09. Pernikahan

164 20 5
                                    

Hy hy hy haci kembali nih
Ada yang kangen nggak?
Part ini untuk kalian yang masih setia nunggu HTKS

Kalau ada typo jangan diam-diam baek, kasih tau haci ya 😉

Sebenarnya haci nggak memiliki pengalaman dalam kehidupan rumah tangga, jadi kalau ada bagian yang menurut kalian itu nggak pas langsung bilang ya

Happy Reading
=============
Semua orang bisa berkata " Sabar " Tapi tidak semua orang sanggup menahan sakit dibalik sabar. Sabar adalah sakit yang tak terlihat mata, tapi rasa sakitnya begitu menguras air mata dan mampu menghancurkan sekeping hati yang tak bersalah.

~Status Facebook Neneng Syarkawi
=============
💌

Tujuan pasangan menikah tentunya sangat beragam. Akan tetapi puncak kebahagiaan adalah diberikan karunia anak/keturunan oleh Allah SWT. Ketika seseorang menikah lalu belum juga dikaruniai anak pasti ada rasa yang kurang. Berbagai kasus perceraian juga dipicu karena tidak memiliki anak. Rindu takut jika suatu saat dia dan Gavin akan duduk di balik meja pengadilan agama untuk mengurus perceraian. Dia mungkin berhasil sebagai seorang istri, tapi tidak sebagai seorang ibu.

Perihal anak, Rindu sudah menerima banyak sekali pertanyaan dan nasihat yang ditujukan kepadanya. Pertanyaan "Sudah isi belum?" adalah pertanyaan yang sering Rindu terima begitu pernikahannya dengan Gavin masuk satu bulan, di bulan kedua pertanyaan itu berganti menjadi "Kapan punya momongan" itu sama saja mempertanyakan "kapan matahari terbit dari barat?" Rindu hanya menjawab pertanyaan dengan sabar, dan menanggapi nasihat-nasihat yang diberikan dengan terbuka.

Bulan berikutnya tetangga mulai mempertanyakan "Bu Rindu dan Pak Gavin sudah cek kesehatan ke Rumah Sakit belum?" atau omongan "Saya dulu bulan kedua pernikahan sudah hamil" dan juga "Jangan nunda punya anak kelamaan bu Rindu, nanti keburu tua loh" belum lagi menghadapi teman sebaya yang telah menjadi seorang ibu. Mereka kerap kali melontarkan pertanyaan "Kok belum hamil sih? Pacarannya jangan kelamaan."

Ada omongan yang mengatakan "Wanita yang tidak pernah hamil dan melahirkan bukanlah wanita sempurna." Rindu jadi merasa berdosa pada suaminya karena tidak bisa memberikan suaminya keturunan.

Belum lagi tuntutan sosial dan budaya yang menganggap peran wanita dan istri baru 'lengkap' ketika sudah memiliki momongan, membuat Rindu makin tertekan.

Bahkan satu tahun pernikahan Rindu dengan Gavin, mereka belum juga dikaruniai anak. Rindu bukannya tidak berusaha, dia sudah melakukan banyak hal untuk menjaga kesuburan, ikhtiar secara medis dan nonmedis juga sudah dilakukan. Bertujuan untuk mendapatkan keturunan sesegera mungkin. Dia berusaha menjadi wanita kuat yang selalu sabar menghadapi pertanyaan dari keluarga dan orang-orang sekitarnya tentang anak.

Rindu tahu (satu tahun) tidak cukup lama dibandingkan dengan lamanya waktu pasangan lain yang juga menunggu, tetapi sama seperti mereka, rasa sakit yang rindu rasakan juga sama. Tidak terbayangkan waktu yang Rindu butuhkan untuk menimang bayi ternyata cukup lama. Dia dan Gavin bahkan tidak pernah merencanakan untuk menunda kehamilan. Gavin justru paling bersemangat untuk memiliki anak-anak yang lucu, tapi setelah bulan demi bulan menunggu ternyata Allah memiliki rencana yang lain. Rindu dan Gavin harus bersabar lebih lama dari pasangan lain yang sudah bisa memberi kabar kehamilan di bulan kedua pernikahan.

Waktu dimana Gavin memangku Zen yang dititipkan oleh Rina, ada binar kebahagiaan disana. Rindu melihat Gavin tersenyum dengan hangat saat mengelus rambut pirang Zen, dia juga melihat Gavin yang bahagia saat Zen menghabiskan makan siangnya dengan lahap, saat menemani Zen tidur Gavin bahkan menggenggam tangan berisi Zen. Rindu tau bahwa suaminya menginginkan seorang anak, meski Gavin tidak mendesaknya untuk memiliki anak, tapi Rindu sangat tau bahwa dalam hati kecil Gavin pasti ingin memangku anaknya sendiri. Sebagai seorang istri, sudut hati rindu tercubit. Rasa bersalah kembali memeluknya.

Harta Tahta Kesayangan SuamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang