"Diktator "

304 45 16
                                        


.
.
.

Kini mereka berempat hanya terdiam hingga panggilan seseorang memecahkan keheningan. Pemuda bertubuh proposional itu menghampiri mereka dengan sorot mata yang begitu tajam sangat kontras dengan wajahnya yang imut.

“siapa dia? Lo kenal Fi?” tanya Syarif pada temannya yang irit bicara itu.

Maffi hanya mengidikkan bahunya menjawab pertanyaan temannya yang ceriwis itu pertanda bahwa ia tak mengetahui jawaban dari pertanyaan sohibnya.

“Tapi, kalo dari bajunya sih kek kakak kelas kita”, jawab Maffi setelah mengamati seragam dari pemuda yang kini sudah berada didepan mereka.

“Ngapain masih disini?” ucapnya kepada Zulfan dengan nada yeng terdengar dingin.

“Kak Logi?!, itu, saya tadi udah mau ke aula kok, tapi…” ucapnya terpotong.

“Ikut gue!”, perintahnya dengan tatapan yang begitu mengintimidasi sehingga membuat pemuda yang  bertubuh mungil itu takut.

Kei mengamati Zulfan yang sepertinya merasa ketakutan ketika berhadapan dengan pemuda yang dipanggilnya Logi itu merasa ada hal yang janggal. Jika Logi hanya kakak kelas pada umumnya, seharusnya ia tak hanya marah pada Zulfan melainkan pada mereka berempat. Tapi, ini, kenapa hanya Zulfan? Dan juga kenapa harus semarah itu? Apa salah pemuda didepannya ini?

“tapi kak…” ucap Zulfan dengan suara yang bergetar.

Logi meraih pergelangan tangan Zulfan hendak menariknya paksa untuk mengikutinya namun Maffi yang melihat Zulfan yang ketakutan meraih tangan Logi hingga membuat sang empunya mengalihkan fokusnya.

“apa-apaan lo?” tanya Logi heran dan sedikit kesal ketika melihat pemuda yang sepertinya calon adik kelasnya itu dengan berani mencekal pergelangan tangannya.

“lepasin tangan gue” ucapnya dengan nada datar.

Bukannya melepaskan cekalan tangannya setelah mendengar perintah kakak kelas didepannya itu, Maffi malah mencekal tangan Logi lebih kuat.

Kei dan Syarif yang heran melihat tingkah temannya yang biasanya tak seperti itu, hanya diam sembari bertanya-tanya didalam hati mereka masing-masing. Apa yang merasuki Maffi sehingga ia seberani itu menghentikan kakak kelas itu.

“lepasin nggak?!” ucapnya kali ini dengan nada sedikit lebih tinggi.

“kakak aja dulu lepasin tangan dia”

Maffi menatap kakak kelasnya itu dengan tatapan jengah. Saat ini ia bertanya-tanya apa yang sedang ia lakukan. Biasanya ia tak peduli dengan urusan orang-orang disekitarnya jika hal itu tidak ada sangkutpaut dengannya.

Tapi, apa ini? apa yang sedang ia lakukan?. ‘dasar sengklek’ monolognya dalam hati ketika ia sadar jika sekarang ia sedang ikut campur dengan urusan orang yang bahkan tidak dikenalnya ini.

“tolong, lepasin tangan kak Logi”, Zulfan yang sedari tadi melihat Logi yang bersitegang dengan salah satu teman seangkatannya itu mencoba menghentikan situasi menegangkan ini. lagipula mau sampai kapan mereka bertiga saling bergandengan. Dan juga pergelangan tangannya sudah terasa perih karena Logi yang semakin mengeratkan cekalan tangannya untuk menahan emosinya.

Kei yang sepertinya mengetahui kondisi saat itu mencoba menenangkan Maffi yang bertingkah tak seperti biasanya.

“Fi, lo kenapa sih? Lepasin tangannya.” Kei mendekat kearah Maffi dan berbisik kepada temannya itu untuk melepaskan tangan kakak kelas yang dipanggil Logi itu.

Maffi menatap kearah Zulfan yang mana kini matanya sudah berkaca-kaca menahan sakit dipergelangan tangannya. Sepertinya, semakin kencang Maffi mencekal tangan si angkuh ini maka semakin kencang juga ia mencekal tangan pemuda bertubuh mungil itu.

Perfect TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang