Malam tiba, saat Anindita hendak pulang dan posisi anak-anak diganti oleh Pak Brama. Seketika itu juga tanda-tanda kesadaran muncul dari gerakan jari Mama Ruri. Anindita yang pertama kali menyadari, karena tepat saat dia hendak berpamitan ingin pulang dan memegang tangan mamanya. Anindita segera keluar memberitahu pada Papa dan Rama yang menunggu di luar.
"Pa, Kak Rama," panggil Anindita heboh, "Mama," sebutnya sambil tersenyum, dan mereka mengikuti Anindita masuk ke dalam ruangan tanpa sadar, Anindita meyakinkan kembali, "tadi tangan Mama gerak, aku lihat sendiri, Mama sadar," ucapnya sangat bahagia.
Sesaat kemudian, mata yang sudah dua hari tertutup kini terbuka membawa kebahagiaan. Semua mengucapkan syukur dan air mata haru membasahi pelupuk mata ketiganya. Senyum lesu juga ikut menambahkan suasana hangat dari Mama Ruri. Semua seakan bersiap ingin memeluk Mama Ruri, tapi masih takut jika bekas jahitan belum begitu kering, mereka memilih untuk berdiri di samping kasur saja. Di mana, Anindita dan Rama di sebelah kiri dan Pak Brama di sebelah kanan.
"Rama, panggilkan Dokter!" seru Pak Brama.
"Iya, Pa." Rama segera melangkah keluar, dia menyeka air matanya saat di pintu masuk, dia lupa jika tadi habis menangis haru.
Doktor berjalan cepat segera memeriksa keadaan pasien. Semua terlihat menjauh dan mereka mendapat teguran. Tanpa mereka sadari, mereka memenuhi kapasitas ruangan yang dibatasi.
"Mohon maaf, Tinggalkan pasien sebentar! Anda mungkin lupa jika ruangan ini dibatasi," ucap salah seorang suster yang bersama dokter.
"Iya, Sus, maaf kita salah," balas Pak Brama menyadari kesalahan, sambil melangkah keluar diikuti kedua anaknya.
Mereka menunggu dengan perasaan masih berdebar, semua berharap keadaan semakin membaik. Bukan saling bicara di luar ruangan, tapi ketiganya saling berdoa.
Lima menit kemudian dokter dan suster tadi keluar, memberikan kabar, bahwa keadaan Mama Ruri sudah membaik dan segera di pindahkan ke ruangan VIP sesuai pendaftaran yang dilakukan Pak Brama, semua mengucap syukur tanpa henti.
🎧
Setelah kemarin mendapat kabar bahagia, Anindita membagikan berita mamanya ke Maiza dan Niken. Mereka juga ikut bahagia, apalagi saat melihat Anindita semangat menghadapi ujian yang tinggal enam hari lagi. Nyatanya semangat itu benar masih melekat di Anindita sampai ujian sudah berakhir dan masa liburan sudah di depan mata. Maiza dan Niken setiap harinya menemani Anindita di ruangan VIP, berhubung ruang tersebut hanya dibatasi sampai lima pengunjung, jadi jika setiap harinya mereka di sana, tidak menjadi masalah. Berbeda halnya dengan Jabran, walau dirinya tidak bisa mengunjungi mama Ruri yang sudah sadar, karena harus mengikuti persiapan ujian akhir nasional, Jabran memberi kabar dan semangat pada kekasihnya itu lewat ponsel. Sebenarnya bisa saja jika dia berkunjung, tapi hanya saat malam hari, tapi Anindita sudah beri peringatan lebih baik jangan berkunjung kalau tidak papanya akan marah besar.
🎧
Dua Minggu kemudian libur panjang akhirnya bertemu juga. Akan tetapi, Jabran sedang berjuang menghadapi ujian kelulusan, dari rumah sakit setiap subuh Anindita selalu membangunkan Jabran agar segera sholat dan jangan tidur lagi agar tidak telat ke sekolah. Hanya mengatakan iya, Jabran memilih tidur lagi karena matanya sangat ngantuk dan badannya lemas, tapi Jabran sudah memasang alarm untuk bangun di waktu yang tepat, di mana Anindita akan menghubungi kembali untuk bertanya sudah sarapan atau belum. Supaya tidak telat, Jabran bicara dengan Anindita lewat telepon sambil pakai sepatu.
"Bagaimana sudah siap untuk ujian hari ini?" tanya Anindita yang duduk di luar kamar pasien.
"Sudah, Kakak berangkat dulu, ya, doain biar bisa jawab dengan tuntas hari ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
SORRY, DIT! (ON-GOING)
Teen FictionSUDAH REVISI#1 ___peringkat: 🏅(6)-start Mei🏅(8)-start April🟤#kisahcintaremaja___ Start update: 16 April 2022 s.d Tamat Target: (dirahasiakan) Update: Insya Allah Every day for 1 Bab. Bismillah __________________________________________________...