Memory Of 2008.
Selama satu tahun lebih gue menjalani hari dengan berat, dimana setiap hari harus terus-terusan meminum obat-obatan yang membuat mual serta lidah gue yang terasa pahit.
Dan hari yang gue tunggu akhirnya tiba, hari terakhir gue meminum obat setelah enam bulan lamanya. Dihari terakhir itu gue kembali keklinik untuk diperiksa apakah paru-paru gue udah sehat kembali atau malah kian memburuk, dan gue berdoa dalam hati agar paru-paru gue sembuh. Sungguh, gue udah muak dengan obat-obatan itu.
Beruntung allah mengabulkan doa gue, dokter bilang paru-paru gue udah sembuh. Namun gue merasa gue gak sesembuh itu, sebab sekarang gue selalu merasa sesak hingga dada gue sakit ketika berlari sedikit aja, gue juga kerap merasa dada gue berdenyut sakit hingga membuat gue menahan nafas sampai rasa sakitnya hilang. Gue gak tau apakah hal itu masih berhungungan dengan penyakit paru-paru gue atau malah ada penyakit lain, tapi gue sengaja gak ngasih tau bapak ataupun ibu perihal itu sebab gue takut jika harus meminum obat kembali.
Gue benar-benar udah muak.
Tahun ini tepatnya dibulan maret gue menginjak usia delapan tahun, ibu membawa gue kesekolah untuk melakukan pendaftaran. Teman-teman seumuran gue udah memasuki kelas dua sd. Tak apalah jika hanya tertinggal satu tahun dengan teman-teman.
Gue hanya diantar kesekolah dihari pertama aja, sedangkan hari-hari selanjutnya gue berangkat sendiri. Sedangkan beberapa anak lain masih diantar oleh ibunya dalam waktu seminggu lamanya.
Ibu dan bapak bilang gue harus mandiri, jangan terlalu bergantung pada orang tua apalagi sampai bersikap manja. Makanya sebisa mungkin gue gak ingin terlalu merepotkan orang tua.
Gue mendapat uang jajan dari ibu dan juga bapak, uang jajan dari ibu gak menentu. Kadang dua ribu, kadang tiga ribu malah kadang nggak ada. Sedangkan dari bapak gue selalu mendapat uang jajan sebesar lima ribu, tapi kata bapak harus ditabungkan sebagian.
Biasanya kalau uang jajan gue banyak gue akan menyimpannya sebagian untuk jajan dipengajian nanti. Soalnya guru ngaji gue jualan beraneka jajanan.
Gue hanya akan menghabiskan sebesar seribu lima ratus atau dua ribu disekolah dan seribu dipengajian. Tapi kadang ada teman gue yang meminta uang sama gue, katanya pengen jajan tapi orang tuanya gak ngasih uang atau uangnya udah abis.
Gue yang gak tega sekaligus gak enak pun memberikan sebagian uang gue pada teman gue yang merupakan kakak kelas gue juga.
Disekolah dibanding dengan teman seangkatan, gue lebih akrab dengan kakak kelas, ya karena mereka teman yang kerap bermain dengan gue setiap hari dirumah. Kita cuma beda angkatan saja.
Sedangkan teman sekelas, gue cuma akrab dengan beberapa anak yang berasal dari keluarga sederhana juga seperti gue. Sedangkan bagi anak dari kalangan berpunya hanya akan bergabung dengan sejenisnya saja. Mereka anti bergabung dengan yang kastanya lebih rendah dari mereka, dan yang paling songong namanya maudy. Mukanya rada mirip salsabilla, tapi songongnya naudzubillah.
Kalau ditanyapun nyautnya nyolot dan suka marah-marah gak jelas sok berkuasa dikelas. Antek-anteknya ada suci, novi, dan nida. Tapi nida ini nggak sesongong temannya, dia ramah dan murah senyum dan yang paling pintar dikelas. Anak-anak segan mendekatinya karena nida berteman dengan maudy.
Kita masih sd tapi kisah gue udah seperti anak sma aja.
Anak-anak terpintar dikelas gue ada nida, suci, novi, maudy dan ari. Fyi saja, ari dan maudy ini adik kakak kembar. Sama seperti maudy, ari juga songong. Kalau ada si pintar pasti ada si bodoh dan gue akan bilang bahwa diri gue termasuk golongan tersebut, cuma gue gak akan bilang kalau gue yang paling bodoh sebab masih ada yang lebih bodoh lagi. Bukan mengejek tapi memang itu faktanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Depresiku
Non-Fiction"Hanya sebuah cerita untuk ku kenang saat tua nanti"