Sambutan Menyakitkan

91 4 0
                                    


🌟BAB 1🌟
[Sambutan menyakitkan]

Satu tahun aku menjalani pernikahan ini. Kupikir aku sudah bahagia. Suami tampan, kaya, berpendidikan, dengan pekerjaan yang 'wah'.

Senyum merekah serta pakaian yang sederhana aku menghadiri reuni keluarga suamiku. Aku tidak sendirian, ada suami tercinta yang selalu siap menemani. Tapi sayangnya aku harus masuk lebih dulu, lantaran pria itu harus mengambil sesuatu yang tertinggal.

Baru saja aku menginjakkan kaki ke dalam gerbang rumah mewah yang orang sebut sebagai kediaman Tuan Besar Iskender. Pernyataan tidak enak sudah menyapa telingaku.

"Kamu siapa?" tanya seorang wanita yang terlihat seumuran denganku. Ada balita manis dalam gendongannya.

Hatiku merasa gemas dengan bocah itu, tapi baru saja akan menjawab ucapannya, ia kembali mengatakan hal yang tidak pernah aku duga.

"Gembel, 'kok bisa, sih masuk ke tempat ini. Memangnya ada diantara keluarga kita yang seperti dia?" tambahnya sambil menatap ke arah wanita yang berdiri di sampingnya. Wanita itu terlihat lebih tua, mungkin ibunya?

"Mungkin dia pembantu kali, Sayang. Sudah jangan dipedulikan, lihat saja penampilannya bahkan nggak lebih baik dari pembantu di rumah kita."

"Nggak mungkin, lah Mah. Pembantu di rumah ini, 'kan cuma Saripah. Jangan-jangan dia pengemis. Kita usir saja yuk, Mah."

Nyeri dikatakan seperti itu. Apa hanya karena pakaian yang aku kenakan, mereka sampai berlaku seperti itu.

"Saya Aida. Istri Mas Zeeshan," ucapku akhirnya.

"Istri Zeeshan? Jangan ngaco, deh kamu! Mana mungkin Zeeshan mau nikah sama wanita kampungan seperti kamu!"

"Kampungan? Apa ada yang salah denganku, sampai kamu katakan kampungan?" Jujur aku bukan wanita yang memiliki kesabaran berlebih. Dikatakan seperti ini rasanya ingin aku sobek-sobek saja mulutnya.

Tapi ... lagi-lagi norma dan etika membuatku menahan diri. Apalagi ini adalah untuk pertama kalinya Mas Zeeshan mengajakku datang ke reuni keluarga. Aku tidak ingin membuatnya malu hanya karena pertengkaran ini.

"Masih nanya kesalahan kamu? Lihatlah dirimu, pakaian yang kamu pakai itu sangat kampungan. Tidak mungkin kamu adalah istri Zeeshan."

"Aku memang istri Mas Zeeshan. Terserah, kamu mau percaya atau tidak," ucapku sambil melenggang pergi.

Namun, wanita itu seolah tidak terima aku tinggalkan begitu saja.

"Tunggu!" serunya dingin. Sontak langkahku pun terhenti.

"Kamu tidak diijinkan untuk masuk ke dalam." Ia mendekat. Tidak ada lagi balita mungil dalam gendongannya. Ternyata anak kecil yang manis itu ikut dengan neneknya.

"Kenapa?"

"Karena wanita miskin tidak diterima di dalam keluarga ini. Lebih baik kamu pergi sekarang, karena di dalam pun kamu juga tidak akan diterima." Ia tersenyum sinis. Wajah yang sebenarnya cantik itu seolah tertutup oleh kesombongan yang terpancar jelas.

"Aku istri Mas Zeeshan. Kenapa tidak boleh masuk." Keributan antara aku dan wanita yang tidak aku kenal ini mengundang perhatian orang yang ada di halaman.

"Ada apa ini, Sayang?" tanya seorang pria. "Loh, 'kok ada gembel di sini?" tambahnya sambil mencebik ke arahku.

"Ngakunya, 'sih istri Zeeshan. Apa benar, desas-desus yang aku dengar kalau istri dari Zeeshan Iskender itu miskin. Nggak nyangka, seleranya bisa turun serendah ini." Hatiku semakin membara mendengar ucapannya. Tapi aku harus sabar lebih dulu, pemenang selalu muncul belakangan.

"Ohhh. Jadi dia orang miskin. Kasihan sekali. Datang ke sini pasti hanya agar bisa makan enak." Pria itu ternyata sama saja. Perkataannya sangat menyakitkan. Seolah dirinya itu sangat kaya raya.

"Memangnya kenapa kalau aku ini orang miskin? Entah aku miskin atau kaya, bukankah sama saja. Aku tetap menjadi bagian dari keluarga besar Iskender."

"Wah wah wah .... Orang seperti kamu masih merasa menjadi bagian dari keluarga Iskender? Cih! Ngaca!" Pria itu mendorongku hingga terjatuh.

"Hahahaha!"

"Hahahaha!"

Mereka tertawa puas. Seolah-olah bahagia melihat tubuhku terjerembab ke tanah. Aku tidak menyangka, hanya karena pakaian yang aku kenakan. Mereka bisa merendahkanku sampai seperti ini.

"Elbina, sepertinya acara sudah akan dimulai. Kita masuk aja, yuk. Nggak ada gunanya juga ngurusin wanita ini."

"Iya, Mas."

Dua pasang suami istri itu akhirnya pergi. Meninggalkan diriku dengan setitik luka dalam hati. Sang Ibu yang menggendong cucunya juga menyusul masuk.

Selama ini aku memang meminta Mas Zeeshan untuk merahasiakan bahwa aku adalah seorang pemilik perusahaan. Aku tidak mau kalau keluarganya menerimaku hanya karena uang.

Aku bangkit. Beberapa bagain dari pakaianku sedikit kotor. Sekalipun halaman ini ditumbuhi rumput yang hijau, tapi tetap mampu membuat pakaianku kotor karena aku terjatuh cukup keras.

'Apa hanya mereka berdua saja yang kejam dan memandang harta benda. Atau di dalam masih ada kejutan lain yang lebih mengerikan?'

Apapun itu. Lebih baik aku ikuti saja dulu permainan mereka. Setidaknya, sampai kesabaran di hatiku mencapai ambang batas.

***

Bersambung ....

Runtuhnya Dinding KeangkuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang