001 Lebam

264 15 24
                                    

Viory menangis cegukan di sudut kamar kosnya, Wajahnya penuh dengan memar dan lebam hampir di seluruh tubuhnya.

Tangannya yang sedikit gemetar menjangkau ponselnya yang berada di tepi tempat tidur, lalu dia memanggil nomor seseorang di sana.

"Hallo?" Suara seseorang di ujung telepon.

"Hallo kak?" Panggilnya lagi, karena dia seperti mendengar suara cegukan khas seperti orng yang tengah menangis.

"Apa kakak baik baik saja?" Ulangnya merasa khawatir.

"Hmmm" gumam Viory menjawab panggilan kenza, sambil terus menekan isak tangisnya.

"Za? Apa kamu mau menjemput ku?" Akhirnya Viory mengeluarkan suara yang berusaha dia tahan.

"Kak? Kakak kenapa? Apa kakak baik baik saja?" Tanya kenza yang tidak bisa lagi menahan rasa peduli dan khawatir di hatinya.

"Aku baik baik saja" dengan isak kan tangis yang berusaha dia tahan.

"Apa dia memukuli kakak lagi?" Tanya Kenza di ujung sana.

"Tidak, aku hanya sedih" ucap Viory masih saja belum mau jujur.

Kenza terdiam beberapa saat, dia tahu vio tengah berbohong lagi, dan dia benar benar tidak tega mendengar vio menangis, ingin rasanya dia langsung terbang ke sana dan membawa vio pergi dari buchi bajingan itu.

Tapi apa boleh buat, dia sekarang tengah berada di rumah orang tua pacarnya, dan jam segini di pengunungan sekitar rumah orang tua pacar kenza sudah sangat sunyi di tambah lagi motor nya tengah berada di bengkel.

"Apa yang harus kau lakukan?" Batin Kenza gelisah.

"Yang kamu kenapa? Kok gelisah gitu?" Tanya Tiara yang merupakan pacar Kenza.

"Itu yang kakak aku kek nya ada masalah lagi, dia minta aku jemput, kita ke sana sekarang yok yang" ajak Kenza.

"Kamu gila, ini sudah tengah malam ya za! Lagian kalau kamu sangat peduli sama kakak kesayangan kamu itu kenapa kamu tidak pergi aja sendiri?" Ucap Tiara mulai kesal.

"Yang, bukan begitu, aku khawatir aja sama dia, dia sahabat aku dari dulu ra" ucap Kenza mulai mengeras kan suaranya bicara pada Tiara tampa sadar.

"Pergi kamu, lihat, sekarang kamu sampai mau membentak aku demi membela dia" ucap Tiara keluar dari kamar.

Kenza mengusap wajahnya merasa frustasi. Dia kembali mengambil handphone yang ada di sampingnya yang dari tadi telah dia diamkan terlebih dahulu.

"Hallo kak" ucapnya lagi.

"Iya"

"Maaf kak, aku tidak bisa jemput sekarang, motor aku lagi di bengkel dari tadi sore, kakak tau kan di sekitar rumah orang tua tiara jam segini sidah sangat sepi dan tidak ada lagi angkutan umum atau pun gojek yang mau kesini." Jelas Kenza penuh rasa bersalah.

"Iya gak papa kok, kakak mengerti"

"Aku akan jemput kakak besok pagi" ucapnya lagi.

"Tidak usah, kakak juga gak enak sama tiara, teman kakak katanya mau jemput" jawab Viory bohong.

"Benar kak? Ada teman kakak?"

"Iya benar, udah ya! Kakak mau pergi"

"Iya kak hati hati"

Viory mematikan sambungan teleponnya. Dia kembali meringkuk dan melanjutkan tangisnya.

Tengah malam karina pulang dan masuk kedalam kamar dimana Viory telah tertidur di sudut ruangan sambil memeluk lututnya.

Karina menghidupkan lampu, dan berjalan pelan ke arah Viory, dia mengangkat tubuh rapuh gadis itu dan membaringkannya di atas ranjang mereka berdua.

Mungkin karena kelelahan akibat menangis dan seluruh badannya yang sudah sangat kurus terasa sangat sakit dan nilu akibat pukulan yang di berikan oleh karina sebelumnya.

"Vio maafkan aku" ucap Karina sambil membelai wajah indah Viory yang terlihat sedikit pucat itu.

"Vi, aku sangat sayang sam kamu, dan aku takut kamu ninggalin aku, maaf kan aku" ucap Karina sambil mengecup singkat kening gadis yang tengah terlelap itu.

*
Keesokan paginya Viory bangun dari tidurnya dan mendapatkan dirinya tengah berada dalam pelukan Karina.

"Kapan dia pulang?" Batin vio sambil sedikit menengadah melihat ke arah wajah karina.

Dia bergerak ingin berdiri tapi badannya masih saja terasa sakit.

Karina terbangun akibat merasakan gerakan orang yang berada dalam pelukannya itu.

"Kamu sudah bangun?" Tanya Karin dengan suara sedikit serak.

"Hmmm" gumam Viory singkat.

"Tidur aja dulu, aku akan menyiapkan sarapan untuk kita" ucap karin sambil beranjak dari ranjang.

Vio memperhatikan punggung karina yang berjalan ke kamar mandi, sosok yang bisa di sebut cukup tinggi untuk ukuran cewek Indonesia, yaitu sekitar 163 cm, sedikit lebih tinggi dari Viory yang memiliki tinggi badan 160 cm.

Rambut karin yang di potong cepak membuat dia tampak seperti seorang laki laki dari belakang.

Vio masih sedikit linglung bangun dari tidurnya, dia sudah memantapkan hatinya untuk pulang ke rumah orang tuanya hari ini.

Dia juga beranjak pergi mandi, setelah karin keluar dari sana.

"Kamu udah selesai?" Tanya karin melihat vio telah segar keluar dari kamar mandi.

"Ya" jawabnya singkat.

"Sini, kita makan duku" tawar karin hangat.

Vio melangkah mendekat, dan memasukan satu sendok nasi goreng kedalam piringnya.

"Kak, rencananya aku mau pulang ke rumah hari ini" ucap Vio mengentikan suapannya.

"Minggu besok aja, hari inikan kamu ada kuliah" jawabnya enteng.

"Aku mau libur aja, trus pulang" ucap vio tetap ngotot ingin pulang.

"Kenapa mau pulang? Mau bikin orang tua kamu benci sama aku melihat bekas luka di badan kamu?" Jawab karin mulai sinis.

"Bukan gitu maksud aku, aku hanya berfikir ingin pulng untuk istirahat sejenak, tidak ada maksud seperti yang kamu katakan"

"Trus apa?"

"Iya yang aku gak jadi pulang, pulang minggu besok aja" akhirnya Vio mengalah.

"Bagus" ucap Karin tampa rasa bersalah sedikitpun melihat bekas luka lebam di hampir seluruh tubuh Vio.

"Tapi kak, gak mungkin juga kan aku pergi kuliah dengan keadaan kek gini"

"Ya udah gak usah kuliah, nanti kita jalan jalan"

"Iya kak, tapi uang kita kan udah gak ada"

"Minta kirim aja lagi masa mama kamu"

Mendengar itu Vio hanya diam membisu, dia merasa sudah benar benar tidak nyaman lagi hidup bersama Karina, tapi seperti berada di sebuah lubang gelap tampa jalan keluar. Jiwa Vio setiap saat menjerit mengulurkan tangan ke dunia luar untuk minta tolong, tapi semua sahabatnya melihat seolah olah dia hidup bahagia.

Tampa terasa air mata Vio jatuh di pipinya.

"Kamu kenapa?"

"Gapapa, hanya saja semua badan ku terasa sakit" ucap Vio dengan suara pelan. Padahal rasa sakit akibat luka di hatinya jauh lebih hebat, membuat tubuhnya kebal dan mati rasa.

"Maaf kan aku, aku memang begitu kalau lagi emosi, siapa suruh kamu melawan, sini biar aku gendong lagi ke ranjang biar kamu bisa istirahat." Ucap Karin mengendong tubuh Vio yang masih menangis terisak dalam pelukannya.

*Catatan author.

Maaf ya bagi pembaca sebelumnya, author beri tahu, ini masih carita yang sama, hanya saja author menceritakan dalam alur maju mundur dan dengan POV yang berbeda.

Mohon pengertiannya dan selalu dukung author ya, terimakasih 🤗



































Pelangi Cewek Ganteng Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang