Oh, Jadi Manager?

64 2 0
                                    

🌟BAB 9🌟
[Oh, Jadi Manager]

Beberapa orang sudah menikmati makanannya. Aku dan Mas Zeeshan masih enggan menyentuh apapun di meja itu. Nafsu makanku sudah hilang sejak datang ke tempat ini.

"Hemm. Ini enak sekali, Kakek. Engkau pasti menghabiskan banyak uang untuk memasak semua ini," celetuk Aldi.

"Wah, ini bukan enak lagi namanya. Tapi sangat lezat. Ayamnya bisa empuk sekali seperti keju." Avika makan sangat lahap. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya.

"Hahaha. Kalian tenang saja. Kakek tidak menghabiskan banyak uang untuk hidangan ini. Hanya, tiga juta saja." Di akhir kalimat, ekor matanya melirik ke arahku.

Aku pura-pura saja tidak tahu. Memilih asik melihat wajah tampan suamiku. Zeeshan. Sedangkan suamiku itu memilih mengamati keluarganya satu persatu.

Mungkin hatinya saat ini terluka melihat perlakuan keluarganya. Sekarang, Mas Zeeshan bisa tahu bagaimana sikap keluarganya jika ia jatuh miskin. Selama ini mereka baik karena ia adalah orang yang kaya raya. Loyal pada semua orang.

'Mas ....' batinku.

Aku menyentuh tangannya. Tubuhnya sempat terlonjak ke atas. Saat sadar tanganku menggenggamnya, ia menoleh sambil tersenyum. Seolah ia sedang mengatakan, bahwa ia baik-baik saja.

Tanpa ia mengatakannya aku bisa tahu ia sedih. Namun hanya mencoba kuat agar tidak semakin diinjak oleh keluarganya. Orang-orang yang selama ini ia sayang dan ia bangga-banggakan.

"Bersulang ...."

Semua orang bersulang untuk keluarga ini tanpa aku dan Mas Zeeshan. Mereka tidak menganggap keberadaan kita berdua.

Hatiku sudah cukup tegar. Karena kemungkinan dihina sudah aku pertimbangkan sejak memutuskan untuk memakai pakaian yang terlihat sederhana ini. Yang membuatku khawatir justru Mas Zeeshan. Ia tidak berencana memakai pakaian sederhana, tapi karena terinspirasi dariku ia melakukannya.

Sekarang, apakah Mas Zeeshan akan terkejut melihat respon luar biasa dari keluarga besarnya.

"Oh iya, Zeeshan apa pekerjaanmu sekarang? Kenapa penampilanmu bisa berubah sebegitu drastisnya?" tanya Kakek.

"Aku ... aku jadi satpam, Kek," jawab suamiku.

Aku terkejut bukan main. Ternyata Mas Zeeshan mengikuti permainan yang aku lakukan. Aku tidak menyangka ia bisa membaca jalan pikiranku. Sekalipun ia bisa, aku tidak menyangka ia akan mendukungku. Karena aku memang tidak pernah menjelaskan rencana hari ini pada Mas Zeeshan.

"Satpam? Di mana?" tanya Kakek seolah kaget dengan jawaban Mas Zeeshan.

"Emm ...."

"Oalah, jadi Mas sekarang jadi satpam. Hahaha. Kalau aku tahu sejak awal, tentu aku tidak akan takut-takut lagi padamu. Sudah aku tendang tadi saat kamu dengan percaya diri menamparku." Aldi menatap Mas Zeeshan meremehkan. Rasanya ingin aku cakar-cakar muka songongnya itu.

"Apa ada yang salah dengan pekerjaanku? Sampai-sampai kamu kehilangan rasa hormatmu padaku?" Mas Zeeshan masih tenang. Ia belum terpancing dengan tingkah tengil si Aldi.

"Satpam? Hahaha. Kamu nggak tahu ya, Mas. Kalau selama satu tahun ini aku sudah bekerja jadi manager di perusahaan ARZI Company? Di sana gaji managernya lima belas juta per bulan. Belum lagi bonusnya. Kalau satpam paling-paling lima jutaan doang." Ia berujar dengan bangga. Seolah itu adalah pencapaian yang luar biasa.

Bahagia itu boleh, dan standar kebahagiaan orang itu memang tidak sama. Tapi kalau sombong. Kasusnya lain lagi.

"Oh, manager di ARZI Company. Selamat, ya." Suamiku mengangguk.

Hanya jadi manager aja bangganya tidak ketulungan. Bagaimana kalau dia jadi CEO. Bakal ngalahin langit pastinya.

'Duh, Aida. Kok jadi julid begini, sih. Ini sama sekali bukan gaya kamu.'

"Iya. Kaget, 'kan sekarang. Kalau cuma satpam sih, nggak ada apa-apanya. Atasan aku bilang, kalau kerjaanku baik, bulan depan akan naik pangkat lagi. Gajinya pasti jauh lebih besar dari ini. Makanya, jangan berani-berani sama aku. Atau kalau nanti kalian kelaparan, dan nggak sanggup buat makan, kalian tidak bisa ngutang sama aku. Hahaha!" Laki-laki sombong itu terus saja menertawakan kami. Biarkan sajalah. Nanti kalau tertawa bayar, dia juga yang kelimpungan.

'Aldi, Aldi. Harusnya kamu bertanya-tanya. ARZI Company itu milik siapa?'

Kasihan.

***

Bersambung ....

Runtuhnya Dinding KeangkuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang