Kei!!!," panggil seseorang dari arah belakang dan berhasil membuat sang pemilik nama berbalik kearah pemuda yang memanggilnya.
"MAFFIII!!!," Pekiknya setelah melihat jelas pemilik suara yang sangat ia kenal.
"hai, apa kabar chingu!!!," sapa pemuda satunya yang menyembulkan kepalanya dibalik tubuh pemuda yang tadi dipanggil Maffi.
"hah! SYARIFFFF!!!," Pekiknya lagi dan kali ini berhasil membuat pemuda bertubuh kecil disampingnya terkejut.
" biasa aja bisa nggak? Nggak usah pake teriak-teriak, kita nggak budek." Gerutu pemuda yang diketahui bernama Syarif sembari menggusap telinganya yang tercemar polusi suara sepagi ini.
"k-kok,kalian bisa disini?" tanyanya setelah kedua pemuda itu tepat berdiri didepannya. Dengan wajah bingung bercampur senang Kei menatap intens kedua sahabatnya itu.
"Bukannya kalian mau ke luar negeri ya? Kok bisa disini?" bingungnya.
"kenapa? Lo nggak suka kita disini?" tanya Syarif balik bukannya menjawab pertanyaan sahabatnya itu.
"nggak, bukan gitu. T-tapi...," ucap Kei terpotong lalu menghembuskan nafasnya kasar.
"hah, seharusnya gue nggak usah nanya kenapa kalian disini, karena gue udah tau jawabnya kan?" tanyanya balik dengan senyum yang dipaksakan, ketika mengetahui fakta kenapa sahabatnya yang tadinya hendak melanjutkan studi keluar negeri malah berakhir disekolah yang sama dengannya.
Maffi dan Syarif mengganguk sedangkan Zulfan yang tak mengerti hanya mengerjap-ngerjapkan matanya bingung. Sekali-kali mengalihkan fokusnya kearah Maffi dan Syarif.
"wah, benar kata kakak, disekolah ini para siswa yang tampan dan kaya membuat kelompok mereka sendiri," gumamnya sembari memperhatikan ketiga pemuda yang bersamanya itu.
