01. Perihal Candaan Gavin

232 28 1
                                    

Setelah menikah, Gavin dan Rindu memilih untuk tinggal di rumah baru mereka. Setelah perdebatan panjang antara para orang tua yang memperebutkan pasangan baru itu tinggal di rumah siapa, di rumah orang tua rindu atau di rumah orang tua Gavin.

Akhirnya Gavin buka suara di tengah perdebatan kedua orang tua mereka yang telah menjadi besan itu.

“Gavin sama Rindu sudah memutuskan untuk enggak tinggal di rumah Papa atau Ayah. Rindu kan sudah menjadi tanggung jawab Gavin, maka dari itu kasih Gavin kepercayaan untuk memfasilitasi istri Gavin sendiri. Nanti Gavin akan ajak Rindu untuk mengunjungi Papa sama Ayah.”

Rindu memasuki kamar sembari mengikat rambut panjangnya asal dan duduk di tepi ranjang. Suaminya masih tidur pulas karena laki-laki dengan kulit putih bersih itu semalam lembur dan pulang saat sudah larut malam. Setelah puas menatap wajah suaminya, Rindu mengguncang bahu Gavin untuk membangunkannya.

“Mas bangun!”

Gavin merespon dengan kernyitan di dahi, tapi kemudian laki-laki yang masih memejamkan matnya itu kembali tidur.

“Mas bangun dulu, mandi terus sarapan”

Gavin membuka matanya dan mengerjap untuk sesaat. Masih mengumpulkan nyawanya untuk bangun sepenuhnya.

“Jam berapa?,” suara parau khas baru bangun tidur itu membuat Rindu terkekeh.

Gavin masih belum bergerak dari posisi berbaringnya.tangan besar dan hangat itu mengenggam tangan rindu yang terasa dingin.

“Jalan-jalan yuk” celetuk Gavin.

“Mandi sana! Baru bangun ngomongin jalan-jalan”

“Iyain dulu”

“Nggak capek? Kamu juga lembur terus belakangan ini” Rindu ingat, bahkan Gavin sampai membawa beberapa pekerjaan ke rumah untuk diselesaikan.

“Mumpung lagi libur, kita butuh liburan juga biar nggak stres” kata Gavin santai. Dia bahkan kembali memejamkan matanya.

“Biar kamu nggak ngomel juga,”
Rindu mengernyit protes. Kenapa juga dia yang mengomel? Kemudia Gavin berkata bahwa Rindu suatu saat bisa saja mengomel karena Gavin yang selalu sibuk dengan pekerjaan, hingga tidak memiliki waktu untuk istrinya. Rindu menggeplak tangan Gavin yang masih mengenggam tangannya. Telapak tangan Gavin terasa hangat menyelimuti tangannya yang dingin di pagi hari.

“Jadi mau nggak?”

“Iya. Mas mandi dulu terus sarapan”

Tiga minggu hidup bersama. Rindu sudah hapal betul kebiasaan-kebiasaan buruk sang suami yang sering menaruh handuk basah di atas tempat tidur, mengacaukan lipatan baju saat mengambil pakaian, meninggalkan banyak gelas kosong di atas meja setelah minum, membiarkan keran terbuka terlalu lama atau pun minum kopi terlalu banyak saat malam hari.

Rindu menggeleng saat melihat handuk putih terdampar di atas tempat tidur. Memungut handuk itu dan menghadiahkan Gavin cubitan di pinggang membuat laki-laki yang sedang menyisir rambut ala model di depan cermin itu mengaduh sakit.

“Main cubit aja sih” Gavin mengusap bekas cubitan Rindu yang terasa nyut-nyutan. Tangan Rindu boleh ramping, tapi kekuatan cubitannya hanya Gavin yang tahu.

“Habisnya kamu tiap hari diingetin, jangan taruh handuk basah di tempat tidur! Kasurnya jadi lembab, nanti jamuran. Kamu tuh dibilangin masih aja diulangin”

Gavin hanya terkekeh dan merangkul Rindu keluar dari kamar mereka.

“Hebat kan? Aku bisa buat kamu ngomel pagi-pagi” celetukan bangga Gavin memperoleh tatapan tajam dari Rindu.

“Ngeselin!”

"Iya sayang aku juga Cinta sama kamu"

“Udah yuk sarapan dulu”

“Mau tanya deh”

“Apa?”

“Kenapa sih cewek suka nyubit? Apa lagi nyubitnya kecil tapi beuh sakitnya seharian”

Pertanyaan gavin mengundang gelak tawa Rindu “Suka aja. Makanya kalau nggak mau dicubit, jangan buat aku naik darah”

"Udah setinggi apa darah kamu? Yuk kita turunin, nanti jatuh. Kan kasihan" Kebiasaan Gavin yang tidak pernah hilang adalah sangat suka bercanda di segala kesempatan.

"Kamu tuh bercanda mulu"

"Iya biar istriku nggak serius-serius banget, biar otot pipi kamu nggak tegang. Apa lagi kamu orangnya receh banget jadi gampang buat ketawanya, meski galak juga sih. Tapi kamu galaknya dikit kok, galak galak tapi aku suka"

Meski begitu, Rindu tetaplah Rindu yang menyukai Gavin dengan segala keanehan yang suaminya miliki. Dia tidak bisa marah terlalu lama karena Gavin punya seribu cara untuk membuat kesalahannya dimaafkan.

Rindu masih ingat dengan jelas bahwa Gavin tidak suka datang ke pantai. Bukan karena memiliki trauma pada pantai, tapi laki-laki itu tidak suka panas-panasan. Meski pun begitu, Gavin tetap mengiyakan keinginan rindu untuk ke pantai dan mengenggam tangan Rindu kemanapun mereka melangkah.

"Kamu jangan lepasin tangan aku" mengayunkan tangan Rindu yang dia genggam.

"Kenapa? "

"Nanti kamu hilang"

Rindu berdecak, Gavin berkata seperti itu seolah dia menasehati keponakannya yang masih duduk di Sekolah Dasar "Emang kenapa kalau aku hilang?"

"Nanti aku jadi duda"

"Kesenengan kamunya, bisa nikah lagi"

"Iya ya, yaudah nggak usah gandengan" melepaskan genggaman tangannya dari jemari Rindu.

"Jadi kamu mau nikah lagi?" kesal Rindu.

"Siapa bilang? Orang aku mau bayar uang sempol ayamnya"

Rindu menggigit ujung bibirnya menahan kesal, sementara Gavin menahan senyum sembari mengeluarkan selembar uang sepuluh ribu untuk membayar sempol ayam pesanan sang istri.

"Makasih ya pak"

Gavin menarik Rindu pergi dan menyondorkan satu tusuk sempol ayam kepada Rindu yang masih betah diam.

"Gigit sempol ayamnya aja biar mantep"

"Kamu tau nggak?"

"Enggak lah, kan belum kamu kasih tau"

"Aku dulu sabuk hitam taekwondo?"

"Wahhh tau tau, bahkan tendangan kamu sampai sekarang aku ingat rasanya gimana"

Dirangkulnya Rindu dan mengajak perempuan itu untuk berdamai. Dia masih ingat ketika dulu Rindu memberi tahunya jika dia pernah belajar taekwondo. Setelahnya dia memperoleh satu tendangan kasih sayang.

Sekarang perketaan Rindu yang mengatakan dirinya adalah sabuk hitam taekwondo seperti sebuah alaram bagi Gavin untuk menghentikan candaannya yang sudah kelewatan membuat sang istri kesal.

Gavin benar-benar tidak ingin merasakan tendangan itu lagi, meskipun hanya untuk bernostalgia.

"Kamu memang hebat, aku salut sama kamu. Sekarang dimakan dulu sempol ayamnya mumpung masih hangat"

Harta Tahta Kesayangan SuamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang