"kenapa kau menyukai kupu-kupu?" tanya anak laki-laki itu kepada anak laki-laki lainnya yang kini menatap kupu-kupu yang sibuk mencari serbuk sari diantara hamparan bunga lily ditaman tempat favorit mereka.
"kau tidak menyukai kupu-kupu?" tanyanya balik.
"bukan tidak menyukainya, hanya saja, bukankah kupu-kupu itu beracun?"
"benarkah? Tapi, dia tetap saja cantik dan siapapun yang melihatnya tetap saja terpukau. Kau juga begitukan? Kau tidak menyukainya karena dia beracun, tapi kau tetap saja senang melihatnya, seperti sekarang."
"itu..." ucapnya terpotong.
"karena tidak ada satu orang pun yang dapat membenci hal yang indah meski hal itu memiliki racun yang mematikan sekalipun, bukankah begitu?." Bisiknya.
.
.
.
"kau mengerti, Rei?" ucapnya lalu pergi dari ruangan meninggalkan Reinan yang kini terdiam mematung menatap kepergian Melviano.
"huh," hanya helaan nafas berat yang kini terdengar diruangan yang besar itu. Kaki-kakinya melemas. Nafasnya terasa begitu berat, bahkan kini tenaganya tak cukup untuk menompang tubuhnya.
Reinan terjatuh terduduk lemas diatas sofa mewah yang sangat empuk. Namun, kenapa rasannya saat ini ia terjatuh diatas tumpukan duri yang begitu menyakitkan. Rasanya duri-duri itu menusuk, melukai sekujur tubuhnya dan menjalar ke hatinya.
Lehernya seperti dicekik oleh sebuah tali yang kini semakin erat mencekal leher jenjangnya. Ia kesulitan bernapas. Diruangan yang besar itu ia merasa sesak. Apakah penyakitnya separah itu. Tapi, kenapa sampai saat ini dia masih hidup? Bukankah kematian lebih baik daripada kehidupannya saat ini?
"K- huh, kei-huh, huh, hah, huh....keinan..." ucapnya lirih sebelum kehilangan kesadarannya.
.
.
.
Sinar mentari kini sudah berubah menjadi jingga, menandakan bahwa satu hari sudah akan berlalu. Di ruang rawat inap, seorang pemuda yang kini masih lengkap menggunakan seragam sekolahnya hanya terdiam menatap pemuda yang kini terbaring lemas di atas ranjang rumah sakit dengan beberapa alat yang menempel ditubuhnya.
"Tuan muda Kei, Tuan dan Nyonya meminta anda untuk pulang." Bimo menatap tuan mudanya yang kini terlihat sudah tidak karuan. Seragam yang sudah tak terpasang rapi, serta wajah yang kini dipenuhi oleh jejak air mata.
"Apa aku tidak boleh tetap ada disini, pak? Air mata kini kembali mengalir membasahi pipinya. Fokusnya masih saja menatap pemuda yang kini masih tak sadarkan diri diatas ranjang.
Bimo hanya terdiam mendengar permintaan tuan mudanya. Akan tetapi, siapa yang berani menentang perinah Tuan Melviano? Bimo terlalu takut untuk membuat Tuannya itu marah. Walapun artinya ia harus membuat orang lain menderita karena perintah Tuannya.
"tidak bisa Tuan muda, anda harus pulang dan menemui Tuan dan Nyonya. Mereka sekarang mungkin sudah menunggu ada diruang makan untuk makan malam bersama." Jelas Bimo.
"bagaimana aku bisa makan dengan tenang disaat Reinan sekarang sedang berjuang atas hidupnya, Bimo?!"
"beritahu aku. Apa aku pantas disebut adik yang baik, jika saat ini aku kembali dan makan bersama mereka. sedangkan disisi lain, kakakku, Reinan, harus berjuang untuk hidupnya?! Katakan padaku jika aku salah Bimo! Maka aku akan mengikuti perintahnya." Ucapnya sembari menatap Bimo yang kini hanya terdiam menatap kearahnya.
"anda salah Tuan Muda. Tuan dan Nyonya tidak meminta anda kembali dan makan dengan tenang bersama mereka. Mereka hanya ingin anda pulang sekarang. Tentang Tuan Muda Rei, anda tidak perlu khawatir, karena saya dan yang lainnya akan menjaganya. Juga, Tuan Muda Rei dirawat di Rumah Sakit terbaik serta dokter dan perawat yang menanganinya adalah yang terbaik dibidangnya. Anda tidak perlu terlalu khawatir." Jelas Bimo panjang lebar.
"bukankah sekarang anda seharusnya lebih mengkhawatirkan diri anda sendiri daripada Tuan Muda Rei?" tambah Bimo membuat Kei bangkit dari duduknya.
"kau benar, seharusnya aku lebih mengkhwatirkan diriku sendiri." Ucapnya sembari menatap Bimo dengan mata yang kini berbeda dari sebelumnya.
"kalau anda sudah mengerti, mari saya antar ke mobil."
"tidak perlu, aku bisa pergi sendiri. Kau fokus saja menjaga Rei."
Keinan menghapus air matanya dan mengambil ransel miliknya lalu menghampiri Bimo sebelum ia meninggalkan Rei dan pulang. Ia berdiri tepat didepan Bimo dan berbisik,
"...."
"baik, saya mengerti. Semoga perjalanan anda selamat sampai tujuan." Bimo membukakan pintu untuk Kei.
Kei menatap Reinan lalu pergi dari ruangan itu untuk pulang dan menemui orangtuanya.
.
.
.Disebuah taman yang sangat indah dimana kala itu musim semi sedang berlangsung. Disana ada dua anak laki-laki yang sedang bermain dengan tawa yang tak pernah lepas dari wajahnya. Berlarian kesana kemari, bercanda hingga mereka lelah dan memutuskan untuk berbaring diatas hamparan rumput hijau.
Cukup lama mereka berbaring hingga salah satu dari mereka memecah keheningan itu dengan bertanya,
"kenapa kau sangat menyukai kupu-kupu?" tanyanya sembari mengamati kupu-kupu diantara hamparan bunga yang indah.
Satunya pun lantas mengalihkan fokusnya kearah anak laki-laki berkulit putih yang bertanya itu lalu tersenyum dan berkata,
"kata siapa aku menyukai kupu-kupu?" tanyanya masih dengan senyuman yang entah apa maksudnya.
Anak laki-laki berkulit putih itu lalu mengernyit, merasa bingung dengan perkataan temannya.
"bukankah kau sendiri yang mengatakanya padaku." Jelasnya sembari bangkit dari posisi berbaringnya dan focus kepada temannya.
"aku yang mengatakannya? Benarkah? Kurasa aku tak pernah mengatakannya. Mungkin kau salah ingat." Ucapnya sembari ikut bangkit dari posisi tidurannya.
Anak itu lalu berjalan kearah taman dan memetik satu bunga lalu kembali menghampiri anak laki-laki berkulit putih itu.
"bukankah bunga lebih cantik daripada kupu-kupu?" tanyanya sembari memberikan bunga yang barusan ia petik.
"kau aneh hari ini." Ucapnya.
To be countinued
Maaf ya kalo part kali ini kependekan atau rada jelek soalnya lagi mumet tapi pengen up🙏🙏🙏Happy reading🥰
![](https://img.wattpad.com/cover/224805903-288-k829414.jpg)