Kicauan burung terdengar ditelinga pemuda berwajah tampan nan rupawan itu. Yang sepertinya masih enggan untuk membuka sepasang kristal berwarna hitam pekatnya. Suara riuh dari para pelayan yang sibuk mempersiapkan segala perlengkapan untuknya pun tak dihiraukannya. Ia masih sibuk berlayar di alam bawah sadarnya. Mungkin sedang mengembara kesuatu tempat, entah apa yang dicarinya.
“Tuan muda”, ucap lelaki paruh baya bersetelan jas dengan sopan dan tetap menjaga jaraknya dari katil pemuda yang dipanggilnya tuan muda itu.
Ia membuka kedua matanya dan memerhatikan setiap pelayan yang tertunduk tanpa ada satupun yang berani menatap kearahnya. Tentu saja pemandangan ini sudah setiap hari ia saksikan, bagi seorang Keinan Atma Purnama yang merupakan anak kedua dari pasangan paling kaya se-Asia itu adalah hal yang biasa. Kenapa? Karena, hidup yang ia jalani saat ini adalah hal yang sudah ditetapkan untuknya. Terlahir dari keluarga kaya raya, memiliki wajah yang rupawan dengan tubuh atletis dan semampai, juga IQ yang diatas rata-rata sehingga membuatnya dengan mudah memenangkan segala jenis kompetisi yang ia ikuti baik dibidang akademik maupun non-akademik. Oh ya, tak lupa ia juga memiliki saudara yang tak jauh berbeda darinya. Semua hal itu mengingatkannya pada perkataan kakeknya ketika ia kecil.
“Nikmat apa lagi yang kau dustakan, cucu ku?. Kehidupanmu saat ini sudah mendekati kata sempurna. Apa yang kau inginkan kau pasti mendapatkannya. Tak semua orang bisa merasakan hal yang sama seperti Kei. Lantas, apalagi saat ini yang membuat cucu kakek ini sedih dan tidak puas?” ucap pria yang saat itu sudah mulai rimpuh sembari mengelus pucuk kepala cucu kesayangannya.
Setelah memutar Sebagian memori dikepalanya, Keinan terdiam menatap kearah nakas yang diatasnya tersusun rapi beberapa bingkai foto yang menampilkan senyum cerah sang kakek yang kini telah pergi meninggalkanya terlebih dulu. Mungkin sekitar beberapa bulan yang lalu. Tapi, sekelibat kenangan indah bersama sang penyemangat tetap terputar didalam ingatanya.
“Kei, kangen kakek,” ucapnya sendu dan turun dari katilnya lalu bersiap untuk pergi kesekolah barunya.
Beberapa menit kemudian, Kei sudah selesai bersiap-siap dan langsung turun ke ruang makan untuk sarapan diikuti oleh para pelayan yang memang dipekerjakan oleh orang tuanya untuk merawat dan menjaga serta memastikan setiap kebutuhan yang diperlukan Kei terpenuhi tanpa kurang satupun. Sekiranya ada kurang lebih 6 orang pelayan Wanita yang akan memastikan setiap keperluannya serta 4 orang bodyguard yang 24 jam selalu menjaganya dari kejauhan. Serta 1 orang kepercayaan papanya yang sudah dianggap paman olehnya, yaitu paman Bimo yang sedari kecil sudah mengasuh ia dan saudaranya.
“selamat pagi semua!” sapanya kepada setiap orang yang berada disana.
Pemandangan ini tentu saja sudah hal bisa bagi para pelayannya itu, sebab tuan mudanya ini selain kaya, pintar, dan tampan, ia juga mempunyai sikap yang sangat baik dan ramah. Sejak kecil Kei tidak pernah menganggap para pelayan yang bekerja disana sebagai pembantu, ia malah memperlakukan semua pelayan yang ada disana seperti keluarganya dan hal itulah yang membuat para pelayan wanita disana terjerat pesona tuan mudanya.
“ Pagi juga tuan muda Kei,” jawab kepala pelayan mewakilkan para pelayan.
“ini sarapan tuan muda dan setelah itu tuan muda siap untuk berangkat.” Sembari menyajikan makanan untuk Kei.
“makasih bu ina,” tak lupa ia memberikan senyuman manisnya yang mampu melelehkan hati setiap gadis kepada bu Ina, kepala pelayan di mansion milik keluarga Atma Purnama.
“ sama-sama tuan muda, semoga tuan muda suka.” Tambahnya.
“of course suka dong, orang bu Ina masaknya enak terus.” Pujinya membuat bu Ina tersenyum senang lalu kembali ke posisinya.
Kei memadang ke sekitar ruang makan dan mendapati hanya dirinya sendiri yang saat ini sarapan dimeja makan. Ia penasaran kemana papa dan mamanya pergi sepagi ini. Sangat aneh, walapun ia tau orang tuanya sibuk, tapi biasanya mereka selalu menyempatkan diri sebentar untuk menemaninya sarapan. Dan hal itu saja sudah cukup membuat Kei senang, ia tak berani barang hanya sebentar untuk memikirkan ada hal lain yang dapat mereka lakukan bersama sebagai keluarga. Karena ia tau seberapa sibuk papa dan mamanya mengurus segala macam hal, baik itu perusahan, restoran, pusat perbelanjaan dan lain sebagainya. Karena itu, ia memaklumi jika orang tuanya tak memiliki cukup waktu untuknya.
“ Tuan muda pasti lagi bingung nyari tuan sama nyonya.” Bisik salah satu pelayan kepada pelayan lainnya.
Pak Bimo yang mendengar perkataan pelayan itu segera menghampiri Kei. “Tuan dan Nyonya berangkat ke Korea Shubuh tadi tuan muda.” Jelas pak Bimo kepada Kei.
“ ke Korea? Oh, Kei lupa, hari ini hari pertunangan kak Violin, ya?” ucapnya setelah mendengar penjelasan dari pak Bimo.
“iya, tuan muda.” Jawabnya mengiyakan.
Lalu, Kei pun segera menyantap makanan yang sedari tadi sudah disiapkan untuknya. Setelah selesai dengan sarapannya Kei pun segera pergi dan masuk kedalam mobil kemudian pergi menuju mansion dibagian utara untuk berpamaitan kepada seseorang.
Sesampainya di mansion yang memiliki konsep modern dan juga didominasi warna hitam putih itu memiliki suasana yang begitu misterius seperti pemiliknya. Kei memasuki mansion itu dan segera menuju kamar utama yang terdapat di mansion itu. Ia mengetuk pelan pintu berukuran besar didepannya.
“ Rei, aku berangkat dulu ya. Kamu ingatkan hari ini hari pertama kita SMA?” ucapnya tanpa ada balasan dari dalam sana.
“Nanti pulang sekolah aku bakal ceritain semuanya sama kamu. Aku janji.” Tambahnya dan masih tetap tidak ada balasan.
“aku pergi dulu, kamu baik-baik ya di sini, bye.” Ucapnya lalu pergi meninggalkan mansion yang sepertinya tidak dihuni oleh siapapun saking bersih dan sunyi.
Suasana hatinya selalu saja sendu setelah ia dari sana. Sepertinya pak Bimo sudah sangat mengetahui hal itu. Mood tuan mudanya yang pasti akan langsung berubah ketika setelah dari sana.
“ Bagaimana keadaan tuan muda Rei?” tanyanya walaupun dengan melihat raut wajah tuan mudanya saja ia sudah mengetahui jawabannya.
“seperti biasa tidak ada jawaban.” Jawabnya dan mengalihkan pandangannya kearah jendela mobil mengamati para pelayan yang beralu Lalang.
“ Mungkin tuan muda Rei sedang tidur, karena itu ia tidak menjawab tuan muda kei.”
“mungkin saja”, Gumamnya.

Seorang pemuda berkulit putih pucat duduk terdiam sembari menatap keluar jendela mansion mewahnya. Raut wajah sendu kali ini masih saja betah bertengger di wajah rupawannya. Sepertinya sekumpulan kupu-kupu yang sedang mengambil serbuk sari ditaman bunga itu menarik perhatiannya. Sejak kecil kupu-kupu adalah hal yang sangat disukainya. Ia senang melihat kupu-kupu yang bisa terbang bebas sesuka hatinya. Ia ingin menjadi kupu-kupu itu, bukan menjadi burung merak meski indah tetapi ia tak bisa terbang tinggi.
To be continued
