🎧Part 4||Beruntung Jadi Kamu, Dit!

58 8 11
                                    


Setiap pandangan mengarah ke Anindita, perihal pembelaan atas dirinya terlihat aneh bagi mereka, padahal yang membela itu adalah pacarnya.

"Dit, kayaknya mereka pada ngeliat Lo deh," kata Niken.

"Makanya cepetan jajannya, gue males banget diliatin gitu."

"Yaelah, Lo udah kayak artis aja, ada fans nya."

"Pacarnya, kan, artis sekolah, Nik," sambung Maiza.

"Oh, iya, bener juga Lo Mai, baru ingat gue."


Seraya keduanya bercanda, Anindita segera mengambil kembalian dari Ibu kantin, "ih, kalian malah bercanda, cepat!" seru Anindita.

Kedua sahabatnya itu bergegas. Saat hendak balik ke kelas, Jabran dan kedua temannya juga mendampingi di belakangnya, mereka saing tegur sapa.

"Kak Jabran, mau ke kantin, ya?" tanya Niken.

"Iya, kalian mau balik ke kelas, cepat banget."


Anindita menengadah, "udah selesai jajannya, kita makan di kelas aja, Kak."

"Kenapa enggak bareng kita aja, ayo!"

"Enggak usah kak, kita udah jajan, kok."

Jabran malah menggenggam tangan Anindita untuk ikut bersamanya, "aku enggak suka penolakan dari kamu, ayo makan denganku!" ajak Jabran tanpa melihat Anindita, pandangannya fokus ke depan.

Pandangan siswa lain tertuju pada mereka berdua. Maiza dan Niken, berjalan tertatih-tatih karena melihat seisi kantin. Niken yang terbilang cukup judes akhirnya angkat bicara.

"Heh, biasa aja lihat teman gue, kayak lihat Barbie hidup aja kalian, gak bisa apa lihat orang senang."

(Hu......)

Sorakan yang dibalas satu orang lalu diikuti seisi Kantin, suasana sesaat dibuat heboh. Berbeda dengan Maiza yang merasa tidak suka dengan keributan, Nike malah melotot ke arah sorakan dan dirinya bersiap menghadapi sorakan alay dari anak-anak.

"Nik, udah jangan diladeni, nanti malah ribut." Maiza berusaha keras meminta Niken untuk mundur dan abai.

"Biar aja ribut, mereka juga yang cari keributan, norak banget, deh," kata Niken sambil menyela kakinya ke kursi yang lurus dan bisa duduk bersama. Izzul, Ehan, Maiza dan Niken, mereka duduk di satu kursi lurus yang sama, Maiza dan Niken duduk di antara keduanya, sedangkan Anindita sengaja ditarik Jabran untuk duduk di sampingnya. Alih-alih bahagia, Anindita juga merasa takut, takut jika seluruh siswa menghujatnya dan Barbara akan tetap mengatakannya cewek munafik.

"Lo, suka banget Nik, cari masalah," kata Ehan yang keduanya sama-sama banyak bicara, jadi cocok. Temannya sering menjodohkan Ehan dan Niken, tapi saat tahu Niken sudah punya pacar, terpaksa mundur alon-alon.

"Gue kesel, Kak. Gue pribadi enggak suka aja lihat tatapan sinis orang-orang."

"Tapi tatapan mereka ke Anindita dan Jabran, bukan ke Lo, kenapa Lo yang kesal?"

"Masak Lo nanyak gitu ke gue, jelas lah, gue kesal, masalah sahabat gue, itu juga masalah buat gue."

(Prok, prok, prok....)

Ehan menepuk tangan, "widih, mantap banget adik gue satu ini, enggak nyesel gue berteman sama kalian," balas Ehan.

"Bacot, Lo, kak." Celutuk Niken tanpa peduli status senior pada Ehan, "emang Lo enggak kesal, sahabat Lo, digituin sama mereka?

"Mana ada dia kesal, gak setia dia," sambung Jabran.

"Wah, parah Lo, walaupun gue cuek dan sering usil, gue setia tahu, lagian enggak ada yang perlu dijaga dari Lo Ran, tatapan sinis itu juga karena Lo dekat sama Anindita." Ehan tak ingin kalah.

Anindita terdiam tanpa menoleh ke arah kanan maupun kiri, dia lebih memilih nunduk atau lihat ke meja yang sudah dihidangkan beberapa minuman instan juga lengkap dengan sambal dan beberapa tambahan kerupuk untuk teman makan. Jabran tentu merasa ada yang salah dengan sikap Anindita.

"Dit, kamu kenapa lihat ke bawah terus?"


Anindita menoleh sesaat dan langsung mengalihkan pandangannya ke semula. "Eng-enggak papa, kok, Kak," suara Anindita sedikit terbata-bata.

"Kamu malu duduk sama aku?"

"Bukan malu, Kak, enggak enakan aja, aku rada takut kedekatan kamu dengan aku bisa ganggu popularitas band kamu."

"Ya enggak lah, justru aku pingin banget ngajak kamu ke acara di cafe besok malam, kamu mau?"


Sorak Sorai dari mulut Ehan cukup membuat pandangan siswa kembali melihat sesaat, Niken juga ikut semangat mendukung menerima tawaran Jabran.

"Mau dong, tenang ada gue dan Maiza yang temenin," balas Niken bangga.

Maiza hanya mengikuti saja, jika Anindita setuju dia bakal setuju, tapi Anindita justru mengangguk. Acara di malam hari tak mungkin dia hadirkan. "Maaf, Kak, kalau acaranya malam aku enggak bisa, ayah pasti enggak ngijinin."

"Tuh, kan, kamunya yang enggak mau."

"Dit, mau aja, gue yang minta izin ayah lo."

"Enggak bisa, Nik," Anindita mengeluh ke arah Niken lalu berpaling ke Jabran saat muncul ide di pikirannya, "kalau enggak Niken aja yang datang, gimana?"

"Yah, enggak spesial, dong, Dit," sahut Izzul yang sedari tadi bungkam.

"Setuju gue, Zul, udah, Dit, mau aja, sesekali juga, sekalian Lo liatin kemahiran gue main gitar, keren abis pokoknya," Ehan malah mempromosikan dirinya.

"Yaelah, bangga amat, Lo, Kak," kata Niken yang kini sudah ada kerupuk di tangannya, mulutnya hampir dipenuhi dengan kerupuk, "terus, terus, Kak, Zul, ngapain?" suara Niken terdengar penuh.

"Izzul, dia mah, tukang kutip sumbangan," jawab Ehan di sambut tawa yang lainnya.

"Enak aja, lu, kagak, Nik, kagak usah percaya, gue mah, managernya Jabran."

"Ciee, Manager, keren dong jabatan lo, Kak."

"Keren, dong, jadi kepercayaan Jabran," katanya agak sombong.

"Siap-siap bentar lagi bakal ditukar jabatan Lo sama Anindita."

Anindita ikut tertawa, dia tahu Ehan bercanda soal itu. Tidak hanya Anindita yang tertawa, tapi mereka semua. Sesaat Jabran memesan beberapa mangkuk bakso lengkap dengan minumannya. Ibu kantin sudah mendekat ke arah mereka, menyodorkan kertas dan pulpen, tapi seperti biasa Jabran yang malas mencatat membuat ibu kantin hanya menunggu suara pelanggan setianya itu request.

"Enam mangkuk, buk, plus sama teh dingin aja."

"Oke," jawab ibu kantin singkat.

Sesaat ibu kantin pergi. Ehan melotot ke arah Jabran, badannya sedikit membungkuk ke arah sahabatnya itu, "lo bayarin?"

"Hm," balas Jabran singkat.

"Wih, nah, ini, nih, demen gue."

"Giliran gratis aja, demen." Sambung Niken.

"Tapi Lo juga seneng, kan?"

"Ya, lumayan."

"Uu, sama aja."

Niken dan Ehan selalu bertekak mulut, memang cocok jadi pasangan, jodoh tidak ada yang tahu. Sambil berbincang santai, masalah pelajaran juga ujian yang baru saja di lalui Anindita dan teman-temannya tak luput dari perhatian Jabran. Anindita dan temannya juga ikut menanyakan sejauh mana persiapan Jabran dan temannya mempersiapkan ujian akhir nanti.

Mereka saling membicarakan sasaran universitas yang akan dituju, berkat omongan santai tersebut, Ehan mendapat hidayah untuk mengambil jurusan IT di Politeknik, Izzul masih kekeh di jurusan Bahasa Inggris di Universitas Negeri. Mereka benar-benar terpencar, tidak ada yang mengikuti jejak Jabran, karena takut tidak lulus dan banyak mengeluarkan biaya.
_______________Happy Reading______________


SORRY, DIT! (ON-GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang